Risiko Nama Panjang Muhammadiyah, kolom bahasa oleh Mohammad Nurfatoni, Pemimpin Redaksi PWMU.CO
PWMU.CO – Muhammadiyah adalah nama organisasi atau persyarikatan yang didirikan oleh KH Ahmad Dahlan pada 18 November 1912. Muhammadiyah bermakna para pengikut Nabi Muhammad SAW.
Nama Muhammadiyah terdiri dari 12 huruf atau karakter. Cukup panjang, dan, apalagi, tidak ada singkatannya. Selama ini ada yang menyingkatnya dengan MD ata MU. Tapi singkatan itu tak resmi dan tidak memenuhi kaidah Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI).
Bahkan dalam percakapan di desa-desa, di mana Muhammadiyah menjadi minoritas, penyebutan MD itu berkonotasi negatif, untuk menunjukkan ‘bukan kita’ yang mayoritas, sebagai stigmatisasi anti-ini dan anti-itu.
Tapi sebaliknya, ‘MD’ yang melekat pada nama Menkopolhukam Mahfud MD, malah jadi ‘kebanggaan’, karena dicandai bawah dia Muhammadiyah.
Berbeda dengan saudara mudanya: Nahdlatul Ulama. Meski terdiri dari dua kata dengan 14 karakter, tapi nama organisasi yang didirikan oleh KH Hasyim Asy’ari, 31 Januari 1926, itu bisa disingkat dengan NU. Dan itu sesuai dengan kaidah singkatan PUEBI: mengambil huruf depan dari dua kata atau lebih.
Risiko Nama Panjang
Karena tidak bisa disingkat, maka Muhammadiyah, mau tidak mau, harus ditulis lengkap. Ini menjadi problem dalam penulisan—kalau pengucapan dalam pidato atau percakapan sehari-hari sih nggak ada masalah.
Sebagai redaktur berita online PWMU.CO milik Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur, saya sering menghadapai masalah itu ketika menyunting berita-berita kegiatan Muhammadiyah. Apalagi jika banyak nama lembaga atau amal usaha terkait Muhammadiyah yang harus disebut dalam berita itu.
Misalnya: Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur M. Saad Ibrahim menghadiri secara virtual pembukaan Musyawarah Wilayah XXII Ikatan Pelajar Muhammadiyah Jawa Timur yang digelar secara tatap muka terbatas di SD Muhammadiyah 4 Surabaya.
Dari kalimat di atas saja sudah ada tiga kata ‘Muhammadiyah’, yang tentu saja, kurang sedap dibaca bahkan melelahkan mata. Bukan hanya itu, panjangnya nama Muhammadiyah juga menyulitkan penulisan judul karena adanya keterbatasan ruang.
Karena itu beruntunglah bagi AUM yang punya rezeki singkatan atau akronim yang khas seperti SDMM untuk SD Muhammadiyah Manyar dan Smamio untuk SMA Muhammadiyah 10 GKB Gresik. Atau UMM untuk Universitas Muhammadiyah Malang.
Soal judul itu Redaktur Senior—dan mantan Pemimpin Redaksi—Jawa Pos Rohman Budijanto pernah memberi bocoran, mengapa Muhammadiyah jarang menjadi headlinekoran itu, dibanding NU misalnya. Ya, karena itu, judul akan jadi panjang. Padahal ruang untuk judul berita utama sangat terbatas.
Tidak hanya Jawa Pos, PWMU.CO juga mengalami kesulitan jika memakai kata Muhammadiyah sebagai judul. Sebab jatah ruang untuk judul sudah terambil sepertiga atau bahkan separuhnya. Ini karena kami menerapkan judul berbasis SEO (search engine optimization) yang merekomendasi hanya 4-5 kata dengan jumlah karakter standar.
