Rezeki Berkah berkat Orang-Orang Lemah ditulis oleh Ustadz Muhammad Hidayatulloh, Pengasuh Kajian Tafsir al-Quran Yayasan Ma’had Islami (Yamais), Masjid al-Huda Berbek, Waru, Sidoarjo.
PWMU.CO – Kajian Rezeki Berkah berkat Orang-Orang Lemah ini berangkat dari hadits riwayat Abu Dawud sebagai berikut:
عَنْ أَبَى الدَّرْدَاءِ يَقُولُ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ ابْغُونِي الضُّعَفَاءَ فَإِنَّمَا تُرْزَقُونَ وَتُنْصَرُونَ بِضُعَفَائِكُمْ. رواه أبو داود
Dari Abu Ad Darda` berkata; “Saya mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata: “Carikan orang-orang lemah untukku, sesungguhnya kalian diberi rezeki dan diberi kemenangan karena orang-orang lemah kalian.’” (HR Abu Daud)
Ad-Dhuafa
Ad-dhuafa adalah orang-orang yang lemah, baik fisik, ilmu, atau kekurangan harta, dan seterusnya. Allah menciptakan manusia dengan berpasang-pasangan keadaanya, antara laki-laki dan perempuan, demikian pula ada yang lemah dan ada yang kuat dan seterusnya.
Penciptaan demikian adalah sebagai keseimbangan dalam kehidupan umat manusia itu sendiri. Sehingga antara satu dengan lainnya saling berinteraksi karena saling melengkapi dan membutuhkan.
Bagi yang dilebihkan sudah seharusnya memberikan kepada yang kekurangan. Karena ia mendapatkan itu karena faktor dari mereka yang lemah. Dan memang tidak mungkin orang dapat lebih ia mendapatkan kelebihan itu tanpa melibatkan orang lain khususnya orang-orang yang lemah, karena orang yang sama-sama lebih tidak akan mau bekerja pada orang lain.
وَٱللَّهُ فَضَّلَ بَعۡضَكُمۡ عَلَىٰ بَعۡضٖ فِي ٱلرِّزۡقِۚ فَمَا ٱلَّذِينَ فُضِّلُواْ بِرَآدِّي رِزۡقِهِمۡ عَلَىٰ مَا مَلَكَتۡ أَيۡمَٰنُهُمۡ فَهُمۡ فِيهِ سَوَآءٌۚ أَفَبِنِعۡمَةِ ٱللَّهِ يَجۡحَدُونَ
“Dan Allah melebihkan sebahagian kamu dari sebagian yang lain dalam hal rezeki, tetapi orang-orang yang dilebihkan (rezekinya itu) tidak mau memberikan rezeki mereka kepada budak-budak yang mereka miliki, agar mereka sama (merasakan) rezeki itu. Maka mengapa mereka mengingkari nikmat Allah?” (an-Nahl 71)
Manusia Makhluk Mulia
Manusia diciptakan sebagai makluk yang paling baik, dan karena itu semua manusia adalah makhluk mulia. Maka sudah seyogyanya setiap manusia harus menghormati sesama manusia dengan tidak memandang suku bangsa, warna kulit dan gagah tidaknya, atau cantik tidaknya.
Atau dengan kata lain bahwa sesama manusia tidak boleh ada yang memandang rendah atau merendahkan lainnya karena factor-faktor fisik atau lainnya.
Allah Subhanahu wa Ta’ala memuliakan semua anak Adam tanpa kecuali. Dan pada tahap berikutnya yang menjadi perhatian adalah keimanan seseorang kepada Allah, bukan pada fisiknya atau kemampuan atau kapasitas dan posisi yang sedang diembannya.
وَلَقَدۡ كَرَّمۡنَا بَنِيٓ ءَادَمَ وَحَمَلۡنَٰهُمۡ فِي ٱلۡبَرِّ وَٱلۡبَحۡرِ وَرَزَقۡنَٰهُم مِّنَ ٱلطَّيِّبَٰتِ وَفَضَّلۡنَٰهُمۡ عَلَىٰ كَثِيرٖ مِّمَّنۡ خَلَقۡنَا تَفۡضِيلٗا
Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan. (al-Isra’ 70)
Rezeki Kita
Sebagaimana hadits di atas, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam menyampaikan, carikan orang-orang yang termasuk i. Dalam hal ini adalah mereka yang membutuhkan perlindungan, membutuhkan bantuan dan pertolongan. Jadi Rasulullah mengajarkan sebagai bagian dari ridha Rasulullah kepada umatnya, agar kita untuk mendekati mereka dan berusaha memahami keadaan mereka, menjaga hak-hak mereka, serta berbuat baik kepada mereka baik secara perbuatan maupun perkataan.
