Ahli Mikrobiologi: Akibat Pemanasan Global, Tahun 2070 Ribuan Virus Zoonosis Menyebar ke Seluruh Dunia; Penulis Isratul Sukma, kontributor PWMU.CO Bangkalan Madura.
PWMU.CO – Belakangan ini ramai dibicarakan bahwa perubahan iklim merupakan ancaman terbesar bagi kesehatan. Bahkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) menyatakan dunia harus membatasi kenaikan suhu maksimal 1,5 derajat Celsius, guna mencegah dampak bencana kesehatan dan mencegah jutaan kematian terkait perubahan iklim. Mengingat setiap tambahan sepersepuluh derajat pemanasan akan berdampak serius pada kehidupan dan kesehatan manusia.
Untuk mengetahui bagaimana kaitan antara perubahan iklim dengan munculnya berbagai jenis mikroba patogen penyebab wabah penyakit menular di muka bumi ini, berikut ini hasil wawancara kontributor PWMU.CO Isratul Sukma dengan ahli mikrobiologi dari Prodi Farmasi Fikes, Universitas Esa Unggul Jakarta, Prof Dr Maksum Radji M.Biomed. Dia juga Pembina Pondok Pesantren Babussalam Socah Bangkalan. Wawancara secara daring berlangsung Kamis (15/09/2022).
Bagaimana kaitan antara perubahan iklim dengan munculnya berbagai mikroba patogen?
Krisis kesehatan yang diakibatkan oleh pemanasan global memerlukan pemahaman kita secara komprehensif, khususnya dampak perubahan iklim terhadap penyakit menular yang disebabkan oleh mikroorganisme patogen.
Perlu kita ketahui terlebih dahulu beberapa faktor yang dapat menyebabkan perubahan iklim ini, antara lain: peningkatan emisi gas rumah kaca, pemanasan atmosfer, gelombang panas, kekeringan, kebakaran hutan, curah hujan ekstrem, banjir, badai, kenaikan permukaan laut, pemanasan laut, pengundulan hutan, dan hilangnya lahan hijau.
Kondisi tersebut dapat menimbulkan dampak serius terhadap ketidakseimbangan alam dan ekosistem.
Sebagai contoh misalnya banjir, dapat membawa berbagai mikroba patogen termasuk bakteri dan virus. Akibat banjir, muncul berbagai penyakit infeksi antara lain leptospirosis, salmonellosis, shigellosis, kolera, demam berdarah, dan hepatitis yang disebabkan oleh virus hepatitis A.
Meningkatnya suhu dapat memperpanjang umur nyamuk pembawa malaria. Kekeringan dapat membawa hewan pengerat yang membawa berbagai jenis virus ke lingkungan pemukiman penduduk saat binatang pengerat yang menjadi pembawa bakteri dan virus ini mencari makanan.
Berdasarkan berbagai studi disimpulkan bahwa perubahan iklim secara signifikan dapat meningkatkan risiko penularan penyakit di seluruh dunia. Munculnya berbagai mutasi virus patogen pada manusia, melompatnya virus binatang ke manusia atau yang dikenal dengan zoonosis, hingga menyebabkan wabah yang mematikan.
Hasil penelitian meta-analisis yang mengejutkan adalah dari 375 jenis penyakit pada manusia, dilaporkan bahwa 218 di antaranya dapat dipengaruhi oleh perubahan iklim. Perubahan iklim dapat meningkatkan jalur transmisi atau penularan wabah penyakit infeksi secara global.
Berbagai data menunjukkan bahwa perubahan iklim terbukti erat kaitannya dengan munculnya sejumlah penyakit manular melalui vektor seperti yang disebarkan oleh nyamuk, burung, kelelawar, dan binatang pengerat.
Dilansir dari https://asianews.network/ tanggal 23 Agustus 2022 yang lalu, disebutkan bahwa selama beberapa dekade terakhir, pemanasan global yang dipicu oleh emisi gas rumah kaca telah meningkatkan penyebaran sekitar 100 penyakit di seluruh dunia.
Bagaimana pengaruh pemanasan global terhadap penyebaran mikroba patogen?
