PWMU.CO – Jember menempati kasus stunting tertinggi di Provinsi Jawa Timur, sehingga Aisyiyah mempunyai tugas berat dalam membantu pemerintah mengurangi masalah itu.
Hal tersebut disampaikan Chumaidah SH MHum, Ketua Pimpinan Daerah Aisyiyah (PDA) Kabupaten Jember dalam pertemuan antar cabang di Masjid ar-Ruhama (Padepokan Tapak Suci) Jember, Ahad (12/9/2021).
Dalam pertemuan yang dihadiri 19 dari 23 Pimpinan Cabang Asiyiyah (PCA) yang ada di Kabupaten Jember itu, Menik mengaku ingin menyampaikan keputusan Tanwir Aisyiyah beberapa waktu yang lalu.
“Jember sudah ada di level 2, kami PDA Jember mencoba mengadakan pertemuan ini dengan tatap muka dengan tetap melaksanakan protokol kesehatan. Kami juga membatasi jumlah utusan dari masing-masing cabang,” ujarnya.
Menik Chumaidah mengatakan, Jember menempati peringkat satu dalam beberapa hal seperti stunting, perceraian, dan angka kematian ibu melahirkan, “Ini bukan prestasi yang bisa kita banggakan,” tandasnya.
Dia menanbahkan, menurut keputusan Tanwir, Muktamar Muhammadiyah dan Aisyiyah akan dilaksanakan pada tanggal 18-20 November 2022.
“Kemungkinan Musyawarah Wilayah (Musywil) akan dilaksanakan pada Desember 2022. Berarti Musyawarah Daerah bisa dilaksanakan pada Februari 2023. Nah Musyawarah Cabang dan Musyawarah Ranting sesudahnya. Ini berarti masa kepemimpinan 2015-2020 akan berakhir pada 2023,” imbuh Menik.
“Berpikir positif saja. Dengan demikian kita masih mempunyai waktu untuk menyiapkan kader-kader yang akan mengganti estafet kepemimpinan. Meski yang perlu dipertimbangkan adalah komposisi ke depan 65% dari milenial dan 35% dari senior”, imbuhnya.
Stunting Berbeda dengan Gizi Buruk
Sementara itu, Ketua Majelis Kesehatan dan Lingkungan Hidup (MKLH) PDA Jember, dr Fitriana Putri MSi dalam penjelasannya mengenai stunting mengatakan, sehat itu tidak identik dengan gemuk.
“Anak sehat adalah anak yang aktif bergerak dengan pertumbuhan berat badan dan tinggi badan di atas garis hijau pada Kartu Menuju Sehat (KMS),” ucapnya.
Fitriana menjelaskan, stunting itu berbeda dengan gizi buruk. Kalau gizi buruk ditandai dengan badan yang kurus dan perut yang buncit. Akan tetapi stunting lebih kepada pertumbuhan tinggi badan di bawah normal.
“Penderita stunting di Kabupaten Jember mencapai lebih kurang 20.000 anak. Kita menempati nomer wahid di Provinsi Jawa Timur. Ini sangat memperihatinkan,” katanya.
Dengan status itu, maka Aisyiyah akan menggandeng guru-guru TK ABA di seluruh Kabupaten Jember dan melibatkan kader-kader Nasyiatul Aisyiyah yang rata-rata mempunyai anak balita.
Dokter berkaca mata yang sangat ramah ini menambahkan, guru-guru TK ABA akan dilibatkan dalam bentuk pendataan jumlah siswa yang menderita stunting di masing-masing lembaga.
“Dilanjutkan dengan memberikan pemahaman kepada guru untuk mengawasi bekal yang dibawa peserta didik. Tujuan jangka panjangnya adalah memberikan pemahaman kepada orang tua tentang makanan yang sehat,” papar Fitriana.
Dia menjelaskan, anak-anak tidak mau makan nasi bukan berarti tidak mau makan. Karbohidrat pada nasi bisa diganti dengan kentang atau ketela pohon.
“Pandai-pandai ibu lah untuk mengolah makanan apalagi untuk anak-anak yang baru belajar makan yaitu usia 6 bulan ke atas. Untuk membantu ibu-ibu yang masih menyusui, buatlah suasana yang menyenangkan dan nyaman. Karena ini berhubungan dengan lancar tidaknya air susu ibu,” jelas Fitriana.
Pengurus Program Stunting Dikukuhkan
Dia pun mengapresiasi ibu-ibu Aisyiyah yang tetap menggunakan masker selama acara. Berbeda dengan pertemuan-pertemuan di tempat lain yang buka tutup saat menggunakan masker.
Pada kesempatan ini juga dikukuhkan kepengurusan Program Stunting Aisyiyah Jember ditandai dengan penyerahan SK Kepengurusan dari Ketua Pimpinan Daerah Aisyiyah Jember, Menik Chumaidah kepada Fitriana Putri. (*)
Penulis Humaiyah Co-Editor Nely Izzatul Editor Mohammad Nurfatoni