Naskah Membumikan Islam Berkemajuan oleh Muhammadiyah Jawa Timur

Muswil Ke-16 Muhammadiyah Jawa Timur di Universitas Muhammadiyah Ponorogo, 24-25 Desember 2022 (Mohammad Nurfatoni/PWMU.CO)

Naskah Membumikan Islam Berkemajuan; Disampaikan oleh Tim Program Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur pada Musyawarah Wilayah (Musywil) Ke-16 Muhammadiyah Jawa Timur di Ponorogo, 24-25 November 2022.

BAB I PENDAHULUAN

A. KONSEP ISLAM BERKEMAJUAN

Istilah “Islam Berkemajuan” kerap dipakai sebagai gagasan yang khas bagi Persyarikatan Muhammadiyah. Dalam berbagai agenda dan program, hal ini menyatu dalam kehidupan para aktivis dan warga organisasi Islam modernis terbesar di dunia ini. Ketika ada pertanyaan mengenai hal itu, para aktivis Muhammadiyah mampu menjelaskannya menurut versi mereka masing-masing. Namun, ada penjelasan resmi dari gagasan ini. Gagasan ini dibicarakan secara lebih detil dalam Muktamar Ke-48 Muhammadiyah di Solo, melalui dokumen “Risalah Islam Berkemajuan” (RIB) yang disusun oleh Tim Pimpinan Pusat Muhammadiyah.

Secara konseptual memang Islam itu sendiri sudah berkemajuan. Karena itu, perlu dipertegas, diperjelas dan dijelaskan agar lebih banyak warga Muhammadiyah memahami hal ini. Terutama, di tingkatan cabang dan ranting, serta ortom-ortom baik di perkotaan maupun di pelosok dan daerah terluar Indonesia. Islam Berkemajuan ini, tampaknya memang baru. Walau sebenarnya, berbagai dokumen resmi persyarikatan sudah sering menggarisbawahi hal ini. Misalnya dalam Statuten Muhammadiyah tahun 1912, “Memajukan hal igama kepada anggota-anggotanya.” KH Ahmad Dahlan sendiri mendorong agar supaya, “Dadiyo kyai sing kemajuan…” Artinya, gagasan ini merupakan hal yang memiliki akar sejarah yang kuat di lingkungan Persyarikatan Muhammadiyah.

Islam Berkemajuan bagi Muhammadiyah adalah misi untuk bergerak agar supaya “mempertinggi derajat dan memajukan kehidupan manusia, serta memerangi keterbelakangan, kemiskinan, kebodohan dan kemerosotan akhlak” (RIB, 2022). Karenanya, Muhammadiyah berkomitmen bergerak menyerukan dakwah yang “menyerukan perbaikan” (ishlah) serta responsif sekaligus antisipatif terhadap perubahan zaman (tajdid). Atas dasar misi tersebut, Islam Berkemajuan memiliki karakteristik yang khas: berlandaskan pada tauhid yang kokoh, bersumber pada al-Qur’an dan al-Sunnah, menghidupkan ijtihad (berupaya menyelesaikan masalah) dan tajdid, mengembangkan watak tengahan Islam dan mewujudkan rahmatan lil ‘alamin.

Sementara itu, cara pandang ber-Islam Berkemajuan (manhaj) menegaskan bahwa dalam urusan akidah dan ibadah, hal itu harus suci dan murni. Sedangkan dalam urusan akhlak dan muamalah, memerlukan berbagai pengembangan yang kreatif sesuai dengan perubahan ruang dan waktu. Inilah yang menjadi perhatian Muhammadiyah sejak lama, kemudian dituangkan dalam pembahasan “Masalah Lima” dalam Himpunan Putusan Tarjih Muhammadiyah. Dalam memahami ajaran agama, merujuk kepada Manhaj Tarjih Muhammadiyah, menggunakan tiga pendekatan, yakni menggunakan teks, akal dan hati. Dalam menyelesaikan masalah keumatan (ijtihad) harus memahami perkembangan ilmu pengetahuan, sains dan teknologi mutakhir. Model ijtihad ini, bersifat berkelanjutan.

Seluruh gerak ber-Muhammadiyah adalah dalam rangka dakwah. Ini adalah mandat suci bagi warga Muhammadiyah untuk ber-amar makruf nahi munkar. Kendati demikian, karena berkaitan dengan urusan kemanusiaan dan tradisi yang berlaku, maka berbasis kebudayaan dan mengapresiasi seni yang membawa kepada kemaslahatan. Dalam berdakwah, segenap warga Muhammadiyah harus meyadari bahwa dirinya ada di tengah keragaman. Bahkan, hubungan antar umat beragama ditempa atas dasar kerjasama dalam kebajikan, demi keadilan, kemanusiaan dan perdamaian. Semua itu harus mengarahkan kepada ketakwaan kepada Allah SWT.

Di samping gerakan dakwah, ber-Muhammadiyah berarti bergerak dengan orientasi tajdid. Sebagaimana disinggung sebelumnya, selalu berupaya responsif dan antisipatif terhadap perubahan zaman. Itu semua perlu disempurnakan dengan gerakan ilmu dan amal. Dengan demikian, akan membawa kemanfaatan yang signifikan.

B. MANIFESTASI ISLAM BERKEMAJUAN

Misi Islam Berkemajuan bagi Muhammadiyah harus dimanifestasikan dalam lima ranah perkhidmatan: keumatan, kebangsaan, kemanusiaan, global dan masa depan. Hal ini juga boleh disebut sebagai ranah perjuangan sekaligus indikator keberhasilan. Jadi, misi Islam Berkemajuan dikatakan berhasil jika memenuhi indikator, dalam ranah perkhidmatan keumatan, mampu meneguhkan ukhuwah dan memperbaiki kualitas kehidupan umat. Sementara dalam ranah kebangsaan, yakni mampu memperkuat tali dan ikatan kebangsaan Indonesia, memajukan demokrasi, meningkatkan ekonomi, mengembangkan hukum dan membangun kebudayaan.

