PWMU.CO– Prosumer menjadi gejala revolusi digital dan komunikasi yang terus berkembang saat ini. Orang sekaligus menjadi producer dan consumer dalam pembuatan konten di media sosial.
Hal itu dilontarkan pakar komunikasi Universitas Airlangga Dr Suko Widodo di sela menjadi moderator Simposium Kemitraan Pemerintah dan Masyarakat Menangkal Hoax.
Acara diadakan Dinas Informasi dan Komunikasi Pemprov Jatim di Prigen, Jumat (15/10/2021). Hadir sebagai narasumber Kabid Humas Polda Jatim Kombes Gatot Repli Handoko dan Ketua Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) Jatim Arif Rahman.
Menurut Suko Widodo, prosumer adalah konsumen yang produktif. Mereka memproduksi berita sekaligus konsumennya. Inilah yang terjadi dalam dunia medsos sehingga banyak beredar berita hoax. Istilah prosumer dikenalkan oleh Alan Tofler.
”Mestinya tidak semua orang memproduksi berita karena ini mengganggu komunikasi. Padahal fungsi komunikasi untuk keadilan,” ujarnya.
Dengan kondisi itu, dia melihat, media sosial menjadi ajang berkelahi sejak Pilgub DKI Jakarta dan Pilpres 2014 yang terus berlanjut hingga kini. ”Cebong dan kampret sudah beranak pinak hingga sekarang. Karena itu patut diwaspadai Pemilu 2024,” tandasnya.
Suko Widodo juga mengamati perilaku generasi milenial yang suka bermedsos di dunia maya ini berimbas pada perilaku yang tak punya beban sopan santun.
”Contoh, ada mahasiswa yang tak sungkan meminta saya agar menunggunya pukul 12.30 karena mau konsultasi. Ketika sudah saya tunggu, ternyata dia telepon tidak bisa datang tepat waktu karena lalu lintas macet. Saya diminta menunggu satu jam lagi tanpa merasa berdosa,” tuturnya.
Ketua AMSI Jatim Arif Rahman menimpali media sosial memang merusak sopan santun pemakainya. Misalnya menulis kata kasar, memaki seenaknya. ”Ini residu Pilkada DKI dan Pilpres 2014,” katanya.
Media sosial yang banyak memuat konten kasar, makian, hoax, kata dia, FB, Twitter yang produksi jutaan konten tiap hari. ”Tiap hari di medsos banjir informasi. Namanya banjir pasti membawa banyak sampah. Sampah informasi itu adalah berita hoax,” tandasnya.
”Di Indonesia ada 193 juta orang terkoneksi dengan internet. Ini tertinggi rata-rata di dunia. Namun juga orang Indonesoa juga berperilaku buruk bermedsos nomor empat,” ujarnya.
AMSI, kata dia, memerangi hoax dengan menyediakan akun cekfakta.com yang bisa diakses masyarakat untuk mengetahui sebuah informasi itu hoax atau fakta.
Sementara Kombes Gatot Repli Handoko mengatakan, polisi punya perhatian besar untuk menangkal hoax. ”Polisi Biro Multimedia menjelajah dunia nyata dan maya untuk mendeteksi penyebaran hoax,” katanya.
Dia menceritakan, kalau ada berita hoax yang dideteksi awal adalah siapa yang menyebarkan pertama kali. Lalu dibuat profiling pelakunya. Siapa dia, rumahnya di mana, pakai kendaraan apa dan lainnya.
Begitu juga kalau ada postingan bernada ekstrem di FB atauTwitter, WA, sambung dia, Biro Siber bisa ambil alih akun lalu dimasuki dan diisi dengan konten meme, video, atau tulisan.
Di masa pandemi ini, ujar dia, banyak diproduksi informasi Covid-19 atau vaksin yang tidak benar. Tugas polisi siber menyebarkan informasi untuk menjelaskan yang sebenarnya.
Gatot juga berpesan jangan sembarangan menyetujui akses data HP ke orang lain. Sebab data itu bisa disalahgunakan untuk kejahatan. Data yang rawan disedot itu misalnya waktu mengajukan pinjaman online dan e-banking. (*)
Penulis/Editor Sugeng Purwanto
Editor Sugeng Purwanto