Tulislah Segala Sesuatumu, seperti Kamu Menulis Diary, laporan Zulfatus Salima, kontributor PWMU.CO Lamongan.
PWMU.CO – Literasi erat kaitannya dengan kemampuan membaca dan menulis. Antara membaca dan menulis, keduanya saling berkaitan. Jika berbicara tentang menulis secara otomatis bicara juga tentang membaca.
Demikian disampaikan Kepala SD Muhammdiyah Manyar (SDMM) Gresik Ria Pusvita Sari MPd dalam Seminar Literasi bertema: Literasi Kebudayaan Perempuan Indonesia yang diselenggarakan Organisasi Pelajar Pondok Karangasem (OPPK) Putri di Gedung KH Abdurrahman Syamsuri, Pondok Pesantren Karangasem, Paciran, Lamongan, Senin (24/2/2022).
“Bicara tentang literasi, erat kaitannya dengan kemampuan seseorang dalam membaca dan menulis. Jadi keduanya ini saling berhubungan. Salah satu hubungannya itu sama-sama tidak bisa dilakukan kalau buta huruf,” ujarnya.
Maka dari itu, pesannya, “Tulislah segala sesuatumu, seperti kamu menulis diary. Dan kalau saya menyuruh menulis, secara tidak langsung saya juga menyuruh untuk membaca, ya adik-adik. Jadi, ayo baca buku sebanyak-banyaknya.”
Vita, sapaan akrabnya, lalu mengaitkan soal tulis menulis itu dengan menjelaskan budaya dan kebudayaan. Keduanya adalah hal yang berbeda. Budaya adalah ciri khas tertentu dan erat kaitannya dengan cara hidup masyarakat. Sedangkan kebudayaan adalah hasil dari budaya.
Kalau sampai merasakan ndak enak kalo ndak menulis, itu sudah dikatakan kebudayaan menulis.
Ria Pusvita Sari
“Jadi, kalau budaya itu cara hidup masyarakat sedangkan kebudayaan itu hasilnya. Misalnya shalat malam, itu dijadikan shalat wajib di pondok. Ini bisa dikatakan budaya,” terangnya.
Tapi, sambung dia, kalau sudah dilakukan secara terus-menerus sampai lulus pun masih nggak enak kalau meninggalkan itu sudah menjadi kebudayaan bagi adik-adik semua. Karena kebudayaan itu tidak bisa dibuat dalam sehari atau dua hari tapi berkelanjutan.
Menulis sebagai Kebudayaan
Berkaitan dengan menulis, dia mengatakan, kalau sampai ada perasaan tidak enak kalau tidak menulis, berarti menulis itu sudah menjadi kebudayaan.
Maka—kata Sekretaris Departeman Pendidikan Pimpinan Wilayah Nasyiatul Aisyiyah (PWNA) Jawa Timur itu—apabila ingin menulis maka tulis yang ada dalam pikiran dan jangan takut salah karena salah itu urusan kesekian yang penting berani mencoba.
“Nah, kalau sudah mau menulis, tulislah apapun yang ada dalam pikiran. Cukup tulis semuanya sampai selesai dan jangan takut gagal karena kegagalan itu sudah biasa. Yang penting berani dulu, salah urusan sekian. Kalau sampai merasakan ndak enak kalo ndak menulis, itu sudah dikatakan kebudayaan menulis,” urainya.
Pelatih Ahli Program Sekolah Penggerak itu berpesan kepada para santriwati Pondok Pesantren Karangasem, agar menciptakan karya. Dengan menulis bisa menjadi siapapun yang dimau dan dikenal orang lain sehingga dapat menambah relasi.
Selain itu, Vita juga mengajak santriwati untuk lebih banyak menulis dan menganjurkan untuk bisa disebarkan di media online sehingga dapat menjangkau pembaca yang lebih luas.
“Adik-adik buktikan bahwa perempuan juga punya karya, tunjukkan terutama pada pondok putra kalau pondok putri juga bisa menciptakan karya. Salah satunya dengan tulisan,” tutur co-editor PWMU.CO itu.
Baca sambungan di halaman 2: Menyalurkan Hobi Menulis