Paradoks Agama Sempurna oleh Nurbani Yusuf, Komunitas Padhang Makhsyar.
PWMU.CO– Bukankah Islam agama sempurna, tapi kenapa banyak hal-hal yang belum selesai?
Malam ganjil bagiku, adalah malam genap bagimu. Mailaikatpun bingung menetapkan lailatul qadar.
Umat Islam seperti tidak pernah sepi dibekap selisih. Pertanyaan besar buat agama yang dibilang paling sempurna. Ternyata banyak hal-hal yang masih belum selesai. Akibatnya pertengkaran dan perselisihan terus berlangsung di atas kesempurnaan.
Di setiap Ramadhan disibukkan dengan penentuan tanggal satu Ramadhan dan satu Syawal. Berbagai ikhtiar diupayakan ada permufakatan tapi malah sebaliknya: umat Islam justru bermufakat untuk tidak mufakat.
Tidak mufakat tentang satu Ramadhan, tidak mufakat tentang satu Syawal dan tidak mufakat tentang banyak hal yang lainnya. Paradoks agama sempurna. Di mana Allah telah menyatakan sempurna dan mencukupkan nikmat.
Islamnya yang sempurna, tapi tidak bagi umatnya. Sebagaimana dicemaskan Syaikh Muhammad Abduh dan muridnya Syaikh Muhammad Rasyid Ridha.
Selisihpun melahirkan friksi, kelompok, aliran yang melibatkan manhaj, madzhab dan entah apalagi. Masing-masing berlomba-lomba berbeda pendapat tidak ada yang mau mengalah, semua merasa metodenya yang paling benar paling sahih dan paling mendekati Rasulullah saw.
Banyak fatwa asal beda, tapi tidak memperhatikan maslahat. Awal Ramadhan dan satu Syawal misalnya, adalah ibadah-ibadah yang bersentuhan dengan publik, mestinya bisa disatukan.
Kenapa berbeda-beda, karena saking banyaknya produk fatwa. Bukankah ini hanya soal mudah. Tentukan siapa yang kompeten menetapkan awal tahun dan awal bulan. Jangan serahkan pada pasar. Satu produk fatwa. Selesai dengan ringkas.
Ini bukan soal kalender Islam internasional yang hanya gema, tapi lebih pada ego kelompok dan ikhtiar merawat eksistensi manhaj.
Jadi bukan soal kehendak menyatukan umat Islam dalam jamaah tapi lebih pada niat agar manhajnya terlihat benar meski dilakukan dengan berbagai cara.
Semangat asal beda inilah yang menjadi pangkal segala soal. Apalagi kemudian ditambah dengan energi politik yang menggerakkan. Sudah pasti bakal seru. Impian umat Islam bakal bersatu dalam satu kalender hanya soal mimpi.
Jadi benarkah umat Islam tak bisa disatukan. Bukan pesimistis tapi 1.448 tahun semenjak ditinggal Nabi saw nyatanya umat Islam terus berselisih. Dalam banyak hal. Mungkin ada puluhan ribu ikhtilaf yang terus bertambah dan bergerak menjauh. (*)
Editor Sugeng Purwanto