Merekalah—orang-orang dhuafa—yang menjadikan kalian diberi rezeki. Yakni sering terjadi sumber rezeki kita sesungguhnya dari kerja mereka atau doa-doa mereka untuk kita. Kita dapat memiliki kekayaan dan kemampuan memberikan nafkah keluarga—dengan semua kebutuhan, baik kebutuhan pokok atau kebutuhan lainnya di antaranya tempat tinggal, pendidikan dan lain-lain—adalah di antaranya faktor kerja keras mereka untuk kita.
Sehingga merekalah yang menjadi pintu rezeki bagi kita. Maka sudah seharusnya kita juga memperlakukan yang baik kepada mereka. Bukan sekadar dengan imbalan harta yang mereka butuhkan, akan tetapi termasuk sikap dan perbuatan yang menjadikan mereka merasa tentrram dan damai dalam kehidupannya. Itulah sebabnya perkataan saja yang baik itu jauh lebih baik dari pada pemberian yang disertai perkataan yang menyinggung perasaannya.
قَوۡلٞ مَّعۡرُوفٞ وَمَغۡفِرَةٌ خَيۡرٞ مِّن صَدَقَةٖ يَتۡبَعُهَآ أَذٗىۗ وَٱللَّهُ غَنِيٌّ حَلِيمٞ
“Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik dari sedekah yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan (perasaan si penerima). Allah Maha Kaya lagi Maha Penyantun.” (al-Baqarah 263)
Dengan bersikap loman kepeda mereka dan memberikan hak-hak mereka tanpa menahannya—sekalipun barangkali cuma sedikit—merupakan pintu keberkahan bagi kehidupan kita dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Termasuk jika kita bersedia berkomitmen kebaikan kepada mereka dalam menjalankan ibadah kepada Allah, maka hal itu menjadikan Allah akan semakin loman kepada hamba-hamba-Nya. Karena tidak akan menjadikan miskin orang-orang yang suka bersedekah khususnya kepada kaum dhuafa.
Dalam lanjutan hadits di atas bahwa kaum dhuafa juga merupakan sumber kemenangan dalam sebuah perjuangan. Semangat mereka untuk berjuang dan berkorban sekaligus pembelaan terhadap kita dari musuh sangat luar biasa, dan hal itu sebagai balasan ketulusan cinta kita kepada mereka.
Tetapi sebaliknya jika bukan ketulusan yang kita sampaikan kepada mereka, maka merekapaun tidak dapat memberikan ketulusannya. Begitulah Rasulullah mengajarkan kepada umat ini untuk dapat menghargai dengan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada setiap hamba Allah. Karena kedudukan dan jabatan atau harta duniawi bukanlah sekat yang membedakan antara seseorang dengan hamba lainnya.
Dalam hal ini ada hubungan simbiosis mutualisme karena saling memberikan manfaat antara satu dengan lainnya. Tidak ada yang merasa memberikan manfaat lebih besar karena antara satu dengan lainnya telah berbuat yang terbaik, sehingga kehidupan ini mencapai pada apa yang dicita-citakan.
Jasa kaum dhuafa kepada kita sesungguhnya lebih besar dari jasa kita kepada mereka tanpa kita sadari. Karena justru Allah berempati dan menitipkan rezeki mereka kepada kita yang juga berarti di dalamnya termasuk rezeki kita sendiri. Suatu bentuk kezaliman kepada mereka ketika kita tidak memberikan hak-hak mereka sebagaimana mestinya.
Yang Allah butuhkan adalah kepekaan dan kepedulian kita kepada kaum dlua’fa, dan dengan doa-doa merekalah serta topangan merekalah kita dapat meraih puncak kejayaan, tanpa mereka tentu kita tidak ada apa-apanya. Itulah keseimbangan kehidupan ini yang telah diciptakan oleh Allah, Tuhan Yang Mahabijaksa, Mahalembut dan Maha Berterima Tasih. Wallahul muta’an. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni
Artikel Rezeki Berkah berkat Orang-Orang Lemah ini adalah versi online Buletin Jumat Hanif Edisi 49 Tahun XXV, 24 September 2021/18 Safar 1443.
Hanif versi cetak sejak 17 April 2020 tidak terbit karena pandemi Covid-19 masih membahayakan mobilitas fisik.