PWMU.CO– Tiga teologi dikupas Ustadz Dr Piet Hizbullah Khaidir MA dalam Tabligh Akbar PDM Nganjuk yang digelar di di halaman Masjid Nurul Ainain Ngronggot, Sabtu (27/8/2022) malam.
Ustadz Dr Piet Hizbullah Khaidir MA adalah Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Al-Quran dan Sains Al Ishlah Paciran Lamongan. Acara dihadiri warga Muhammadiyah dan Forkopimcam Ngronggot.
Membuka ceramahnya, Piet menyampaikan, Nabi Muhammad itu teladan kita, panutan umat Islam. Di bawah asuhan langsung dari Allah swt, ajarannya pasti benar, ajarannya itu abadi, tak lekang oleh waktu.
”Dengan mengikuti keteladanan Nabi, Insyaallah kita berhak mendapatkan syafaatnya,” katanya.
Lalu Piet menyampaikan satu hadits Rasulullah, ”Jaddiduu iimaanakum bi qauli laa ilaaha illallah.” Maknanya, kata dia, perbarui iman kalian dengan ucapan laa ilaha illallah. Itu pemurnian tauhid menuju kemajuan harus dengan gerakan dalam semua bidang. Dengan memperkuat akidah.
Piet mencontohkan, secara antropologis di pedalaman Jawa, Islam banyak dipengaruhi oleh kepercayaan animisme dan dinamisme.
“Salah satunya adalah ziarah kubur. Muhammadiyah melarang ziarah kubur yang masih dipengaruhi oleh kepercayaan animisme dan dinamisme itu. Ziarah kubur itu diperbolehkan jika betul-betul sebagai sarana i’tibar, pelajaran kematian bagi peziarah dan mendoakan ahli kubur bukan meminta kepada ahli kubur,” ulasnya.
Hal lain ada keris, akik, dan barang-barang antik dan unik lain yang sangat familiar di kalangan orang Jawa. Menurut dia, banyak yang masih memercayai bahwa itu semua memiliki khasiat dan kekuatan tertentu.
Namun dengan tauhid yang kuat, maka kita menjadi yakin bahwa benda-benda itu tidak akan membawa manfaat dan mudharat apapun. ”Karena pada dasarnya benda-benda itu memang tidak punya kekuatan apapun,” tegasnya.
Tiga Teologi
Kemudian Piet mengulas Muhammadiyah mengembangkan tauhid dengan tiga teologi, yakni Teologi al- Maun, al-Ashr, dan al-Insyirah yang merupakan inspirasi warisan KH Ahmad Dahlan.
Dia menerangkan, Teologi al-Maun dasarnya adalah peduli. Peduli pada lingkungan sekitar. Memberi, peduli, tidak pernah berharap balasan.
Dijelaskan, dalam perkembangannya Teologi al-Maun ini dibenturkan dengan tahlilan. Pada awal-awal dakwahnya Kiai Ahmad Dahlan merasa resah ketika ada keluarga yang kurang mampu memaksakan diri melaksanakan tahlilan untuk familinya yang meninggal. Sampai kadang-kadang memberatkan dan bahkan sampai utang agar bisa menyelenggarakan tahlilan.
”Itulah mengapa Muhammadiyah tidak menganjurkan acara tahlilan yang memberatkan, juga menentang tahlilan yang diwajibkan,” jelasnya.
Sedangkan Teologi al-Ashr adalah manajemen waktu. Setiap pimpinan pasti memiliki program. Di dalam program kerja tersebut terdapat target kapan suatu kegiatan akan dilaksanakan. Ada jadwal, ada prioritas, ada momen.
”Dalam pelaksanaannya haruslah selalu menggunakan prinsip ikhlas, tertata dengan baik, ketaatan kepada pemimpin,” tuturnya.
Teologi Al Insyirah, sambung dia, merupakan teologi optimis. Dengan optimisme ini, Muhammadiyah tidak akan mundur. Muhammadiyah akan terus maju untuk segala hal yang baik mencapai ridha Allah swt.
”Termasuk nasionalisme. Termasuk NKRI. Maka siapapun yang ingin memecah belah Indonesia, yang ingin menodai NKRI, pasti akan berhadapan dengan Muhammadiyah,” tegasnya.
Pada akhir ceramahnya, Piet berpesan agar kita jangan pernah mengambil sesuatu yang bukan haknya. Dalam hal apapun. Baik itu harta, kewenangan, jabatan dan lain sebagainya. Asalkan bukan hak kita, jangan sekali-kali kita mengambilnya. ”Insyaallah hidup kita akan berkah,” tandasnya mengakhiri tabligh akbar.
Penulis Imam Fanani Editor Sugeng Purwanto