Semangat Mengabdi
Sewaktu PP Muhammadiyah membentuk Aisyiyah pada 1917, Siti Badilah termasuk salah satu peserta rapat. Hasil rapat, Siti Badilah masuk dalam kepengurusan yang pertama sebagai sekretaris. Adapun ketuanya dipercayakan kepada Siti Bariyah.
Pada Muktamar Muhammadiyah ke-31 di Yogyakarta, Siti Badilah mendapat amanah menjadi Ketua Aisyiyah periode 1951-1953. Memang, Siti Badilah berkali-kali menduduki jabatan sebagai Ketua Aisyiyah.
Di antara yang menarik pada Siti Badilah, bahwa dia punya prinsip pengorbanan yang kuat di dalam bermuhammadiyah. Menurut dia, “Orang-orang Muhammadiyah tidak hanya merelakan harta benda dan waktunya untuk Muhammadiyah, tetapi dirinya juga direlakan. Seorang bapak mengorbankan seluruh waktunya untuk Muhammadiyah dan si ibu berjuang memenuhi keperluan hidup rumah-tangga. Sebaliknya bila si ibu berdakwah, maka si bapak yang mencukupi segala keperluan rumah tangga”.
Masih di soal pengorbanan. Kata Siti Badilah, “Tanamkan kembali dan hayatilah betul-betul nilai-nilai pengabdian, dan kita mulai dari kalangan Muhammadiyah sendiri.”
Berbagai Amanah
Pada Muktamar 1922, Siti Badilah ditunjuk PP Muhammadiyah untuk berbicara memperkenalkan Aisyiyah di hadapan peserta. Kemudian, disusul adanya keputusan agar seluruh cabang, daerah, dan wilayah mendirikan Aisyiyah (bagian perempuan Muhammadiyah).
Pada tahun 1927, Siti Badilah menjadi anggota pimpinan majalah Suara Aisyiyah. Pada tahun 1928, Siti Badilah menjadi peserta Kongres Perempuan Indonesia I, mewakili utusan PP Muhammadiyah.
Di sekitar 1930-an, Siti Badilah diminta Aisyiyah Bengkulu untuk menjadi guru dan membimbing Aisyiyah di sana. Di situlah Siti Badilah bertemu dengan Fatmawati sebagai murid di sekolah Muhammadiyah.
Pada 1938, muktamar ke-27 diselenggarakan di Kota Malang. Di kala itu, Siti Badilah terpilih sebagai Ketua.
Di masa penjajahan Jepang, Siti Badilah beserta para Pimpinan Pusat Aisyiyah tetap menjalankan aktivitas organisasi meski kala itu Pemerintah Jepang melarang semua organisasi kemasyarakatan berkegiatan. Tapi, kala itu, dengan berbagai cara, Aisyiyah terus beraktivitas termasuk di daerah-daerah.
Baca sambungan di halaman 3: Guru dan Mubalighah