PWMU.CO– Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy bertemu dengan puluhan Aremania, julukan suporter Arema FC di Stadion Gajayana, Kota Malang, Senin (3/10/2022) hampir tengah malam.
”Semua prihatin atas insiden di Stadion Kanjuruhan. Tapi saat ini saya minta Aremania untuk menahan diri. Mari kita ciptakan suasana yang kondusif. Jangan sampai ada lagi korban berjatuhan. Sudah cukup. Terlalu mahal nyawa hanya untuk sepakbola,” kata Menko Muhadjir.
Omong seperti itu Muhadjir menangis. Dia membasuh air mata yang meleleh dengan telapak tangan. Suasana pertemuan yang semula panas, riuh, berubah hening. Hanya isakan tangis Muhadjir yang terdengar di sela degub jantung dan desah nafas.
“Saya mencintai Arema. Kita semua mencintai Arema. Tapi tidak boleh mengorbankan nyawa untuk Arema. Terlalu mahal nyawa itu dikorbankan untuk sepakbola. Mari kita kembalikan martabat Arema di mata Indonesia. Di mata dunia,” ujar mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada Kabinet Jokowi jilid satu ini.
Ajakan Muhadjir agar Aremania menahan diri karena ada suasana eksplosif di masyarakat. Muhadjir tahu kondisi riil karena dia blusukan kurang dari 10 jam setelah musibah Stadion Kanjuruhan.
Dia di lapangan sejak pagi sampai larut malam. Ia mengunjungi korban yang dirawat di beberapa rumah sakit. Berdialog dengan keluarga korban yang meninggal. Memberikan santunan dari pemerintah kepada korban. Berkoordinasi penanganan dengan otoritas terkait dan elemen masyarakat.
Dihadang Massa
Muhadjir, anak ke 6 dari 9 bersaudara pasangan guru Soeroya dan Hj Sri Subitah ini sempat dihadang ketika hendak meninjau Stadion Kanjuruhan. Juga saat menuju kampus UMM untuk bertemu perwakilan Koordinator Wilayah (Korwil) Aremania pada Senin malam.
Mulanya Muhadjir dikawal mobil patwal. Tetapi di tengah jalan ada massa Aremania. Pada saat massa melihat mobil patwal, ada tanda-tanda massa mau anarkis. Untuk itu mobil patwal kembali demi mencegah jadi sasaran amuk massa.
Massa memberi jalan setelah diberi tahu ajudan bahwa yang di dalam mobil Muhadjir. Akhirnya Muhadjir sampai di kampus UMM. Tetapi setelah itu, perjalanan dari UMM ke Stadion Gajayana tanpa menggunakan mobil patwal. Dia dikawal Rektor UMM Fauzan, Wakil Rektor II Nazaruddin Malik, beberapa tokoh Aremania seperti Ade D’Cross, Rois, Iskak.
Polisi menjadi sasaran utama kemarahan Aremania. Mereka beranggapan pemicu Tragedi Stadion Kanjuruhan adalah tembakan gas air mata yang dilepaskan polisi kepada penonton di tribun utara, timur dan selatan.
Saat ini juga berkembang narasi bahwa yang terjadi di Stadion Kanjuruhan adalah pembantaian terhadap orang-orang yang tak berdosa dan tak berdaya.
Pada saat pertemuan Korwil Aremania dengan Muhadjir di kampus UMM, kemarahan mereka kepada polisi meluap. ”Apakah di sini ada polisi? Kami mohon kalau ada agar meninggalkan tempat. Jangan kelihatan. Karena kawan-kawan ini masih marah ke polisi,” kata Amin, tokoh Aremania Korwil Jalur Gaza.
Yang membuat mereka memendam marah ke polisi karena sampai sekarang tidak mau meminta maaf. Mereka menilai polisi arogan. Polisi jelas salah karena membawa gas air mata masuk ke dalam stadion. Itu jelas melanggar aturan FIFA. Apalagi sampai menggunakannya. “Pak kami hanya minta keadilan. Minta keadilan,” ujar Udin.
Ganti Investigasi
Menanggapi kemarahan Aremania, Muhadjir bersikap cool. Tenang. “Soal permintaan maaf nanti saya sampaikan ke Pak Kapolri. Percayalah Pak Kapolri serius menangani masalah ini. Lantas soal siapa yang bertanggung jawab, Pak Presiden sudah menegaskan harus ada yang bertanggung jawab,” kata ayah dari tiga anak ini.
“Tugas saya dalam tahap tanggap bencana sudah selesai. Selanjutnya tahap investigasi yang akan dipimpin Pak Menko Polhukam yang juga Ketua TGIPF. Meskipun demikian kalau ada perkembangan masalah jumlah korban, santunan saya tetap mengurusnya. Percayalah saya tidak akan meninggalkan Arema,” kata Muhadjir.
Tragedi Stadion Kanjuruhan terjadi Sabtu (1/10/2022). Sebanyak 131 orang meninggal dunia menurut data Gubernur Jatim Khofifah, Selasa (4/10/2022). Sekitar 300 orang terluka. Ada juga korban penjual makanan dan minuman di dalam stadion serta dua polisi. Korban mulai anak berumur 6 tahun sampai orang tua, laki-laki dan perempuan.
Musibah ini merupakan yang terbesar di dunia dalam 40 tahun terakhir. Melampaui tragedi Stadion Hysel, Brussels tahun 1985 yang menewaskan 39 nyawa, 600 orang luka-luka dan 14 orang dipidana karena pembunuhan.
Penulis Anwar Hudijono Editor Sugeng Purwanto