171 Perguruan Tinggi Muhammadiyah-Aisyiyah adalah Kalam Peradaban; Liputan Kontributor PWMU.CO Gresik Sayyidah Nuriyah.
PWMU.CO – Usai peresmian Masjid Al-Khoory KH Faqih Oesman Universitas Muhammadiyah Gresik (UMG), peserta mengikuti Pembinaan Kemuhammadiyahan di Hall Sang Pencerah Lantai 8, Senin (11/7/22).
Pembinaan itu dihadiri Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Prof Dr KH Haedar Nashir MSi, Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jatim Dr M Saad Ibrahim MA, Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah Gresik Drs Mohammad In’am MPdI, Asian Moslem Charity Foundation Abdul Basith, tamu lainnya, dan sivitas akademika UMG.
Makna Kalam
Dr Saad Ibrahim MA menerangkan makna kata qalam dalam surat al-Alaq, allama bil qalam, seperti dimuat dalam tafsir at-Thabari. “Alqalamu nikmatu minallah al adimah wa laula dzalika lamyaqumu walam wakhsunu aysuhu,” ujarnya.
Saad—sapaan akrabnya—menegaskan, “Kalam atau pena adalah nikmat Allah yang sangat besar.”
Dia lantas menguraikan maknanya. “Laula dzalika: jika tidak demikian, lamyaqumu: maka tidak akan tegak, walam wakhsunu aysuhu: dan juga tidak shalih tidak baik kehidupannya,” terangnya.
Menurutnya, soal pena—arti harfiah dari kalam—itu pada masa Yunani sudah digunakan dengan baik. “Menghasilkan banyak literatur. Kehidupan literasi sudah sangat mapan,” ungkapnya.
Muatan Teologi Akidah
Tapi kemudian, sambung Saad, oleh Islam bukan pena itu yang menjadi utama. “Bukan literatur, tapi ‘bismirabbik’ nya,” imbuhnya.
Maksudnya, Islam mengutamakan bagaimana memberi muatan esensial teologi akidah ke dalam konteks literasi. “Kemudian literasi itu dilambangkan dengan kalam (pena) itu. Itu sesuatu yang mesti dilakukan!” tegasnya.
Dalam hal literasi itu, menurutnya peran Muhammadiyah sudah jelas. “Seperti kata Prof Haedar Nashir, Muhammadiyah (dan Aisyiyah) punya 171 perguruan tinggi. Di Jatim, kita punya 8 universitas, 17 sekolah tinggi dan institut,” terangnya.
Dia mencontohkan, Institut Teknologi dan Bisnis (ITB) Ahmad Dahlan Lamongan dan Banyuwangi.
Maka dengan 171 perguruan tinggi itulah menurutnya ‘pena-pena’ dibuat oleh Muhammadiyah dalam konteks membangun peradaban umat, bangsa, dan manusia secara universal. “Salah statusnya adalah Universitas Muhammadiyah Gresik ini,” imbuhnya.
Akhirnya, Saad berharap, “Kita semuanya diberi pencerahan untuk mendorong kami bergerak, bergerak, dan bergerak.” (*)
Editor Mohammad Nurfatoni