PWMU.CO – Ada 245 Kata Takwa dalam Al-Quran, Begini Maknanya dalam “Tadabbur Ayat-Ayat Al-Quran” di Pengajian Orbit yang digelar virtual, Jumat (7/5/21) malam.
Pada pertemuan pengajian terakhir sebelum Idul Fitri itu, Prof Din Syamsuddin mengatakan, di dalam al-Quran, hampir di semua surat, banyak memuat istilah ‘takwa’ dan derivatifnya.
Rashda Diana, istri Din, menambahkan ada sekitar 245 kata dalam al-Quran yang menggambarkan takwa. Harapannya, ketakwaan itu terealisasi dalam kehidupan Muslim, karena bertakwa kepada Allah adalah yang utama bagi Muslim.
“Takwa melingkupi rasa takut, patuh, dan cinta seorang hamba kepada Allah SWT. Hasilnya, ketauhidan mutlak bagi hamba yang bertakwa itu,” ujar Diana.
Sebaran Takwa dalam al-Quran
Prof Din menunjukkan artikel dalam bahasa Arab berisi tabel sebaran kata takwa dalam al-Quran. Dia mengurai, di al-Fatihah tidak ada. Di al-Baqarah terbanyak, yaitu muncul 27 kali.
Kemudian, dili Imran sebanyak 18 kali, diikuti asy-Syuara 17 kali, dan al-Maidah 14 kali. Selain dari surat itu, penyebutan kata takwa hanya 1-3 atau kurang dari 10 kali.
Masih merujuk pada artikel yang sama, Din mengajak survei aneka pengertian kata takwa dan muttaqun dalam ayat-ayat al-Quran. Dia memandu memahami definisi takwa dengan membacakan satu per satu tiga pendapat berikut:
Ali bin Abi Thalib
Din menerangkan, menurut pendapat Ali bin Abi Thalib radhiyallahu anhu. Yaitu Al khaufu minal jalil, ada rasa takut dari Allah yang maha mulia. Kemudian, wal amalu bittanziil, mengerjakan apa yang Allah turunkan. Misal tidak sekadar membaca al-Quran tapi juga mengamalkannya.
Wal qanaatu bil qalil, ada rasa puas terhadap yang sedikit, yang Allah berikan. Kalau ada yang tamak (meminta lebih dan lebih) berarti tidak mengekspresikan ketakwaan.
Dan terakhir, wal istiadaadu liyaumir rakhiila, menyiapkan untuk akhirat atau tidak hanya asik dengan duniawi.
Ibnu Mas’ud
Din menjelaskan, menurut pendapat Ibnu Mas’ud radhiyallahu anhu, mengutip surat Ali Imran ayat 102, takwa itu memiliki tiga arti:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
Kemudian menjelaskan, pertama, ayyuthoa falaa ya’shi. Artinya, menaati Allah, maka tidak bermaksiat kepada Allah.
Kedua, wayadhkur falaa yansa. Artinya, mengingat Allah dan tidak melupakan Allah.
Ketiga, wa aiyyaasykuro falaa yakfur. Artinya, senantiasa bersyukur dan tidak kufur nikmat.
Thalaq bin Habib
Din menjelaskan definisi takwa menurut Tholaq bin Habib rahimahullah. “Attaqwa anta’mala bithaatillah alannurimminallah tarjutsawaaballah waantatraka ma’shiyatallah alannurimminallah takhoofuiqaaballah“
Artinya, takwa itu beramal (berbuat) dan menaati Allah atas cahaya dari Allah, dengan berharap akan balasan Allah, meninggalkan kemaksiatan kepada Allah atas cahaya dari Allah, kamu menakuti hukuman Allah.
Akhirnya Din menyimpulkan, dari ragam pendapat itu, para ulama merumuskan definisi takwa yaitu menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya.
Musa bin A’yana
Terakhir, Din menjelaskan definisi takwa menurut Musa bin A’yana rahimahullah. “Almuttaqun tanazahu an asy-yaai minal khalali makhofatan ayyaqou fil haram fasamahumullah muttaqiin“.
Artinya, orang-orang bertakwa selalu menikmati segala hal yang halal dan takut terjebak pada hal-hal yang haram. Inilah orang-orang yang takut dan bertakwa.
Takwa Melindungi Diri
Diana menerangkan, takwa, dalam bahasa Arab, berasal dari kata waqa, yaqi, wiqayah. Wiqayah berarti menjaga atau menutupi sesuatu dari bahaya.
Jadi, dalam hubungannya dengan Allah, takwa bermakna melindungi diri dari azab Allah yang menyakiti dirinya sendiri. “Kita harus menghindarinya atas dasar menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangannya. Larangan yang menyebabkan kita terjerumus ke neraka,” jelasnya.
Diana juga menerangkan arti takwa menurut Baedhowi. Yaitu menjaga, merawat, atau memelihara dirinya dari apa yang membahayakan dirinya untuk akhirat kelak.
Menurut Baedhowi, lanjutnya, ada 3 makna takwa: melindungi diri dari azab yang kekal di akhirat, menghindari perbuatan syirik dan maksiat kecil, serta memisahkan keburukan dari kabenaran.
Sedangkan, menurut Qurtuby, kata takwa terbentuk dari kehati-hatian. Dengan berhati-hati itu, seseorang sedikit berbicara. Diana menerangkan penyebabnya, seorang yang bertakwa itu akan berbicara dalam kebaikan sesuai petunjuk Allah dan menghindari hal-hal yang melanggar syariat. (*)
Penulis Sayyidah Nuriyah Editor Mohammad Nurfatoni