Panjang Kuadrat
Nama Muhammadiyah akan menjadi lebih panjang alias panjang kuadrat jika menjadi bagian dari lembaga atau amal usaha. Contoh Rumah Sakit Muhammadiyah Lamongan atau Sekolah Dasar Muhammadiyah Manyar Gresik. Jika ditulis lengkap, 4-5 kata itu sudah memenuhi ruang judul. Sementara frasa itu hanya sebagai subjek atau objek kalimat yang baru bermakna bila ada pelengkapnya. Seperti “Rumah Sakit Muhammadiyah Lamongan Membangun Gedung Baru Berlantai Sepuluh”.
Oleh karena itu banyak amal usaha Muhammadiyah (AUM) membuat singkatan atau akronim untuk menyiasati nama yang panjang itu. Seperti SMA Muhammadiyah 2 Surabaya yang diakronimkan menjadi Smamda.
Sayangnya akronim Smamda bukan monopoli sekolah yang berada di kawasan Pucang itu saja. Di kabupaten lain juga ada SMA Muhammadiyah 2, seperti di Sidoarjo, yang juga memakai akronim Smamda.
Jadi, kalau menyebut Smamda saja belum cukup, harus ditambah Surabaya atau Sidoarjo. Demikian juga Smamsatu akronim dari SMA Muhammadiyah 1. Di Kota Malang ada Smamsatu, di Gresik juga ada Smamsatu. Kasus yang sama terjadi pada SMK Muhammadiyah 2 yang biasa disingkat SMK Muda. Di Surabaya ada, di Gresik juga ada. Binggung kan kalau tanpa disebut kotanya?
Karena itu beruntunglah bagi AUM yang punya rezeki singkatan atau akronim yang khas seperti SDMM untuk SD Muhammadiyah Manyar dan Smamio untuk SMA Muhammadiyah 10 GKB Gresik. Atau UMM untuk Universitas Muhammadiyah Malang.
Sebagai catatan, dulu kampus-kampus Muhammadiyah seragam memakai akronim Unmuh. Ada Unmuh Surabaya, Unmuh Bandung, dan sebagainya. Tapi kini banyak yang mengubahnya. Ada yang pakai UMSurabaya (digandeng) atau atau UM Jember (dipisah). Ada pula Unismuh Makassar atau Umgo (Universitas Muhammadiyah Gorontalo).
Bagi yang tak dapat rezeki akronim atau singkatan yang ‘hoki’ kadang membuat nama alias yang berbeda sama sekali dengan nama aslinya. Seperti Berlian School untuk SD Muhammadiyah 2 GKB Gresik. Nama itu dipilih karena sekolah berada di Jalan Berlian di Perumahan Permata Suci Gresik. Atau Hamas School, nama alias SMP Muhammadiyah 13 Campurejo, Panceng, Gresik.
Kedua nama itu—kalau tanpa disertai nama aslinya—sama sekali tak menunjukkan sebagai sekolah Muhammadiyah. Mungkin malah dianggap Hamas School itu sekolah di Palestina karena mirip dengan nama Hammas sebuah gerakan pembebasan di sana.
Lebih ‘gawat’ lagi bila ada nama web yang panjang seperti muhammadiyahlamongan.com. Rasanya terlalu panjang untuk nama sebuah situs berita.
Belakangan, yang menjadi trend adalah penambahan ‘mu’ pada sebuah nama yang ingin dilekatkan pada Muhammadiyah. Seperti TVMu dan Lazismu. Rasanya imbuan ‘mu’ itu cukup bisa dipahami oleh sebagian masyarakat umum dan bisa jadi solusi. Bahkan kadang bisa dikontraskan dengan NU: seperti Lazismu vs Lazisnu. Tapi ironisnya, untuk menulis PWMU kadang salah ketik (atau keyboard-nya yang mengotomatiskan) menjadi PWNU, he-he-he …
Jika imbuan ‘mu’ itu bisa diterima masyarakat, maka rasanya dapat dipatenkan agar Muhammadiyah bisa disebut dengan ‘Mu’. Nah, jika itu terjadi akan bisa bersaing dengan NU seperti Mancherster United (MU) dengan Newcastle United (NU) di Liga Inggris. (*)