Omicron Telah Masuk ke 89 Negara: Begini Penularan, Gejala, dan Cara Mendeteksinya

Jokowi impor Obat Covid-19, Ini Kata Ahli. Prof Dr Maksum Radji M Biomed Apt juga membedah obat Chloroquine yang telah diproduksi di dalam negeri.
Prof Maksum Radji. (Istimewa/PWMU.CO)

Omicron Telah Menjangkau 89 Negara: Begini Penularan, Gejala, dan Cara Mendeteksinya, laporan kontributor PWMU.CO Isrotul Sukma.

PWMU.CO – Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin telah mengumumkan temuan pertama kasus varian Omicron di Indonesia pada seorang petugas kebersihan yang bekerja di RSDC Wisma Atlet Kemayoran Jakarta, pada tanggal 16 Desember 2021 yang lalu. 

Berdasarkan hasil pelacakan yang dilakukan oleh Kemenkes, kasus Covid-19 varian omicron pertama di Indonesia diduga kuat berasal warga negara Indonesia (WNI) yang pulang dari Nigeria pada tanggal 27 November 2021, dan melakukan karantina di Wisma Allet Kemayoran Jakarta. 

Selain itu pada tanggal 18 Desember 2021 yang lalu, juru bicara program vaksinasi Covid-19 Kemenkes, dr Siti Nadia Tarmidzi juga mengatakan telah ditemukan lagi dua kasus baru yang merupakan hasil pemeriksaan sampel dari 5 kasus probable Omicron yang baru kembali dari luar negeri. Satu kasus adalah WNI yang datang dari Amerika Selatan dan satu lainnya dari Inggris. Keduanya saat ini sedang menjalani karantina di Wisma Atlet.

Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC) juga  mengumumkan pada Senin (20/12/2021) bahwa 73 persen dari kasus Covid-19 baru yang terdeteksi pada pekan sebelumnya adalah varian Omicron.

Jadi, seberapa jauh kekhawatiran terhadap varian virus Corona Omicron ini?  Berikut adalah hasil wawancara kontributor PWMU.CO Isrotul Sukma dengan Prof Maksum Radji dari Farmasi Fikes Universitas Esa Unggul Jakarta, yang juga Pembina Pondok Pesantren Muhammadiyah Babussalan, Socah Bangkalan, Rabu (22/12/2021).

Seberapa jauh penularan varian Omicron

Sejak WHO menetapkan bahwa varian terbaru virus SARS-COV-2 yakni varian Omicron sebagai Variant of Concern (VOC), pada 26 November 2021 yang lalu, hanya dalam kurun waktu beberapa pekan, Omicron telah menyebar tidak hanya di seluruh Afrika Selatan, di mana pertama kali varian Omicron ini dtemukan, tapi telah tersebar di berbagai negara lain. 

WHO menyebutkan sampai tanggal 18 Desember 2021, terdapat 89 negara yang telah melaporkan adanya kasus Omicron. Kini kasus varian Omicron ini telah tersebar di seluruh belahan dunia yakni di Australia, Afrika, Asia, Eropa, Amerika Utara dan Amerika Selatan.


Sebagaimana dilansir dari situs https://time.com/6130002/omicron-variant/ tanggal 18 Desember 2021, WHO juga mengakui varian Omicron menyebar pada tingkat yang belum pernah terjadi dengan varian-varian sebelumnya. 

Disebutkan bahwa jumlah kasus Covid-19 Omicron meningkat dua kali lipat dalam 1,5 sampai 3 hari terakhir di wilayah yang telah terjadi penularan lokal varian Omicron tersebut. Walaupun demikian, data keparahan klinis varian Omicron juga masih terbatas. 

Dibutuhkan lebih banyak data untuk memahami profil keparahan dan bagaimana keparahan dipengaruhi oleh vaksinasi dan kekebalan yang sudah didapat, serta tingkat replikasi varian Omicron dibandingkan Variant of Concerns lainnya.

Menurut salah satu hasil penelitian pendahuluan yang dilakukan di Afrika Selatan, disebutkan Omicron menunjukkan pertumbuhan eksponensial selama periode empat pekan di Gauteng dari 8 November-5 Desember 2021, dan diperkirakan lebih cepat menular dibandingkan dengan wabah Covid-19 pertama, yang terjadi pada musim semi 2020. Saat itu belum ada program vaksinasi ataupun upaya anjuran protokol kesehatan.

Pada Studi Afrika Selatan lainnya, sebagaimana dilansir dari https://www.medrxiv.org/content/ pada 1 Desember 2021 yang lalu disebutkan adanya dugaan infeksi ulang sebanyak 35.670 kasus di antara 2.796.982 kasus SARS-CoV-2 yang yang telah terkonfirmasi. 

Diperkirakan bahwa rasio bahaya untuk infeksi ulang ini sekitar 2,39 kali lipat lebih tinggi selama gelombang wabah Omicron (1 November-27 November 2021) dibandingkan selama gelombang pertama wabah virus SARS-CoV-2. 

Penyebaran Omicron juga dilaporkan terjadi dengan cepat di negara yang memiliki tingkat vaksinasi masing-masing 69 persen dan 77 persen di Denmark dan Inggris.  

Adanya berbagai laporan bahwa Omicron terus menyebar di wilayah dengan prevalensi tinggi di daerah yang telah divaksinasi sangat memprihatinkan para ilmuwan. Dikhawatirkan bahwa varian Omicron ini akan dapat menjadi varian yang dominan di seluruh dunia.

Selain itu, dilansir dari situs https://www.med.hku.hk/en/news/press/ sebuah penelitian secara in vitro di laboratorium, yang dilakukan di Fakultas Kedokteran, Universitas Hong Kong disebutkan bahwa pseudovirus Omicron berkembang biak 70 kali lebih cepat daripada strain SARS-CoV-2 asli di jaringan saluran pernafasan atas (bronkus) manusia secara in vitro. 

Namun pseudovirus Omicron ini direplikasi hampir 10 kali kurang efisien di jaringan paru-paru dibandingkan dengan strain aslinya. Hal inilah yang memungkinkan diperkirakan kenapa tingkat keparahan penyakit yang disebabkan oleh varian Omicron ini lebih rendah dari varian lainnya.

Baca sambungan di halaman 2: Apakah gejala penyakit yang disebabkan oleh varian Omicron lebih parah daripada varian lainnya?

Jokowi impor Obat Covid-19, Ini Kata Ahli. Prof Dr Maksum Radji M Biomed Apt juga membedah obat Chloroquine yang telah diproduksi di dalam negeri.
Prof Maksum Radji. (Istimewa/PWMU.CO)

Apakah gejala penyakit yang disebabkan oleh varian Omicron lebih parah daripada varian lainnya?

Gejala infeksi varian Omicron umumnya bersifat asimptomatis, atau bergejala ringan. Walaupun demikian sejatinya kita harus tetap berhati-hati dan waspada. 

Khususnya bagi mereka yang tergolong rentan terhadap infeksi virus penyebab Covid-19 ini, misalnya memiliki penyakit penyerta, mengingat sudah adanya pasien varian Omicron yang dilaporkan meninggal dunia di Inggris. 

Gejala klinis varian Omicron yang ringan atau hampir tidak bergejala ini dapat menjadikan seseorang abai dan tetap dapat beraktivitas seperti bias. Bahkan dapat bebas bepergian atau kumpul-kumpul bersama. 

Sehingga bisa saja hal ini merupakan salah satu faktor pemicu kecepatan penyebaran varian Omicron di masyarakat.  Apalagi belakangan ini penerapan protokol kesehatan cenderung mulai diabaikan oleh sebagian masyarakat. 

Adapun gejala yang paling umum dirasakan adalah batuk, kelelahan, hidung tersumbat dan pilek. Sebagaimana dilansir https://www.cdc.gov/mmwr/volumes/70/ tanggal 10 Desember 2021, Pusat Pengendalian Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC) menyebutkan bahwa penderita Covid-19 varian Omicron paling banyak mengeluhkan gejala batuk sekitar 89 persen, mudah lelah 65 persen, dan pilek atau hidung tersumbat sebanyak 59 persen.  

Selain ketiga gejala utama tersebut gejala lain yang dialami penderita Covid-19 varian Omicron adalah demam (38 persen), mual atau muntah (22 persen), sesak napas (16 persendiare (11 persen), dan anosmia atau hilangnya kemampuan penciuman (8 persen). 

CDC juga melaporkan bahwa varian Omicron dapat menginfeksi kelompok umur 18-39 tahun (58 persen), diikuti kelompok 40-64 tahun (23 persen), kelompok umur 65 tahun ke atas (9 persen), dan 18 tahun ke bawah (9 persen).

Apakah vaksin Covid-19 tetap protektif terhadap varian Omicron?

Hingga saat ini para peneliti masih terus melakukan penelitian tentang apakah vaksin yang saat ini beredar masih efektif untuk mengatasi varian Omicron. Beberapa penelitian yang dilakukan masih sangat terbatas dan masih pada skala laboratorium. 


Menurut Pfizer dan BioNTech https://www.pfizer.com/news/press-release/ dalam siarana pers nya dilaporkan bahwa studi laboratorium awal menunjukkan bahwa tiga dosis Vaksin Covid-19 Pfizer-BioNTech dapat menetralkan varian Omicron, sementara dua dosis vaksin menunjukkan adanya penurunan titer antibodi netralisasi. 

Data menunjukkan bahwa dosis ketiga vaksin Pfizer BioNTech mampu meningkatkan titer antibodi sebesar 25 kali lipat dibandingkan dengan dua dosis terhadap varian Omicron. Karena 80 persen epitop dalam protein spike (S) virus yang dikenali oleh sel T CD8+ maka efektifitas vaksin tidak terpengaruh oleh mutasi pada varian Omicron, dua dosis masih dapat menginduksi perlindungan terhadap tingkat keparahan penyakit dan perawatan di Rumah Sakit.


Laman Discovery Health, https://www.discovery.co.za/corporate/news-room pada tanggal 14 Desember 2021, melansir info penelitian yang dilakukan di Afrika Selatan terhadap lebih dari 211.000 hasil tes positif Covid-19. 

Disebutkan bahwa vaksinasi Pfizer-BioNTech dua dosis memberikan perlindungan 70 persen terhadap komplikasi parah Covid-19 yang memerlukan rawat inap, dan perlindungan 33 persen terhadap infeksi Covid-19, selama gelombang Omicron saat ini. 

Selain itu, bagi individu yang pernah menderita Covid-19 sebelumnya, memiliki risiko infeksi ulang dengan Omicron dibandingkan dengan varian sebelumnya. 

Studi ini juga mengungkapkan bahwa, sementara orang dewasa 29 persen lebih kecil kemungkinannya dirawat di rumah sakit yang disebabkan oleh Omicron. Untuk anak-anak 20 persen berisiko dirawat di rumah sakit akibat varian Omicron. Namun demikian berdasarkan berbagai laporan disebutkan bahwa penyakit parah jarang terjadi pada pasien yang telah divaksinasi lengkap. 

Vaksinasi memberikan perlindungan 70 persen terhadap rawat inap, dan dilaporkan bahwa bahwa vaksin tetap menjadi pertahanan terbaik terhadap semua varian yang beredar, termasuk Omicron.

Baca sambungan di halaman 3: Bagaimana dengan mutasi varian Omicron?

Jokowi impor Obat Covid-19, Ini Kata Ahli. Prof Dr Maksum Radji M Biomed Apt juga membedah obat Chloroquine yang telah diproduksi di dalam negeri.
Prof Maksum Radji. (Istimewa/PWMU.CO)

Bagaimana dengan mutasi varian Omicron?

Berdasarkan analisis Whole Genome Sequencing (WGS), varian Omicron memiliki setidaknya 50 mutasi sepanjang genomnya, yang membedakannya dari strain asli SARS-CoV-2. Tiga puluh di antaranya terjadi pada gen S (spike), beberapa di antaranya tumpang tindih dengan mutasi yang sebelumnya diidentifikasi pada VOC lain (Alpha, Beta, Gamma dan Delta), serta sejumlah mutasi yang dianggap unik pada varian Omicron.

Protein S atau protein tanduk SARS-CoV-2 adalah bagian dari virus yang mengenali dan mengikat reseptor ACE2 manusia. Perotein tanduk (spike) ini sangat penting bagi virus untuk menginfeksi sel manusia dan merupakan target utama vaksin Covid-19, serta antibodi netralisasi yang ditimbulkan oleh infeksi alami.  Mutasi yang menyebabkan perubahan pada struktur dan/atau fungsi spike atau tanduk ini memungkinkan virus kurang dapat dikenali oleh antibodi yang ada. 

Adanya beberapa mutasi di wilayah kunci gen S varian Omicron ini, termasuk pada domain pengikatan reseptor (RBD), situs pemecahan furin dan supersite antigen N-terminal domain (NTD) ini masih perlu dipelajari dan diteliti lebih lanjut, efeknya terhadap peningkatan penularan, efektifitas vaksinasi, dan juga cara deteksi varian Omicron.

Tingginya mutasi pada gen spike varian Omicron ini yang dikhawatirkan dampaknya oleh para peneliti terutama terhadap kecepatan penularan dan efektifitas vaksin yang saat ini digunakan. Protein spike terdiri dari 2 subunit (S1 dan S2) yang harus dipisahkan satu sama lain untuk memediasi fusi membran memasuki sel inang dan bereplikasi dalam sel inangnya. 

Situs pemecahan furin yang ada diantara kedua sub-unit protein S1 dan S2 merupakan situs yang penting di mana pemisahan itu terjadi. Situs pemecahan rantai protein S1 dan S2 oleh enzim protease ini merupakan elemen kunci dari patogenesis SARS-CoV-2, dan mutasi di wilayah ini telah dikaitkan dengan peningkatan infeksi dan penularan. Furin adalah endoprotease seluler yang secara proteolitik mengaktifkan berbagai substrat proprotein, termasuk protein S (spike/tanduk) pada virus SARS-COV-2. 

