Hikmah dari Tas Belanjaan, oleh Anisah Machmudah, dokter gigi dan tinggal di Gresik.
PWMU.CO – Di sebuah Ahad, pada 2019. Hari itu aku, suami, dan seorang putri keluar rumah. Memang, sudah waktunya kami perlu sedikit melepas penat, lepas dari rutinitas keseharian. Kami, dari Gresik, jalan-jalan ke salah sebuah pusat perbelanjaan terkenal di Surabaya dengan menggunakan jasa taksi online.
Rileks Tiga Jam
Sesampai di tujuan, praktis tak ada yang istimewa. Ada lalu-lalang orang. Kemudian tampak deretan baju, sepatu, dan segala asesoris yang tertata menarik seperti memanggil-manggil kita mendekat dan membeli.
Para pengunjung, rata-rata melakukan hal yang serupa: Melihat barang yang ditawarkan, mengamati, dan memutuskan: Ambil atau tidak. Pikiran rasional, jika memang tak kita butuhkan tak harus kita beli meski barang itu menggoda.
Kami telah tiga jam mutar-mutar. Apapun, pusat perbelanjaan yang sejuk memang bisa melupakan lelah di kaki. Lalu, pada akhirnya ada juga yang kami pilih: dua baju yang kuanggap pas memakainya saat bekerja atau bertemu handai tolan. Juga, sepatu untuk mengganti sepatu kerja yang telah lama aku pakai.
Belanja sudah, maka kami bersiap-siap pulang. Kami pun menghubungi taksi online. Di saat menunggu taksi pesanan datang, aku berikan dua tas belanjaan ke anakku karena ada telepon masuk yang harus aku jawab.
Setelah itu, kami duduk di ruang tunggu di teras pusat perbelanjaan itu. Tak lama, taksi pesanan datang. Terlihat, sang pengemudi berwajah tionghoa.
“Selamat siang. Bisa kami antar ke mana,” sapa dia ramah.
“Gresik, ya Mas,” jawabku.
“Siap,” respon lelaki yang kira-kira usianya belum 30 tahun itu.
Saat Ingat
Tak terasa perjalanan pulang lewat tol itu sudah hampir masuk ke Gresik. Lalu, aku teringat dengan dua tas belanjaan.
“Dik, tas belanjaan di manakah,” tanyaku pada anak.
“Lho, tidak Mama bawakah,” anakku balik bertanya.
“Tidak, tadi Mama kira Adik yang bawa”.
“Tadi aku taruh di sebelah mama”.
Aku pun segera memutuskan. “Mas, maaf, kita kembali ke pusat perbelanjaan tadi,” kataku.
Pindah, tapi …
Sesampai di pusat perbelanjaan itu, kami melangkah cepat menuju tempat tadi kami duduk-duduk. Ternyata, tak ada barang apapun.
“Mas, maaf, apakah melihat barang belanjaan kami di kursi ini,” tanyaku kepada seorang satpam.
“Coba, Ibu tanyakan ke resepsionis saja,” sahut Pak Satpam dengan iringan senyum.
Kami pun bergegas mengarah pada tempat yang ditunjuk petugas tadi. Alhamdulillah, kami bisa bernapas lega, barang kami aman.
Meski begitu, sang resepsionis tetap menjalankan prosedur standar. Pertama, dia meminta kami menyebutkan barang-barang apa saja yang ada di tas belanjaan itu. Tentu kami bisa menjawabnya dengan benar. Kedua, dia mencatat nama dan alamatku sesuai KTP.
Singkat kata, alhamdulillah, kami mendapatkan tas belanjaan itu lagi. Kami pun keluar, untuk pulang ke Gresik. Masih, dengan taksi yang sama.
Percakapan Itu
“Ibu, maaf ya. Tadi kenapa Ibu bisa tenang saat tahu barang belanjaan hilang. Saya tak habis pikir, kok bisa seperti tak ada beban,” demikian Andrew, si pengemudi, membuka pembicaraan.
“Jika saya, pasti akan dongkol dan panik sebab yakin barang belanjaan itu tak akan ketemu,” masih kata Andrew.
“Namanya saja lupa, Dik,” responku.
“Santai saja. Bila tas belanjaan itu masih rezeki kami, pasti akan kembali. Jika tidak, barang akan jadi milik orang lain. Tak ada kuasa diri kita untuk selalu mendapatkan sesuatu atau mempertahankan sesuatu. Berusaha boleh namun bila tak mendapat yang kita inginkan, ridha saja dengan hal yang di luar kemampuan kita,” lanjutku agak panjang-lebar.
Kulihat di kaca spion tengah, wajah Andrew tampak seperti belum bisa paham secara penuh atas apa yang aku sampaikan. Ekspresi itu dia tambah dengan bahasa tubuh, yaitu adanya kerut di dahi dan kepala yang digeleng-gelengkan. Terasa, sepertinya amat banyak yang ingin ditanyakannya tapi tak bisa dia ungkapkan.
Akhirnya, tiba jugalah kami ke rumah. Alhamdulillah, kami sehat tak kurang sesuatu apapun dan barang belanjaan yang sempat tertinggal tetap menjadi rezeki kami.
“Terima kasih ya Dik, telah repot mengantar kami pulang,” kataku.
“Terima kasih juga, Bu. Hari ini saya mendapatkan sesuatu yang baru. Saya akan mencoba mencari tahu,” kata Andrew.
Hikmah, Adakah?
Terus terang, aku tak mengerti dengan apa yang dimaksud Andrew dengan kalimatnya ini: “Saya akan mencoba mencari tahu.”
Atas ketidakmengertianku itu, aku hanya tersenyum saja. Harus tersenyum, sebab aku yakin di setiap peristiwa ada hikmahnya. Bagiku, misalnya, di antara hikmahnya adalah wajib untuk selalu berhati-hati di setiap keadaaan.
Lalu, apa hikmah bagi Andrew? Hanya Allah Sang Pemberi Hidayah yang tahu. Juga, Andrew sendiri.
Wallahu a’lam. (*)
Hikmah dari Tas Belanjaan; Editor Mohammad Nurfatoni