Tragedi Kanjuruhan, Semoga Selesai dengan Keadilan oleh M Rizal Fadillah, Pemerhati Politik dan Kebangsaan.
PWMU.CO– Tugas dan tanggung jawab penyelenggara negara khususnya pemerintah adalah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia (Mukadimah UUD 1945). Menghormati, melindungi, menegakkan, dan memajukan HAM (Pasal 71 UU HAM).
Peristiwa Tragedi Kanjuruhan adalah bukti bahwa pemerintah lalai menunaikan amanah dan tanggung jawab ini.
Pertanggugjawaban hukum telah menetapkan dua personal Panitia Pelaksana Abdul Haris dan Dirut PT Liga Indonesia Baru (LIB) Akhmad Hadian Lukita sebagai tersangka. Empat lainnya adalah Kasat Samapta Polres Malang AKP Bambang Shidik, Kabag Ops Polres Malang Kompol Wahyu S Pranoto, Security Officer Suko Sutrisno, dan Danki III Brimob Polda Jatim AKP Hasdarman.
Kasus besar kematian 131 orang di Tragedi Kanjuruhan ini tidak bisa dilokalisasi hanya pada persoalan hukum di lapangan semata, tetapi juga harus dihubungkan dengan pertanggungjawaban hirarkis (by commission) dan politis (by ommission).
Adanya dua anggota Polres Malang tersangka maka Kapolres Malang AKBP Ferli Hidayat telah diberhentikan dari jabatan. Mengingat anggota Brimob Polda Jatim sebagai tersangka maka Kapolda Jatim Irjen Pol Nico Afinta akhirnya juga kemarin diberhentikan.
Ini adalah tanggung jawab hirarkis. Begitu juga dengan penetapan Panpel hingga Security Officer bahkan Dirut LIB yang dinyatakan sebagai tersangka maka mestinya Ketum PSSI Iwan Bule harus mundur atau dimundurkan.
Gas Air Mata
Penyebab banyak jatuh korban adalah penembakan gas air mata, maka tanggung jawab ada pada pelaku, penginstruksi, dan penyedia sarana. Ditengarai peluru gas air mata telah kadaluwarsa.
Menurut Komnas HAM kadaluwarsa tahun 2019. Sedangkan menurut Mabes Polri tahun 2021. Menurut Mabes Polri dari 11 peluru yang ditembakan 7 di tribun selatan, 1 di tribun utara, dan 3 di lapangan. Informasi lain juga di tribun timur. Artinya terbanyak bukan untuk mengatasi kerusuhan tetapi menjadi penyebab kepanikan dan kematian.
Tewasnya 131 orang dan 306 luka-luka disebabkan oleh pelanggaran aturan FIFA Stadium Safety and Security Regulation yang melarang penggunaan gas air mata. Dua institusi bertanggung jawab atas pelanggaran ini yaitu PSSI dan Polri.
Presiden juga harus bertanggung jawab disebabkan oleh terjadinya pelanggaran HAM berulang sejak petugas Pemilu tewas 894 orang, demonstran tewas pada 21-22 Mei (10 orang), KM 50 laskar FPI 6 orang, dan Tragedi Kanjuruhan ini.
Apalagi baru keluar Keppres 17 tahun 2022 yang dimaksudkan agar pelanggaran HAM berat tidak berulang. Keppres itu diterbitkan 26 Agustus 2022. Kanjuruhan meledak 1 Oktober 2022.
Peristiwa 1 Oktober menarik secara politik. Ini Hari Kesaktian Pancasila setelah G30S PKI. 1 Oktober ini dirusak citranya oleh “kerusuhan” aneh dan brutal gas air mata.
Pidato Mendikbud Nadiem Makarim pada 30 September berkonten gotong royong, value free, dan amanat Soekarno 1 Juni 1945 mengindikasikan PKI mengantar 1 Oktober. Dengan sebagian besar gas air mata ke tribun menjadi bukti adanya motif “kesengajaan” untuk mengacaukan dan membuat panik puluhan ribu penonton.
Semoga Tim Gabungan Independen yang dipimpin Menko Polhukam Mahfud MD benar-benar independen. Hasil pencarian fakta dan rekomendasinya benar-benar adil. Bukan melindungi satu pihak, menyalahkan pihak yang harus dikorbankan.
Peristiwa Stadion Kanjuruhan adalah bencana besar. Berdimensi hukum dan politik. Bisa menjadi kejahatan atas kemanusiaan (crime against humanity).
Bandung, 11 Oktober 2022
Editor Sugeng Purwanto