Muhasabah Pendidikan Muhammadiyah, kolom oleh Dr Hidayatulloh MSi, Rektor Universitas Muhammadiyah Sidaorjo (Umsida); Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur.
PWMU.CO – Setiap tanggal 2 Mei pemerintah dan masyarakat Indonesia memperingati Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas).
Peringatan Hardiknas yang berada di bulan suci RamadHan tahun 1442 H ini menjadi sangat penting dan harus memberikan ruang yang cukup bagi kita untuk melakukan muhasabah (melihat kembali, mengevaluasi) atas semua proses pendidikan yang telah kita lakukan selama ini.
Kegiatan muhasabah ini kita lakukan dalam rangka untuk mengetahui bagaimana pendidikan Muhammadiyah dirintis dan dikembangkan, sehingga kita mampu menjaga, mengembangkan, dan meningkatkan mutu pendidikan kita hari ini dan ke depan.
Amal usaha Muhammadiyah di bidang pendidikan menjadi salah satu pilar penting dalam gerakan Muhammadiyah. Jumlah lembaga pendidikan Muhammadiyah mencapai puluhan ribu—mulai dari PAUD, SD/MI, SMP/MTs, SMA/SMK/MA, pondok pesantren, dan perguruan Tinggi Muhammadiyah/Aisyiyah, yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia dan di beberapa negara di luar negeri—telah memberikan sumbangan yang sangat besar dalam mewujudkan amanat konstitusi dalam mencerdaskan kehidupan bangsa.
Lembaga pendidikan Muhammadiyah sudah hadir sejak KH Ahmad Dahlan mendirikan Madrasah Ibtidaiyah Diniyah di Yogyakarta pada tahun 1911. Ini berarti Pendidikan Muhammadiyah sudah ada jauh sebelum Indonesia merdeka.
Dua Model Pendidikan sebelum Muhammadiyah
Sebelum pendidikan Muhammadiyah hadir, di Indonesia ada dua model pendidikan. Yaitu model pendidikan Islam di perantren (yang dikesankan sebagai pendidikan tradisional) dan model pendidikan Hindia Belanda (yang dikesankan sebagai pendidikan modern).
Pendidikan di pesantren sangat kental dengan pendidikan ilmu-ilmu agama. Sementara pendidikan di sekolah Belanda sangat kental dengan pendidikan ilmu-ilmu umum.
Kondisi ini kurang menguntungkan bagi umat Islam. Maka KH Ahmad Dahlan sadar dan membangun kesadaran baru umat Islam yang dimulai dengan mendirikan lembaga pendidikan modern, yang yang mengintegrasikan model pendidikan pesantren dan model pendidikan Belanda.
Pendidikan di madrasah yang di desain oleh KH Ahmad Dahlan memberikan pengetahuan agama dan sekaligus pengetahuan umum. Kurikulumnya banyak menyerupai kurikulum sekolah pemerintah, dengan menekankan khususnya pengetahuan praktis dari ilmu-ilmu modern.
Sekolah ideal ini kemudian diperluas oleh Muhammadiyah dengan menambah pendirian sekolah di daerah Yogyakarta Selatan. Sekolah Muhammadiyah ini didesain untuk melahirkan manusia yang berbudi baik, berpengetahuan dalam ilmu agama dan sekuler, dan mau bekerja untuk kemajuan masyarakatnya (Achmad Jainuri, Idiologi Kaum Reformis, Melacak Pandangan Keagamaan Muhammadyah Periode Awal. Surabaya: LPAM, 2002).
Upaya KH Ahmad Dahlan dalam memadukan dan mengintegrasikan model pendidikan pesantren dan Belanda menjadi model pendidikan Muhammadiyah ini mendapatkan respons positif dari masyarakat. Terbukti pendidikan Muhammadiyah berkembang dengan cepat seiring dengan perkembangan Persyarikatan Muhammadiyah di seluruh wilayah Indonesia, bahkan saat ini telah berkembangan di berbagai negara di luar negeri.
Model yang ditawarkan Muhammadiyah saat itu ternyata sesuai dengan harapan masyarakat, sehingga kehadirannya dianggap sebagai salah satu pelopor pembaharu pendidikan Islam di Indonesia.
Sulit dibayangkan munculnya golongan menengah Muslim terpelajar yang siap menghadapi kehidupan modern tanpa adanya sekolah-sekolah Muhammadiyah. Dengan demikian, kehadiran sekolah-sekolah Muhammadiyah memiliki arti penting dan strategis dalam mengawal umat Islam memasuki Indonesia modern. Model pendidikan Muhammadiyah ini kemudian diadopsi oleh pemerintah dan swasta dalam mengembangkan pendidikan modern di Indonesia.
Orientasi Pendidikan Muhammadiyah
Tumbuh dan berkembangnya pendidikan Muhammadiyah tidak lepas dari visi, misi, dan tujuan pendidikan yang diselenggarakannya. Tujuan pendidikan Muhammadiyah di masa awal, bisa dicermati dari pernyataan yang sering disampaikan oleh KH Ahmad Dahlan kepada murid-muridnya dalam pengajian yang dipimpinnya: “dadiyo kyai sing kemajuan, lan ojo kesel-kesel anggonmu nyambut gawe kanggo Muhammadiyah!” Artinya: “Jadilah ulama modern dan jangan merasa lelah bekerja untuk Muhammadiyah.”
Dalam perkembangannya pendidikan Muhammadiyah dituntut untuk dikelola secara profesional dan modern. Karena itu dalam Rakernas Majelis Dikdasmen pada tahun 2006 ditegaskan visi dan misi penyelenggaraan pendidikan Muhammadiyah sebagai berikut:
”Tertatanya manajemen dan jaringan pendidikan yang efektif sebagai gerakan Islam yang maju, profesional, dan modern serta untuk meletakkan landasan yang kokoh bagi peningkatan kualitas pendidikan Muhammadiyah.
Misi penyelenggaraan pendidikan Muhammadiyah adalah: (1) menegakkan keyakinan tauhid yang murni, (2) menyebarluaskan ajaran Islam yang bersumber pada al-Qur’ān dan as-Sunnah, (3) mewujudkan amal islāmi dalam kehidupan pribadi, keluarga dan masyarakat, dan (4) menjadikan lembaga pendidikan Muhammadiyah sebagai pusat pendidikan, da’wah dan perkaderan.
Jangan Tinggalkan Masyarakat Miskin
Pengelolaan pendidikan Muhammadiyah dilakukan secara profesional dan diorientasikan kepada keunggulan. Meskipun demikian, pendidikan Muhammadiyah tidak boleh meninggalkan kebutuhan masyarakat kelas bawah untuk dapat menikmati layanan pendidikan Muhammadiyah.
Pendidikan Muhammadiyah tidak boleh melahirkan jurang pemisah antara masyarakat kelas bawah dengan masyarakat kelas menengah dan atas.
Pendidikan Muhammadiyah harus mampu membangun kebersamaan antara yang mampu dengan yang kurang mampu, sehingga ada keberpihakan pada masyarakat yang kurang mampu.
Hal ini sejalan dengan visi pendidikan Islam menurut K.H. Ahmad Dahlan, yaitu: (a) iman, (b) cinta sesama dan pemihakan pada orang sengsara, (c) tingkat perbedaan terendah adalah asas kebersamaan, (d) pengembangan rasa tanggungjawab dan penyerahan, (e) mengembangkan kemampuan berpikir, dan (f) pengendalian diri. (Agus Wibowo, Muhammadiyah dan Pendidikan Kaum Tertindas, http://agus82. wordpress.com).
Muhammadiyah sangat konsen dan berkhidmat dalam kerja-kerja untuk mempercepat proses pengembangan institusi pendidikan Muhammadiyah sebagai pusat keunggulan dengan menyusun standar mutu dan menjadikan mutu sebagai tujuan utama bagi seluruh usaha pengembangan amal usaha pendidikan Muhammadiyah”. (Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Berita Resmi Muhammadiyah No. 01/2005).
Di lingkungan Majelis Dikdasmen Muhammadiyah Jawa Timur dikembangkan konsep Muhammadiyah Branded School, yang memiliki makna sebagai identitas, pembeda, dan pelebel kualitas sekolah-sekolah Muhammadiyah.
Muhammadiyah Branded School dirancang untuk mewujudkan sekolah-sekolah Muhammadah yang memiliki keunikan menarik dan berkelas international.
Ada sembila karakteristik Muhammadiyah Branded School yaitu: clear vision, clear value, clean-green-beautiful environment, inspiring learning community, community trust, friendly child school, holistic learning and holistic approach, international orientation, dan islamic quality culture. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni