PWMU.CO– UU Ibu Kota Negara (RUU IKN) yang sudah disahkan DPR bisa saja dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Konsep Otorita IKN tidak sejalan dengan paradigma pemerintahan daerah.
Hal tersebut disampaikan pakar hukum tata negara Universitas Muslim Indonesia, Dr Fahri Bachmid SH MH, dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (22/1/2022).
Menurut Fahri Bachmid, UU Ibu Kota Negara yang disahkan rapat paripurna DPR itu berpotensi memunculkan masalah serius secara konstitusional.
Dia menyampaikan, konsep otorita IKN berpotensi tidak sejalan dengan paradigma pemerintahan daerah sesuai desain konstitusional sebagaimana diatur dalam ketentuan pasal 18 UUD 1945.
Rumusan konstitusionalnya mengatur konsep, struktur, bentuk serta mekanisme secara baku dan diatur dalam ketentuan pasal 18 ayat (1) sampai ayat (7).
Pasal 18, menurut Fahri Bachmid, mengatur tentang pembagian dan susunan tata pemerintahan daerah Indonesia. Pembagian pemerintahan terdiri dari provinsi, kabupaten dan kota.
Pada ayat (2), pemerintahan provinsi, kabupaten dan kota mangatur pemerintahannya masing-masing sesuai asas otonomi dan tugas pembantuan.
Ayat (3) menjelaskan perumusan bahwa Pemerintah Provinsi, Kabupaten dan Kota memiliki DPRD yang anggotanya dipilih melalui Pemilihan Umum (Pemilu).
Dalam ayat (4) mengatur, bahwa Gubernur, Bupati dan Walikota, sebagai kepala pemerintahan dipilih secara demokratis yang diamanahkan menjalankn otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang dalam UU ditentukan sebagai urusan pemerintahan pusat.
”Dengan demikian, jika mendasarkan pada studi hukum tata negara mengenai metode penafsiran berdasarkan original intent maka sangat sulit serta tidak kompatibel dengan makna dan paradigma yang telah diatur dalam dalam ketentuan pasal 18 dan 18A UUD 1945,” urai Fahri.
Fahri menilai, jika bangunan politik hukum yang digunakan pemerintah dan DPR untuk mengonstruksikan konsep otorita dalam UU IKN yang baru disahkan menjadi tidak sejalan dengan spirit konstitusi sepanjang terkait dengan konsep dan tata kepemerintahan daerah sesuai UUD.
Dengan demikian, lanjut Fahri, jika ada warga negara yang memiliki legal standing serta interest standing terkait konstitusionalitas otorita IKN, maka secara teoritik, MK bisa saja membatalkan atau dapat menyatakan konsep otorita yang terdapat dalam UU IKN itu dinyatakan inkonstitusional.
”Ini adalah sesuatu yang sangat riskan, hemat saya idealnya konsep dalam membangun pemerintahan dalam UU Ibu Kota Negara ini haruslah sejalan dan taat pada asas yang telah diatur dalam konstitusi, agar tidak menjadi problem teknis ketatanegaraan dalam urusan pemerintahan,” tutup Fahri Bachmid. (*)
Penulis Rizal Aminuddin Editor Sugeng Purwanto