Menggali hikmah dari buku Ketika Hewan Bercerita, sebuah karya Samsul Arifin MPd, guru MTs Muhammadiyah 2 (Muda) Kedungadem, Bojonegoro.
PWMU.CO – Buku adalah karya yang sangat istimewa. Buku akan dikenang sepanjang masa meskipun penulisnya telah meninggal dunia. Tulisannya akan tetap hidup abadi sepanjang masa. Itulah buku, sekumpulan tulisan karya seseorang.
Buku itu ibarat curahan hati seseorang yang dilampiaskan dalam bentuk tulisan. Seperti buku Ketika Hewan Bercerita karya Samsul Arifin yang diterbitkan Penerbit Pustaka Tunggal ini.
Ketika Hewan Bercerita berisi sekumpulan cerpen yang mengisahkan kehidupan beberapa binatang seperti kera, burung rajawali, cicak, harimau, tikus, katak , hingga semut.
Menggali Hikmah dari Nasihat
Dalam buku tersebut berisi beberapa nasihat kepada kita bahwa sebagai manusia harus menghargai hewan-hewan yang ada di muka bumi. Karena sejatinya, hewan tersebut lahir terlebih dahulu daripada manusia. Janganlah juga membunuh habitat-habitatnya dengan mementingkan nafsu belaka dan tanpa alasan yang jelas.
Salah satu nasihat untuk diambil hikmah datang dari kisah cicak. Hewan yang ditakdirkan tidak bisa terbang namun memangsa binatang yang bisa terbang. Cicak ini yakin dengan takdirnya, yakni memangsa makanannya. Begitupula dengan manusia jangan takut jika kelaparan. Karena manusia diciptakan lebih sempurna.
Ada moto dalam buku tersebut seperti yang termaktub dalam al-Quran Surah al-Insyirah ayat 5 yang berbunyi:
فَإِنَّ مَعَ ٱلۡعُسۡرِ يُسۡرًا
Artinya, ”Karena sesungguhnya bersma kesulitan itu ada kemudahan.”
Kisah lain menceritakan sebuah keluarga kera yang tinggal di sebuah hutan. Kera itu lalu dibunuh sekelompok manusia yang ingin menjadikan hutan tersebut sebagai ladang persawahan. Para manusia tersebut membabi buta membunuh keluarga kera. Tinggal dua ekor kera jantan dan betina yang berhasil menyelamatkan diri.
Mereka melarikan hingga menemukan hutan yang sangat subur yang bernama Samiroto. Dua anak kera hidup di hutan lalu beranak pinak, hingga hutan tersebut menjadi tempat tinggal keluarga kera yang sangat banyak.
Suatu hari sebagian mereka kembali ke hutan yang dijadikan manusia sebagai ladang persawahan. Di persawahan itu, para kera melihat makanan yang ditanam oleh para petani. Kera-kera tersebut merusak area persawahan tersebut dan memakan tanamannya seperti ketela, padi, pisang, dan lainnya.
Buku karya alumnus Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida) ini bisa dibeli di beberapa market place. Bisa juga langsung ke akun media sosial Penerbit Pustaka Tunggal dengan harga Rp 40 ribu. Sedikit cuplikan karya anak bangsa, semoga bisa meningkatkan minat baca di Indonesia. (*)
Co-Editor Darul Setiawan. Editor Mohammad Nurfatoni.