Yuk Belajar pada Mohammad Diponegoro sang Cerpenis Muhammadiyah; Oleh M. Anwar Djaelani, penikmat karya fiksi dan penulis sembilan buku
PWMU.CO – Pecinta cerita pendek (cerpen), sebaiknya tak melewatkan kesempatan untuk membaca karya-karya Mohammad Diponegoro. Sekaitan itu, para calon penulis cerpen, seyogyanya menyempatkan diri membaca buku karya Mohammad Diponegoro yang berjudul Yuk, Nulis Cerpen Yuk.
Mohammad Diponegoro memang istimewa. Tokoh dengan banyak kecakapan ini terbilang langka di Muhammadiyah. Dia termasuk satu dari sedikit seniman dan budayawan yang berprestasi luar biasa.
Ada karya tulisnya yang memenangkan lomba. Ratusan cerita pendeknya disiarkan Radio Australia setiap pekan selama 13 tahun, sejak 1969. Acara tersebut merebut perhatian sangat banyak pendengar dari berbagai wilayah di Indonesia.
Dia menulis untuk berbagai surat kabar dan majalah sejak 1950-an. Sebagai penulis, dia punya modal utama yaitu suka membaca. “Dia termasuk penulis yang luas bacaannya dan, yang lebih penting lagi, saripati bacaannya tidak dia simpan sendiri, tapi dibagikannya kepada orang lain,” kata Taufik Ismail.
Mohammad Diponegoro, penulis tak terlupakan. Dia lahir pada 28 Juni 1928 di Yogyakarta. Dia tumbuh-kembang di lingkungan Muhammadiyah.
Riwayat pendidikan Mohammad Diponegoro, tercatat di HIS Muhammadiyah Yogyakarta, SMP Muhammadiyah Yogyakarta, dan SMA “B” Negeri Yogyakarta. Setelah itu, sempat setahun belajar di Fakultas Teknik Universitas Indonesia di Bandung. Lalu, dia belajar di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, jurusan Ekonomi.
Pendidikannya, berliku. Pada sekitar pertengahan 1960-an Mohammad Diponegoro dikirim ke Jepang selama 6 bulan. Pada 1969, Muhammad Diponegoro kembali ke Universitas Gadjah Mada. Kali ini dia belajar di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, jurusan Hubungan Internasional sampai tingkat III.
Dia seorang pembelajar. Banyak bidang ilmu yang diminatinya. Dia pernah menjadi santri di Pondok Modern Darussalam Gontor, Ponorogo. Hal lain, dia menguasai bahasa Inggris, Arab, Jepang dan Belanda.
Warna-warni Kehidupan
Pengalaman hidupnya terbilang karya cerita. Misal, dia turut aktif di kemiliteran pada masa revolusi kemerdekaan. Pernah di Tentara Rakyat Indonesia (TRI) dengan pangkat Letnan Dua. Juga, di Staf Resimen Ontowiryo dan memegang pimpinan Komandan Seksi sampai 1947.
Mohammad Diponegoro pernah menjadi guru Bahasa Indonesia di SMP, di Bandung. Pada 1955, dia ke Amerika Serikat. Acaranya, penelitian tentang Youth Activities dan Youth Leaders. Sepulang dari sana, dia mengunjungi Inggris, Belanda, Perancis, Mesir, Pakistan, dan Singapura.
Mohammad Diponegoro tak pernah diam. Dia aktivis, termasuk berkegiatan di jurnalistik. Sebagai pelajar, dia aktivis Pelajar Islam Indonesia (PII). Saat di PII, dia pernah sebagai redaktur Majalah Tunas yang diterbitkan PII, 1947-1950. Sebagai mahasiswa, dia aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Ketika di HMI, dia pernah sebagai redaktur Majalah Media yang diterbitkan HMI, 1955.
Masih di jurnalistik, Mohammad Diponegoro pernah menjadi redaktur Majalah Misykah. Majalah ini diterbitkan Himpunan Peminat Sastra Islam (HPSI), 1960.
Pada Juni 1965, dia diamanahi sebagai redaktur Majalah Suara Muhammadiyah yang diterbitkan Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Pada 1975, diamanahi sebagai Wakil Pemimpin Redaksi / Wakil Pemimpin Umum majalah itu. Secara khusus, di majalah itu, dia adalah pengasuh rubrik cerita pendek, sajak, opini, karikatur, Pembaca Menulis, dan “English Column”.
Baca sambungan di halaman 2: Ajib, Multitalenta!
Discussion about this post