Pemanasan global dapat memberi dampak pada penyebaran penyakit melalui air (waterborne diseases) maupun penyebaran penyakit melalui vektor (vector-borne diseases). Seperti meningkatnya kejadian demam berdarah karena munculnya ruang (ekosistem) baru untuk nyamuk ini berkembang biak. Dengan adanya perubahan iklim ini maka ada beberapa spesies virus, bakteri, plasmodium, dan mikroba lainnya menjadi lebih resisten terhadap obat-obat tertentu.
Terdapat beberapa faktor penting yang menjelaskan bahwa pemanasan global ini menyebabkan meningkatnya penyebaran mikroba patogen dalam dasawarsa terakhir ini. Dikutip dari https://theconversation.com/58-of-human-infectious-diseases tanggal 8 Agustus 2022 yang lalu di antaranya adalah:
Perubahan iklim membawa mikroorganisme patogen lebih dekat pada manusia. Misalnya, pemanasan atau perubahan pola genangan air dapat mengubah distribusi nyamuk, yang merupakan vektor berbagai penyakit patogen manusia. Dalam beberapa dekade terakhir, perubahan geografis dalam wabah penyakit yang dibawa nyamuk seperti malaria dan demam berdarah telah dikaitkan dengan bahaya perubahan iklim ini.
Perubahan iklim dapat mengubah pola perilaku manusia. Misalnya, selama gelombang panas, orang sering menghabiskan lebih banyak waktu di air. Hal ini dapat menyebabkan peningkatan wabah penyakit yang ditularkan melalui air. Antara lain penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Vibrio yang menyebabkan wabah diare meningkat secara signifikan di beberapa negara setelah gelombang panas di Skandinavia utara beberapa tahun yang lalu.
Pemanasan global berkaitan erat dengan perubahan kondisi lingkungan yang dapat meningkatkan interaksi vektor meningkatkan patogenisitas mikroorganisme sehingga menyebabkan penyakit yang lebih parah pada manusia.
Sebagai contoh misalnya, banjir, hujan lebat dan genangan air serta buruknya pembuangan limbah dan terganggunya pasokan air minum, menyebabkan wabah kolera, diare, hepatitis A, hepatitis E, leptospirosis, acanthamoebiasis, kriptosporidiosis, siklosporiasis, giardiasis, rotavirus, shigellosis, dan demam tifoid.
Genangan air juga dapat menjadi tempat berkembang biaknya nyamuk, yang menyebabkan peningkatan penularan penyakit seperti demam kuning, demam Lembah Rift, deman berdarah Dengue, chikungunya, malaria, demam West Nile, ensefalitis St. Louis, dan leishmaniasis.
Demikian pula kenaikan suhu juga dapat membantu virus menjadi lebih tahan terhadap panas.
Akibat dari hal ini adalah meningkatkan keparahan penyakit karena virus mampu beradaptasi dengan demam dalam tubuh manusia. Pada penelitian lainnya menunjukkan bahwa kenaikan suhu global menyebabkan peningkatan toleransi panas dari jamur patogen. Munculnya infeksi Candida auris pada manusia yang multi-resisten terhadap obat. Peningkatan infeksi jenis jamur tertentu yang sebelumnya tidak patogen bagi manusia, telah dikaitkan dengan peningkatan suhu global.
Perubahan iklim dapat mempengaruhi sistem kemampuan tubuh manusia dalam mengatasi mikroba patogen.
Bencana yang disebabkan oleh pemanasan global, seperti banjir, pengunsian, kerusakan akibat bencana lainnya menyebabkan orang-orang tinggal dalam kondisi padat yang mungkin kekurangan sanitasi yang baik, sehingga menyebabkan manusia lebih rentan terhadap paparan mikroba patogen. Selain itu penurunan respon imunitas tubuh juga dapat disebabkan karena malnutrisi, peningkatan stress akibat bencana alam, sehingga dapat menyebabkan penurunan respons kekebalan tubuh manusia.
Dengan demikian jelaslah bahwa perubahan iklim merupakan ancaman yang serius bagi kesehatan dan kehidupan manusia, serta kesejahteraan sosial ekonomi secara global. Untuk itu sangat penting adanya berbagai upaya guna mengurangi risiko dampak dominan pemanasan global terhadap kesehatan khususnya terhadap masalah penyakit menular berbasis binatang (vektor).
Penyakit apa saja yang perlu diwaspadai akibat perubahan iklim?
