Cinta Dunia Vs Allah
Direktur SDI dan Keuangan RSU PKU Muhammadiyah Bantul itu meluruskan, Islam tidak melarang manusia mencintai apa yang ada di dunia. “Bahkan Islam memerintahkan kepada pemeluknya untuk mencintai apa yang ada di dunia dengan menggunakannya untuk berjuang di jalan Allah SWT,” terangnya.
Dia menegaskan, yang dilarang oleh Allah adalah cinta dunia lebih dari cinta kepada Allah dan Rasulnya. “Nabi Ibrahim AS dan istrinya Hajar diuji cintanya kepada Allah dengan perintah mengorbankan Ismail, putranya yang sangat dicintai,” jelasnya.
Di samping itu, lanjut Jamal, umat Islam juga dituntut Allah untuk membuktikan cinta kepada-Nya. “Salah satu bentuk ujian cinta kepada Allah bukan dengan mengorbankan anak dan orang yang kita cintai, akan tetapi dengan menyisihkan sebagian harta yang kita miliki untuk dibelikan hewan kurban,” ungkap pensiunan Pamen Polri itu.
Sekaligus, sambungnya, memberikan hewan kurban itu kepada saudara-saudara yang membutuhkan.
Pura-Pura Tak Mampu Berkurban
Adapun bagi manusia yang sebenarnya mampu berkurban tapi berpura-pura tidak mampu atau enggan melaksanakannya, Jamal mengajak jamaah merenungkan beberapa pertanyaan berikut.
“Apakah benar kita belum mampu melaksanakan ibadah kurban? Mengapa kita tidak mampu membeli hewan kurban kambing misalnya, yang harganya kurang lebih antara Rp 2,5 juta hingga RP 3,5 juta tapi kita mampu mengeluarkan untuk membeli rokok, membeli kopi yang rata-rata perbulannya Rp 400 ribu hingga Rp 500 ribu?”
Dia lantas mengajak jamaah menghitung, “K alau perbulannya kurang lebih 400 ribu, maka 400 ribu kali dua belas bulan, berarti kita mampu mengeluarkan uang Rp 4,8 juta.”
Artinya, untuk mendatangkan penyakit, Jamal menemukan manusia umumnya mengeluarkan uang kurang lebih Rp 2,5juta-3,5 juta rupiah pertahunnya. “Padahal uang tersebut akan menjadi salah satu bukti cinta kita kepada Allah apabila dibelikan kurban, diinfakkan, disedekahkan,” imbuhnya.
Oleh karena itu, Jamal mengajak, “Marilah kita sadar, menangislah di hadapan Allah, mohon ampun dan bertaubat kepadaNya!”
Karena dalam kenyataannya, dia menyadari manusia kurang serius mencintai Allah dan Rasulullah. “Ternyata Allah sering kita kalahkan dan kita singkirkan dalam kehidupan kita, dan kita lebih mementingkan sebatang rokok, secangkir kopi, sekeping VCD, secuil hobi, seonggok kursi dewan dan segenggam kekuasaan dan kepentingan partai!” urainya. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni