Enam Dampak Negatif
Selain dampak positif, banyak juga dampak negatifnya. Pertama, melemahkan jamaah, dengan cara menyebarkan paham bahwa organisasi adalah haram, dengan dalil yang dipakai di zaman Rasulullah tidak ada organisasi.
“Kelompok salafi, mengharamkan organisasi karena tidak punya ketua, cabang, tidak muktamar. Tapi punya pengikut, guru, kelompok, apa itu bukan organisasi?” kata Ali Trigiyatno.
Kedua, salafi ngrecoki paham Muhammadiyah. Contoh hukum zakat profesi, di Muhannadiyah hukumnya ada. MUI ada. UU zakat ada. Namun salafi tidak ada.
“Kiro-kiro warga Muhammadiyah jika disuruh pilih, maka akan pilih tidak bayar zakat profesi,” lanjutnya, bercanda.
Ketiga, membingungkan jamaah di akar rumput. “Karena masjidnya cuman satu, tapi pahamnya ada dua. Contoh saat Idul Fitri yang berbeda, maka masjid akan ada dua shalat Idul Fitri, tentu ini membuat jamaah bingung,” kata Ketua PDM Kabupatan Batang, Jawa tengah itu.
Keempat, Muhammadiyah bisa kena getah dari gaya dakwah salafi yang cenderung tas-tesdan tidak tepo sliro. Saat mereka melakukan kajian di masjid Muhammadiyah dengan menyampaikan dalil sampaikan yang benar walau pahit.
“Namun mereka lupa, dakwah itu harus kekinian dan kedisinian, artinya harus bisa menyesuaikan lingkup masyarakat sekitar,” ujar Ali.
Kelima mengurangi kekompakan warga di akar rumput atau minimal ragu-ragu. Dengan banyaknya perbedaan yang terjadi membuat warga menjadi ragu akan mengikuti keputusan yang mana.
“Finalnya yang keenam, dikuasainya AUM (amal Usaha Muhammadiyah) atau setidaknya dalam kendali paham salafi,” ujar Dosen IAIN KH Abdurrahman Wahid Pekalongan ini.
Di akhir kajiannya Ali Trigiyatno mengajak jamaah mencari perbedaan bukan berarti mencari musuh, yakni lebih pada kehati-hatian jamaah dalam menyikapi jika ada yang berbeda paham.
“Orang Muhammadiyah itu sering menggunakan akal sehingga sangat toleran,” ujarnya. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni