Ajib, Multitalenta!
Mohammad Diponegoro memiliki banyak bakat. Kecuali sebagai sastrawan dan wartawan, dia punya bakat sebagai pelukis dan fotografer. Dia sering diminta menjadi juri lomba drama televisi dan radio serta lomba deklamasi. Masih ada lagi, dia juga gemar bermain musik dan menguasai beberapa alat musik seperti piano, gitar dan biola.
Mohammad Diponegoro sempat mencipta syair lagu. Ciptaannya, “Mars Aisyiyah” dan “Bidan Prajurit Islam”. Lagu yang disebut terakhir, diperuntukkan bagi Sekolah Bidan PKU Muhammadiyah.
Dia pun dikenal di dunia teater. Dikenal sebagai penulis cerita, sutradara, dan kadang-kadang juga sebagai pemain.
Sebagai penulis cerita dia punya karya berjudul “Iblis”, sebuah lakon drama yang ditulisnya pada 1961. Karya ini diterbitkan sebagai buku pada 1983.
Lakon “Iblis” kali pertama dipentaskan pada 25 September 1961 di Yogyakarta. Hari pementasan ini kemudian ditetapkan sebagai hari lahirnya Teater Muslim. Dia menjadi ketuanya, 1961-1965.
Berikut ini, di antara karya-karya Mohammad Diponegoro: Manifestasi (antologi, kumpulan puisi bersama karya penyair lain, 1963), Siklus (novel, 1975), Kabar Wigati dari Kerajaan(puitisasi terjemahan al-Qur’an, 1977), dan Iblis (drama, 1983).
Ini juga, Surat pada Gubernur (drama), Duta Islam untuk Dunia Modern (karya bersama Ahmad Syafii Maarif, 1983), Percik-Percik Pemikiran Iqbal (1983), Siasat (1984), Yuk, Nulis Cerpen Yuk (panduan penulisan cerpen, 1985), Odah dan Cerita Lainnya (kumpulan cerpen, 1986), dan Pekabaran (puitisasi terjemahan Juz ‘Amma).
Sebelum diterbitkan sebagai buku, novel Mohammad Diponegoro yang berjudul Siklusmeraih penghargaan. Itu terjadi pada sayembara mengarang roman yang diadakan Panitia Tahun Buku Internasional, DKI Jakarta, 1972.
Sebagian Resep
Di antara karya di atas, ada buku Yuk, Nulis Cerpen Yuk. Buku itu berisi himpunan tulisan dia tentang teknik penulisan cerita pendek. Tulisan-tulisan itu secara berturut-turut dimuat di Suara Muhammadiyah.
Seperti apa gambaran isi buku tersebut? “Buku ini,” kata Taufik Isnail, merupakan “kepadatan pengalaman produktif menulis cerpen sastrawan Mohammad Diponegoro selama 28 tahun”. Buku ini, lanjut Taufik Ismail, bersumber dari “Pengalaman seorang insinyur cerpen praktik lapangan, yang diperkaya dengan sejumlah catatan teori belakangan.”
Mari cicipi sebagian resep dan gaya menulis Mohammad Diponegoro. Pertama, soal motivasi menulis. Menurut dia, hal ini perlu dibenahi terlebih dahulu. Tentang ini, Mohammad Diponegoro menulis lugas dan kocak, di bawah bahasan berjudul: Jadi Anda juga Ingin Menulis Cerpen? Tentang gaya kocak dia, perhatikan frasa atau kalimat yang saya cetak miring.
Bahwa, di antara banyak motivasi menulis dari calon penulis adalah untuk mencari uang. Katakanlah, misalnya, kita menulis untuk mendapatkan tambahan penghasilan bahkan sumber pokok penegak periuk. “Anda tidak perlu merasa malu atau rikuh, sebab Anda tidak akan sendirian. Jika penulis-penulis begini dihimpun, jumlahnya cukup besar guna membentuk sebuah republik. Di antara mereka bisa Anda lihat Shakespeare, O. Henry, Anton Checkov, Asrul Sani, Yusuf Abdulah Puar, Arifin C. Noer dan sebutlah nama lain. Memang uang sampai sekarang masih tetap dianggap alat untuk memelihara kelangsungan hidup. Apa Anda sudah ingin bunuh diri,” tulis Mohammad Diponegoro (h.2).
Kedua, tentang panduan umum menulis cerpen. “Seperti namanya, cerita yang pendek, cerpen ialah bentuk cerita yang dapat dibaca tuntas dalam sekali duduk. Daerah lingkupnya kecil dan karena itu biasanya cerita berpusat pada satu tokoh atau satu masalah. Ceritanya sangat kompak, tak ada bagian yang hanya berfungsi sebagai embel-embel. Tiap bagiannya, tiap kalimatnya, tiap katanya, tiap tanda bacanya, tidak ada yang sia-sia. Semuanya memberi saham yang penting untuk menggerakkan jalan cerita, atau mengungkapkan watak tokoh, atau melukiskan suasana. Tidak ada bagian yang ompong, tidak ada bagian yang kelebihan” (h.6).
Baca sambungan di halaman 3: Suka Tamsil