“Begitu juga dengan susunan Bestuurs tjabang, diubah sebagai tersebut di bawah ini,” bunyi putusan lain dari rapat anggota itu. Voorzitter (ketua) dipercayakan pada KH Mas Mansur, dengan Vice Voorzitter (Wakil Ketua) S Wondowidjojo. Sementara Penningmeester (bendahara) adalah Ardjosoepoetra, Secretaris I (Soediroatmodjo), Secretaris II (Badjoeri). Selain itu juga ada Commissarissen (Pengawas), yaitu E. Hamid, H Oerip, Pa. Jaminah, dan Wisatmo.
“Segala surat-surat guna cabang Surabaya dan bagaiannya, supaya dialamatkan kepada S Wondowidjojo Vice Voorzitter Muhammadiyah Surabaya, Djagalan Gang 3 No 9 Seorabaja,” begitu tutup informasi itu.
Dalam catatan sejarah, ikatan kader Wali Rongpuluh ini ternyata menjadi kader yang tangguh sebagai pelopor dan tulang punggung gerakan Muhammadiyah. Bahkan mereka yang terlibat dalam peristiwa penting itu menjadi tokoh-tokoh penting dalam pergerakan Muhammadiyah di tinggat lokal, regional, bahkan nasional.
KH Mas Mansur misalnya, selain dipercaya sebagai Ketua Konsul Jawa Timur bagian Surabaya (1931), dia dipercaya sebagai Ketua Majelis Tarjih yang pertama (1927), serta Ketua (Umum) PP Muhammadiyah pada 1937. Kiprahnya yang monumental di tingkat nasional adalah keanggotaannya dalam Empat Serangkai bersama Soekarno, Moh Hatta, dan Ki Hadjar Dewantara, untuk mempercepat kemerdekaan Indonesia.
Satu nama lainnya dari Wali Rongpuluh yang melegenda di Muhammadiyah adalah M. Saleh Ibrahim. Dia tercatat sebagai salah seorang anggota tim perumus “Kepribadian Muhammadiyah”, salah satu putusan monumental Muhammadiyah bisa selamat dari rongrongan Partai Komunis Indonesia (PKI).
Saleh menjadi salah satu sosok yang terlibat langsung dalam perubahan struktur Muhammadiyah: Cabang Surabaya, Konsul Hoofdbestuur (HB) Daerah Surabaya, Perwakilan PB Wilayah Jatim, dan juga Pimpinan Muhammadiyah Wilayah.
Nama lainnya yang cukup melegenda adalah Wisatmo, yang pada tahun 1947-an dipercaya sebagai Ketua Muhammadiyah Cabang Surabaya. Pada 1953, jabatan ketua beralih ke dr. Moh. Suwandhie, tokoh yang namanya diabadikan sebagai nama RSUD Surabaya. Dalam masa kepemimpinan Soewandhi selama 11 tahun (1953-1964), Wisatmo pernah dipercaya sebagai sekretaris.
Dalam kepemimpinan Muhammadiyah Jatim, Wisatmo juga beberapa kali terpilih sebagai anggota pimpinan. Termasuk juga sebagai penasehat. Kiprah lainnya adalah ketika dia sebagai Ketua PD Muhammadiyah Surabaya, sukses sebagai tuan rumah Muktamar ke-40 Muhammadiyah, 24-30 Juni 1978.
Begitulah salah satu teladan para pendahulu Muhammadiyah saat menyambut tahun baru hijriyah. (kholid)