PWMU.CO – PCIM Jerman Raya Gagas Pusat Riset dan Sertifikasi Halal. Oleh karena itu mereka berharap PP Muhammadiyah mendukung pendiriannya. Hal ini Ketua PCIM Jerman Raya Mohammad Rokib MA sampaikan pada sesi diskusi Kajian Ramadhan, Sabtu (1/4/21).
Kajian yang diselenggarakan atas kolaborasi PCIM Hongaria dan Kedutaan Besar RI di Budapest itu bertema Penguatan Islam Moderat di Eropa.
Rokib menyatakan Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah (PCIM) Jerman Raya telah beberapa kali berdiskusi tentang peran Muhammadiyah di Jerman khususnya dan di Eropa umumnya. Dia mengungkap salah satu bahan diskusi mereka, “Apa (wujud peran) yang mungkin kompatibel di sini?”
Dari hasil diskusi saat itu, Rokib bersama PCIM Jerman menemukan masalah utama Muslim di sana. Yaitu terkait kebutuhan pangan pokok, di mana mereka ingin memastikan kehalalan makanannya.
Sehingga, tercetus bagaimana Muslim mengetahui kehalalan makanannya. “Tentu saja tidak hanya halalan, tapi juga thayyiban,” ujar alumnus Vienna International Christian-Islamic Summer University Austria itu.
Sertifikasi Halal Muhammadiyah?
Maka, Rokib mengungkap, PCIM Jerman mendapat tantangan dari KBRI di Berlin-Jerman, “Kenapa Muhammadiyah tidak mendirikan semacam sertifikasi halal?”
Setelah mendapat tantangan itu, PCIM Jerman berdiskusi lagi. Rokib pun membeberkan ide penting hasil diskusi ini. “Sebetulnya kalau sertifikasi halal saja itu kurang mengena,” komentarnya.
Rokib mengatakan usulan mereka yang justru memiliki pusat riset halal. “Tidak hanya mengeluarkan sertifikasi, tapi dalam prosesnya juga bisa melibatkan negara lain, khususnya para ahli dari Indonesia,” usul alumnus program Academic Recharging di Universitas Frankfurt, Jerman itu.
Pusat riset inilah, yang menurut Rokib menjadi wujud peran penting PCIM di Jerman, bahkan kemungkinan sampai meluas di Eropa juga. “Karena kalau mendirikan sekolah di sini (sama dengan) nguyahi segoro (menggarami lautan),” terangnya.
Sebab, dia menyatakan, sekolah di Jerman sudah gratis. Selain itu, kurikulumnya juga berkembang dengan baik.
“Tapi untuk pusat riset halal ini menjadi cita-cita yang Pimpinan Pusat (PP) semoga saja mendukung, karena besar sekali peluangnya,” ungkap Rokib.
Peluang Besar Pusat Riset
Rokib melihat ini sebagai peluang besar karena melihat pusat riset di sana. “Karena riset, domainnya adalah riset-riset, khususnya masalah pendidikan. Kerja sama perguruan tinggi dan lain-lain itu sangat penting,” jelas pria kelahiran Lembor, Brondong, Lamongan, Jawa Timur itu.
Menurutnya, mendirikan pusat riset ini mudah, asal ada dananya. “Jadi ada syarat yang ditunjukkan sama KBRI, ‘dananya sekian kalau mendirikan’,” tuturnya.
Terlepas dari tantangan dana untuk mendirikannya, Rokib yakin orang Jerman akan sangat menerima pusat riset yang akan PCIM dirikan. “Apalagi kita masuk di lini pendidikan, di lini pusat studi yang mereka sendiri kurang begitu ahli: masalah halalan thayyiban,” kata lulusan Pendidikan Master Jurusan Ilmu Sastra dari Center for Religious and Cross Cultural Studies (CRCS) UGM itu.
Apalagi, dia menyatakan, kebanyakan hanya membahas kehalalannya saja, tapi tidak banyak menyinggung soal thayyiban-nya. Demikian ide yang Rokib sampaikan dalam diskusi itu.
Respon Positif Dubes RI
Dubes RI untuk Lebanon Hajriyanto Yasin Thohari menyampaikan tanggapan positifnya atas ide PCIM Jerman Raya untuk mendirikan pusat riset. Menurutnya, ide ini sangat menarik sehingga perlu ditindaklanjuti dengan mengirim proposal ke Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah.
“Kalau Mas Rokib dan teman-teman bisa menulis proposal, dikirim ke PP Muhammadiyah, setidaknya PP Muhammadiyah terbuka matanya ini ada peluang membuka sebuah kegiatan di Jerman di bidang itu,” tutur Ketua PP Muhammadiyah itu.
Supaya ada gambarannya, lanjut Hajri, bisa dibuat semacam TOR (term of teference atau kerangka acuan kerja) agar bisa dipelajari. Tapi, tambahnya, semakin bagus jika dari awal mengikutsertakan dan melibatkan orang-orang Islam yang memang permanen tinggal di Jerman, “Syukur-syukur orang Jerman lah,” sarannya.
Harapannya, integrasinya menjadi lebih baik. “Saya rasa itu usulan yang sangat penting!” ucapnya.
Mengkaji Program Istimewa PCIM
Hajri lalu memberi gambaran bagaimana pergerakan di Thailand. Dia bercerita, Dr Winai Dahlan—cucu KH Ahmad Dahlan—memiliki The Halal Science Center yang sangat besar sekali. Lokasinya di Bangkok, Thailand, tepatnya di Chulalongkorn University.
Hajri menceritakan hasil pengamatan dari kunjungannya ke sana. “Peralatan-peralatan yang sangat canggih itu sebagian besar dari Jerman,” ungkapnya.
Alat laboratorium penelitian kehalalan itu, lanjutnya, menempati antara dua atau tiga lantai di Chulalongkorn University. “Lembaga semacam itu kalau memang relevan untuk di Jerman, itu menjadi salah satu corak kegiatan PCIM yang istimewa,” komentarnya.
Hajri kemudian menyarankan untuk segera menindaklanjuti ide istimewa itu. Sebab, sebentar lagi PP Muhammadiyah juga merintis pendirian sekolah di Australia yang besar. “Semangatnya kan memang untuk dakwah, tapi bukan dalam artian menyebarkan agama seperti misionaris, karena Islam gak punya misionaris” tegasnya.
Di Islam, tambah Hajri, dai atau mubaligh-nya tidak ada yang profesional. “Yang hidupnya untuk dakwah saja ditanggung hidupnya kan nggak ada. Kalau ada… nggak tahu saya, mungkin dunia ini sudah Islam semua atau sebaliknya,” ujarnya sambil tertawa.
Hajri menekankan, kalau sekarang orang Islam di Eropa mendakwahkan Islam berarti sebenarnya tugasnya bukan sebagai misionari. “PCIM ini harus membentuk program yang bukan konvensional, bukan seperti PC biasa,” tuturnya. (*)
Penulis Sayyidah Nuriyah Editor Mohammad Nurfatoni