Penyakit yang paling rentan terjadi di Indonesia akibat perubahan iklim adalah penyakit degeneratif dan penyakit menular. Penyakit ini dapat dengan cepat berkembang pada masyarakat yang kondisi gizinya kurang baik dan kondisi lingkungan yang kurang memadai. Ada beberapa jenis penyakit infeksi yang mungkin timbul kembali akibat perubahan iklim, antara lain kolera, antraks, dan beberapa virus zoonosis yaitu virus zika, ebola, flu burung, cacar monyet, dan virus corona serta beberapa virus yang belum dikenal.
1. Kolera
Menurut para peneliti penyakit menular kolera berada dalam peringkat teratas di daftar penyakit yang harus diwaspadai karena perubahan iklim. Kolera mudah mewabah pada suhu hangat. Jadi semakin panas bumi, semakin berbahaya. Kolera disebabkan oleh infeksi bakteri Vibrio cholerae. Penyakit ini menular lewat makanan dan minuman yang telah terkontaminasi. Penderita umumnya mengalami diare dan dehidrasi parah yang dapat mengakibatkan kematian jika tidak ditangani dengan tepat.
2. Antraks
Demikian pula bakteri antraks (Bacillus anthracis). Spora bakteri antraks ini dapat bertahan hidup puluhan tahun di lingkungan. Perubahan iklim dan naiknya suhu lingkungan dapat menyebabkan bakteri antraks lebih mudah menyebar.
3. Virus Zika
Nyamuk Aedes aegypti adalah pembawa utama virus Zika. Para ilmuwan memperingatkan, dengan suhu yang terus meningkat akibat pemanasan global khususnya di daerah tropis, nyamuk akan lebih luas jangkauan penyebarannya. Menurut suatu hasil studi, hal ini juga akan terjadi dengan penyebaran virus West Nile yang dibawa oleh nyamuk Culex. Demikian pula berbagai jenis virus yang dibawa oleh nyamuk sebagai vektornya.
4. Virus Monkeypox
Virus monkeypox adalah virus zoonosis, artinya virus yang ditularkan dari hewan ke manusia. Beberapa hewan yang dapat membawa atau menjadi reservoir virus cacar monyet antara lain berbagai spesies monyet, binatang pengerat, dan beberapa jenis tupai. Penyakit ini termasuk dalam genus virus Orthopoxvirus, famili Poxviridae, yang juga termasuk dalam keluarga virus cacar (smallpox).
Istilah cacar monyet diberikan ketika virus pertama kali diidentifikasi pada primata (monyet) yang dipelihara untuk tujuan penelitian di Denmark pada tahun 1958. Pada tahun 1970, kasus pertama cacar monyet pada manusia ditemukan menginfeksi seorang anak berusia sembilan bulan di Republik Demokratik Kongo, di tengah gencarnya upaya kampanye untuk memberantas penyakit cacar.
Sejak saat itu, 11 negara Afrika telah melaporkan adanya kasus cacar monyet. Kini cacar monyet ini tengah merebak kembali di beberapa negara termasuk di Indonesia. Ditengarai penyebaran wabah cacar monyet ini erat kaitannya dengan perubahan iklim.
5. Flu Tomat
Dilansir dari jurnal Lancet Respiratory Medicine, peneliti melaporkan lebih dari 100 kasus flu tomat yang menimpa anak di bawah usia 5 tahun di negara bagian Kerala dan Odisha India. Penyakit ini pertama kali terdeteksi pada 6 Mei 2022 di distrik Kollam Kerala. Sejak saat ini, dilaporkan terdeteksi di beberap kota lainnya. Gejala umum flu tomat ini adalah munculnya lepuhan merah yang menyakitkan di seluruh tubuh dan secara bertahap terus membesar hingga seukuran tomat. Anak-anak yang terkena demam tomat mengalami serangkaian gejala seperti flu, demam, dan nyeri seluruh badan. Para peneliti menyebutkan flu tomat ini sangat menular, namun hingga saat ini belum diketahui dari mana flu tomat berasal. Oleh sebab itu, sangat mendesak diperlukan adanya uji laboratorium standar untuk mengonfirmasi spesies virus penyebab flu tomat ini.