Adanya mutasi pada situs pemotongan furin ini menyebabkan pemotongan rantai protein S1 dan S2 semakin efektif, sehingga mutasi pada gen ini dikaitkan dengan kecepatan varian Omicron memasuki sel inang dan dengan mudah dapat bereplikasi. 

Sebagai contoh, misalnya varian Alpha, Delta dan Omicron memiliki substitusi prolin menjadi arginin pada posisi 681 (P681H). Mutasi ini membuat situs pemotongan lebih dapat dikenali oleh enzim furin, memfasilitasi pemecahan protein spike (S) sehingga membuat infeksi lebih efisien. 

Selain itu varian Gamma dan Omicron memiliki mutasi tambahan, substitusi histidin menjadi tirosin pada posisi 655 (H655Y), yang terletak di dekat situs pemecahan furin, walaupun hal ini masih memerlukan pemahaman lebih lanjut. 

Bagaimanapun juga, penelitian lanjutan masih perlu dilakukan untuk mempelajari banyaknya mutasi dan efek dari mutasi-mutasi unik pada varian Omicron ini.

Baca sambungan di halaman 4: Bagaimana varian Omicron terdeteksi?

Jokowi impor Obat Covid-19, Ini Kata Ahli. Prof Dr Maksum Radji M Biomed Apt juga membedah obat Chloroquine yang telah diproduksi di dalam negeri.
Prof Maksum Radji. (Istimewa/PWMU.CO)

Bagaimana varian Omicron terdeteksi?

Deteksi standar varian-varian SARS-COV-2 termasuk varian Omicron memerlukan cara yang akurat yaitu dengan cara whole genome sequencing (WGS). Selain itu varian-varian SARS-COV-2 juga dapat dideteksi dengan teknik PCR (polymerase chain reaction). 

Tes PCR yang digunakan di Indonesia umumnya dapat mendeteksi keberadaan tiga gen struktural pada virus Corona yakni gen spike (S), gen nucleocapsid (N2) dan gen cangkang (E). 

Mengingat bahwa banyaknya mutasi yang terdapat pada gen S (spike) varian Omicron, khususnya pada posisi 69-70, maka gen S ini tidak dapat terdeteksi dengan PCR. Akan tetapi PCR masih dapat mendeteksi gen-gen lainnya. 

Oleh sebab itu untuk deteksi awal varian Omicron ini digunakan metode S Gene Target Failure (SGTF), di mana gen S tidak terdeteksi dengan PCR. Fenomena ini disebut juga dengan drop out gen S.

Dengan demikian intrepretasinya adalah jika gen S tidak terdeteksi, maka kemungkinan infeksi virus disebabkan oleh varian Omicron. Sebaliknya, bila gen S terdeteksi, maka kemungkinan infeksi bukan disebabkan oleh varian Omicron.

Hasil swab PCR positif untuk Omicron ini kemudian perlu dianalisis lebih lanjut, menggunakan teknik whole genome sequencing (WGS). Deteksi WGS varian Omicron membutuhkan waktu sekitar 4-7 hari.

Bagaimana cara mengatasi penyebaran varian Omicron?

Omicron menyebar dengan cepat ke seluruh dunia, dan kita dihadapkan pada kenyataan bahwa adanya peningkatan reinfeksi. Meskipun data awal menunjukkan bahwa varian Omicron hanya menimbulkan gejala ringan, namun tetap harus diwaspadai, kemungkian dapat menyebabkan penyakit yang lebih serius. 

Data awal menunjukkan vaksin masih memberikan perlindungan terhadap rawat inap dan tingkat keparahan akibat infeksi varian Omicron. Penelitian terbatas menunjukkan bahwa dosis tambahan atau booster vaksin dapat menguatkan aktivitas antibodi netralisasi terhadap varian Omicron. 

Penerapan protokol kesehatan dan meningkatkan cakupan vaksinasi termasuk vaksinasi pada anak, masih merupakan upaya pertahanan yang teraman dan efektif melawan komplikasi parah Covid-19, terlepas dari varian apapun yang beredar. 

Oleh sebab itu disiplin dalam mematuhi anjuran protokol kesehatan, meningkatkan program 3T dan meningkatkan daya tahan tubuh dengan mengkonsumsi makanan bergisi yang seimbang, rutin berolahraga, seraya senantiasa berdoa memohon perlindungan kepada Allah Yang Maha Kuasa, Insyaaallah kita akan terhindar dari wabah Covid-19 ini dan wabah penyakit menular lainnya.

Semoga Allah senantiasa melimpahkan rahmat-Nya bagi kita semua. Amin. (*)

Editor Mohammad Nurfatoni

Exit mobile version