Haedar Nashir Ajak Kejar Ketertinggalan Muhammadiyah di Media Online. Hal itu disampaikannya saat memberikan amanat pada Milad Virtual 5 tahun PWMU.CO, Ahad (21/3/2021).
PWMU.CO – Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Prof Dr H Haedar Nashir MSi menyatakan kita menjadi saksi dari perkembangan media online milik persyarikatan Muhammadiyah di Jatim yaitu PWMU.CO yang telah bertumbuh kembang cukup pesat.
“Ada pesan menantang dari Ketua PWM Jatim Pak Saad Ibrahim agar PWMU.CO ke depan mulai tahun ke-6 untuk mulai mengglobal dan menjadi inspirator dunia. Pak Saad Ibrahim selalu memberi challenge kepada anak-anak muda agar makin trengginas dan bangkit untuk menghasilkan karya-karya yang kreatif inovatif dan berkemajuan,” ungkapnya.
Sebenarnya, lanjutnya, Muhammadiyah di online memang agak lambat berkembang. Baru memulai sekitar 2005-2010. Sekitar dua dasa warsa dari perkembangan media online.
“Bahkan kita keduluan jauh lebih awal dari saudara adik kandung kita NU. Hal yang cukup ironis sebenarnya. Mana mungkin sebuah organisasi Islam modern yang selalu menjadi mujadid malah ketinggalan hampir satu dasa warsa,” ujarnya.
“Dan sekarang ranking mereka teratas media online dari organisasi-organisasi kemasyarakatan. NU Online sudah pada posisi 100-an. Sementara empat besar media Muhammadiyah di Alexa muhammadiyah.or.id 102750, ibtimes 150588, SM di 184401 dan PWMU di 423433. Jadi jauh sekali dari media online NU,” tambahnya.
Pusat Syiar Digital Muhammadiyah
Menurutnya kerja kita harus ada lompatan. Kalau tidak ada lompatan maka akan ketinggalan. Beruntung PP Muhammadiyah selain memproduksi website bersama wilayah dan lainnya, pada 2019 membuat Pusat Syiar Digital Muhammadiyah (PSDM) sebagai dapur dari pusat syiar berkemajuan untuk masuk era media online yang terorganisasi.
“Pekerjaan masih berat dan alhamdulilah beberapa menteri ketika diajak ke PSDM mereka takjub sekali. Bahkan ketika kita menyajikan data kesehatan beberapa tampilan, Pak Menteri yang baru itu meminta kepada sekjennya mbok kita bikin seperti Muhammadiyah ini,” paparnya.
“Ketika Boy Rafli Amar diangkat menjadi Ketua BNPT saya ajak juga ke PSDM yang berada di samping kantor saya. Dia juga terkaget-kaget. Wah kita saja belum punya. Lalu kita sajikan data perkembangan terorisme,” imbuhnya.
Kesimpulannya, lanjutnya, setelah dimulai sesungguhnya Muhammmadiyah punya infrastruktur yang kuat untuk dakwah di era digital sebagaimana juga mandat muktamar dakwah komunitas. “Dan cabaran atau challenge Pak Saad memang memacu kita untuk melompat. Jadi ini harus jadi agenda PWMU.CO,” tegasnya.
Sejarah Media Online
Dia menambahkan kalau dirunut perkembangan sejarah media online maka Muhammadiyah terlambat dua dasa warsa. Di Amerika juga belum terlalu lama sekitar 1990 ketika Wall Street Journal memulai media internet.
“Setelah itu masuk ke Chicago University, Florida University. Dan sekitar satu dasa warsa Amerika sudah menghasilkan 13 ribu media online,” jelasnya.
Di Indonesia, sambungnya, yang mempelopori media online adalah Republika. Jadi media online di Indonesia baru tahun 1994. Empat tahun setelah di Amerika. Republika menjadi pelopor mulai 17 Agustus 1994.
“Baru setelah itu menyusul Tempo dan Kompas. Tapi kemudian Kompas menjadi besar-besaran juga dengan modal yang cukup besar karena menyatu dengan media cetaknya. Dan trennya media cetak bisa bertahan kalau kemudian punya sayap media online,” terangnya.
Sementara itu media online independen baru detik.com yang mempelopori. Teman-teman muda NU belajar dari detik.com. Jadi mulai 1998 persis ketika awal reformasi.
“Detik.com merupakan media online independen yang pertama di tanah air. Saat itu menjadi tren bahkan sampai sekarang ini. Baru setelah itu menyusul media online independen yang lainnya,” urainya.
Media Online Bermanajemen Bisnis
Poin penting bagi Muhammadiyah, menurutnya, dalam perkembangan media online bahwa kita 20 tahun lebih tertinggal dari portal di dunia.
Tetapi tidak ada kata terlambat ketika kita ingin memulai kemajuan. Mungkin saat itu sebagai organisasi besar memang sedang memacu perkembangan amal usaha, lalu media cetak dan media online tertinggal.
“Yang kita perlukan sekarang membikin media online yang betul-betul menjadi perusahaan. Dalam arti menjadi sebuah manajemen bisnis, karena dengan manajemen bisnis kita bisa hidup,” tuturnya. (*)
Penulis Sugiran. Editor Mohammad Nurfatoni.