Selain itu perlu terus diwaspadai munculnya kembali virus virus kuno lainnya yang terbangun dari tidurnya akibat pemanasan global. Oleh sebab itu para ilmuwan memperingatkan akan kemungkinan munculnnya kembali virus-virus patogen baru akibat perubahan iklim ini.
Ke depan seperti apakah prediksi penyebaran penyakit manular?
Ini pertanyaan yang sulit untuk dijawab dan diperkirakan bagaimana pola penyebaran mikroorganisme patogen secara global. Saat ini sebagaimana dilansir dilansir dari laman https://www.nature.com/articles/s41586-022-04788-w setidaknya ada 10.000 virus beredar diam-diam di antara mamalia liar yang memiliki kapasitas untuk menyeberang ke manusia, sebagian besar berada di hutan tropis. Namun, perubahan iklim dan penggunaan lahan yang berlebihan akan membuka peluang untuk terjadinya transmisi virus di antara spesies satwa liar yang sebelumnya terisolasi secara geografis. Pemanasan global akan mendorong hewan-hewan tersebut menuju daerah yang lebih dingin di mana pertemuan pertama mereka dengan spesies lain kemungkinan besar dapat meningkatkan risiko munculnya virus baru menginfeksi manusia.
Berdasarkan model filogeografi dari virus mamalia, dan proyeksi pergeseran jangkauan geografis dari sekitar 3.139 spesies mamalia, skenario ribuan jenis virus baru yang menyebar di antara hewan tersebut akan terjadi pada sekitar tahun 2070 mendatang. Para peneliti juga menyebutkankan bahwa kontak pertama terjadinya penyebaran berbagai jenis virus zoonosis ini akan terjadi di berbagai negara di dunia, terutama terjadi di negara tropis yaitu Afrika dan Asia Tenggara.
Berbagai penelitian menyebutkan bahwa pemanasan global juga akan menyebabkan kontak pertama terjadi di daerah yang lebih padat penduduknya, di mana orang cenderung rentan, dan beberapa virus akan dapat menyebar secara global dari lingkungan yang padat penduduknya ini. Kemungkinan hot spot nya adalah Sahel, dataran tinggi Ethiopia dan Lembah Rift, India, China timur, Indonesia, Filipina dan beberapa negara Eropa. Hasil studi juga menyebutkan bahwa pandemi wabah Covid-19 diperantarai oleh kelelawar. Sebagai satu-satunya mamalia yang bisa terbang, kelelawar dapat menempuh jarak yang jauh dan bertanggung jawab atas sebagian besar potensi penyebaran virus lintas mamalia lainnya.
Apakah penyebaran lintas spesies ini dapat dicegah?
Dikutip dari https://www.aljazeera.com/ tanggal 28 Apr 2022 yang lalu, para peneliti juga mencoba mencari tahu kapan pertemuan pertama antar spesies bisa mulai terjadi. Hasil prediksi para peneliti mereka menemukan bahwa sebagian besar kontak pertama terjadi antara 2011 hingga 2040. Penyebaran mikroorganisme lintas spesies ini sulit untuk dicegah. Untuk itu kita perlu untuk membangun infrastruktur kesehatan yang kuat guna melindungi manuasia dan hewan. Para peneliti menekankan bahwa agar kita fokus pada mamalia dan hewan lain yang menjadi vektor virus zoonosis, yaitu virus yang berpindah dari hewan ke manusia. Selain itu para peneliti menyarankan untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang ancaman yang ditimbulkan oleh burung, hewan amfibi, dan bahkan mamalia laut, karena es laut yang mencair memungkinkan mereka untuk lebih berbaur.
Dengan demikian, global warming merupakan ancaman yang serius dari risiko zoonosis di masa depan. Oleh sebab itu perubahan iklim dan pemanasan global yang menjadi pendorong terbesar munculnya penyakit, harus diantisipasi dengan membangun sistem kesehatan yang siap untuk menghadapi meningkatnya ancaman penyakit menular di muka bumi ini, khususnya di Indonesia.
Semoga Allah senantiasa melindungi kita semua dari ancaman wabah penyakit manular. (*)
Ahli Mikrobiologi: Akibat Pemanasan Global, Tahun 2070 Ribuan Jenis Virus Zoonosis Menyebar ke Seluruh Dunia; Editor Mohammad Nurfatoni