Keluarga sebagai Pusat Pengembangan Budaya; liputan Anis Shofatun, kontributor PWMU.CO dari Gresik.
PWMU.CO – Peran keluarga sebagai pusat pengembangan budaya keluarga (family culture) disampaikan Awang Setiawan Wicaksono SPsi MPsi dalam program Kemah Dakwah Keluarga, Sabtu (23/4/2022) malam.
Kemah Dakwah Keluarga ini diselenggarakan oleh Masjid KH Ahmad Dahlan Gresik, Sabtu-Ahad (23-24/4/2022).
Pada awal pemaparan materi bertema Pengelolaan Keluarga dalam Perspektif Psikoligi, Awang menyampaikan pentingnya sikap saling terbuka dan komunikasi antar anggota keluarga.
“Keluarga itu memiliki fungsi ekspresif. Maka bila ada sikap saling menyimpan permasalahan dan setiap keluarga menganggapnya sebagai me time. Ini artinya fungsi keluarga sudah hilang,” katanya.
Dosen Universitas Muhammadiyah (UMG) Gresik itu kemudian menjelaskan fungsi ekspresif yang dimaksud setiap anggota keluarga saling menunjukan siapa dirinya bukan untuk tujuan sombong tapi menunjukan fungsi dan perannya dalam keluarga.
Dia menjelaskan perbedaan peran dalam keluarga. Seorang ayah memiliki peran utama sebagai kepala keluarga, role model, pembentuk budaya dan pengambil kebijakan. Seorang ibu berperan sebagai ko-kepala keluarga, eksekutor, pengawas, evaluator, mediator, dan detektor.
“Permasalahan keluarga itu sering terjadi karena peran ini terbalik. Sang ayah kehilangan peran sebagai role model keluarga atau peran istri lebih dominan sebagai kepala keluarga daripada sang ayah,” katanya di ruang utama Masjid KH Ahmad Dahlan ini.
Sementara fungsi anak sebagai objek fokus dan wujud representasi keluarga. Selain itu seorang anak sebagai pelaksana kebijakan sesuai dengan tahapan perkembanganya.
Baca sambungan di halaman 2: Ayah sebagai Model