PWMU.CO – Nadjib Hamid di Mata Tokoh Budha dan Dosen Malaysia. Yaitu Ketua Pimpinan Pusat Persatuan Umat Buddha Indonesia (Permabudhi) Prof Philip Wijaya dan Internasional Islamic University Malaysia Dr Sonny Zulhuda.
Keduanya mengutarakan testimoninya dalam peluncuran buku Nadjib Hamid Mengabdi tanpa Batas yang digelar bersamaan dengan Musyawarah Pimpinan Wilayah Muhammadiyah III Jawa Timur, Sabtu (18/9/2021).
Philip Wijaya mengaku kenal Nadjib Hamid sudah puluhan tahun. “Menurut saya, Pak Nadjib ini orangnya sangat sederhana,” kata Ketua Bidang Pemberdayaan Forum Komunikasi Umat Beragama (FKUB) Jawa Timur.
Menurutnya, Nadjib Hamid orangnya juga suka membantu. “Ketika ada masalah apapun beliau tidak segan-segan langsung turun tangan untuk membantu,” ungkap dia yang sama-sama almarhum aktif di FKUB Jatim.
“Saya bersama beliau sudah ke beberapa tempat. Beliau sangat mempunyai hubungan yang sangat rukun dengan masyarakat sekitar. Terutama dengan masyarakat Muhammadiyah yang beliau kunjungi,” jelasnya.
Dia menegaskan, hal itu adalah sesuatu yang sangat luar biasa. “Di manapun beliau datang, beliau selalu disambut oleh warga Muhammadiyah setempat. Beliau selalu mencari kesempatan untuk berkomunikasi atau berdialog bersama masyarakat. Dan ini bukan semua pimpinan bisa melakukan seperti Pak Nadjib Hamid ini,” kata dia.
Maka saya pikir, sambung dia, Pak Nadjib ini adalah sosok orang yang sangat luar biasa. “Dalam hubungan sehari-hari kita merasa biasa-biasa saja, tetapi setelah beliau tidak ada kita baru bisa merasakan betapa luar biasanya sosok beliau ini,” ujarnya.
Hubungan Spesial
Sonny Zulhuda mengatakan, hubungan dia dan teman-temannya di Malaysia bersama Nadjib Hamid sangat hangat dan spesial. “Sehingga kepergian beliau sangat terasa bagi teman-teman di Malaysia, terutama warga Muhammadiyah,” ungkap Ketua Pimpinan Cabang Istimewa Muhamadiyah (PCIM) Malaysia itu.
“Kami selalu merasa diayomi. Ketika datang di Malaysia, beliau menyempatkan berkunjung di PCIM Malaysia. Itu adalah bentuk kedekatan PCIM Malaysia dengan Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur, secara khusus dengan Pak Nadjib Hamid,” tuturnya.
Dengan meninggalnya Pak Nadjib, sambungnya, kita tidak boleh sedih, namun harus tetap semangat berdakwah meneruskan perjuangannya. “Seperti yang tertulis di bukunya Nadjib Hamid Pengabdian tanpa Batas,” ujarnya.
Dia kemudian mengutip perkataan Imam Ali radhiyallahu anhu yang diabadikan di dalam syair: “Ingatlah wahai anak Adam, kita semua dilahirkan oleh ibu kita dalam menangis, sementara orang-orang di sekelilingan kita tertawa karena penuh rasa kegembiraan.”
“Maka kita lakukan yang terbaik dalam kehidupan kita, agar kita ketika meninggal nanti, meninggal dalam keadaan tersenyum, sementara orang di sekeliling kita yang dalam keadaan bersedih,” turu dia.
Oleh karena itu Sonny Zulhuda mengajak seluruh peserta yang hadir—baik yang ada di Gedung Muhamamdiyah Jatim maupun yang daring—untuk memberikan yang terbaik, sehingga sebuah kehilangan itu bukan untuk dikenang atau dipuja, tapi justru untuk mengingat progres yang ditinggalkan.
“Saya menangis dan bersedih atas meninggalnya beliau. Namun kami berusaha memberikan yang terbaik dan meneruskan perjuangan dakwah beliau. Dalam berdakwah, silaturahmi, berkomunikasi, dan jihad digital. Semoga kita bisa meneruskan perjuangan bapak Nadjib Hamid,” ujarnya.
Kedua tokoh tersebut juga memberikan tulisan testimoni di dalam buku yang diterbitkan Umsida Press tersebut. Selain dia belasan tokoh dan sahabat juga memberikan kesan mendalam.
Di antaranya:` Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Prof Haedar Nashir, Menko PMK Prof Muhadjir Effendy, dan Andrew Kelly—Kepala Bagian Politik dan Ekonomi Konsulat Jenderal Amerika Serikat di Surabaya tahun 2017-2020. (*)
Penulis Alfain Jalaluddin Ramadlan Editor Mohammad Nurfatoni