Dalam ranah perkhidmatan kemanusiaan, indikatornya adalah mampu mengentaskan kemiskinan, menguatkan masyarakat, memberdayakan perempuan, melindungi anak-anak, menanggulangi bencana, menggapai pendidikan untuk semua dan melayani kesehatan masyarakat. Dalam perkhidmatan global, mampu menegakkan keadilan dalam pergaulan internasional, memenuhi hak-hak kemanusiaan, mewujudkan perdamaian, melestarikan lingkungan dan membangun peradaban. Dalam ranah perkhidmatan masa depan adalah mampu memperjuangkan masa sekarang demi mewujudkan masa depan yang lebih baik. Di samping itu, juga mampu memersiapkan generasi masa mendatang yang tangguh, cerdas dan penuh semangat juang, melalui kaderisasi yang baik.

C. MEMBUMIKAN ISLAM BERKEMAJUAN

Islam Berkemajuan ini harus didakwahkan. Lebih dari itu, harus diturunkan menjadi berbagai program dan aktivitas di seluruh wilayah-wilayah, daerah-daerah, cabang-cabang dan ranting-ranting Muhammadiyah. Karena itu, perlu ada upaya kontekstualisasi yang dinamis, kreatif dan progresif, sehingga bisa dilaksanakan secara massif dan signifikan oleh seluruh warga Persyarikatan Muhammadiyah. Dengan kata lain, perlu ada upaya pembumian Islam Berkemajuan.

Pembumian artinya adalah upaya agar obyek tertentu mendekat kepada bumi. Bumi adalah lahan di mana manusia berpijak dan melakukan aktivitas sehari-hari. Dengan demikian, pembumian maknanya adalah upaya untuk menurunkan tingkatan pemikiran mengenai konsep tertentu, sehingga bisa dipahami dan dimengerti oleh semua kalangan (dari tingkat Pusat, hingga Cabang dan Ranting) dan juga menjadikan pemikiran yang lebih mudah tersebut, sebagai sebuah program kebajikan. Di samping itu, pelaksanaannya secara konkret bisa dilakukan oleh berbagai kalangan tersebut dengan keyakinan, kekuatan dan spirit yang secara relatif serupa.

D. TUJUAN POKOK PEMBUMIAN ISLAM BERKEMAJUAN

Tujuan pokok pembumian Islam Berkemajuan, tidak lain adalah untuk memberikan berbagai kemudahan bagi warga Muhammadiyah untuk bahu-membahu terlibat dalam proses pembangunan peradaban. Memang peradaban adalah hal yang begitu besar dan cenderung abstrak. Bahkan, peradaban terbangun oleh masyarakat yang berbudaya luhur. Akan tetapi, dengan adanya ikhtiar pembumian ini, diharapkan warga Muhammadiyah dalam berbagai tingkatan, mampu secara komprehensif memahami konsep besar, karakteristik, manhaj, gerakan dan ranah perhidmatan dari Islam Berkemajuan.

BAB II KONSEP UTAMA ISLAM BERKEMAJUAN

Tidak dapat dipungkiri bahwa secara esensial Islam adalah agama yang berkemajuan. Bahkan tanpa adanya konsepsi “Islam Berkemajuan” sekalipun, Islam itu sendiri sangat mendorong pada kemajuan-kemajuan yang pada akhirnya membawa pada kemaslahatan umum. Sebagaimana yang disebutkan dalam “Risalah Islam Berkemajuan” (RIB, 2022), “Islam yang difahami dan diamalkan dengan benar akan melahirkan umat yang unggul dan peradaban yang maju. Islam adalah agama yang mempertinggi derajat manusia serta memerangi keterbelakangan, kemiskinan, kebodohan, dan kerusakan akhlak.”

Mengangkat konsep “Islam Berkemajuan” tentu bertujuan untuk menghadang pemikiran dan pemahaman akan agama yang sebaliknya. Memang secara kontekstual, dewasa ini merebak pemikiran dan pemahaman yang membawa Islam kepada keterpurukan. Pemikiran yang demikian justru membawa kemunduran bagi umat. Karena itu, pemahaman yang benar akan Islam dan dengan demikian, spirit kemajuan di dalam ajaran agama Islam, harus selalu digalakkan sebagai narasi tandingan yang berpotensi mendorong adanya penyadaran bagi umat. Muhammadiyah adalah promotor Islam Berkemajuan dan pendorong kesadaran kritis umat. Muhammadiyah berikhtiar menjalankan misi pemajuan pemikiran dan pemahaman akan ajaran agama Islam, sehingga terjadi perbaikan-perbaikan secara bertahap, sistemik dan menyeluruh.

A. LIMA CIRI KHAS ISLAM BERKEMAJUAN

Dalam rangka menyempurnakan misi pemajuan pemikiran dan pemahaman akan ajaran agama Islam, merujuk kepada Risalah Islam Berkemajuan (2022), Muhammadiyah memiliki lima ciri khas atau karakteristik (al-Khasha’ish al-Khams li al-Islam al-Taqaddumi). Pertama, berlandaskan pada Tauhid (al-Mabni ‘ala al-Tauhid). Tauhid adalah keyakinan bahwa Allah adalah tuhan yang esa, yang membebaskan manusia dari faham kemusyrikan, percampuran dan kenisbian agama. Lebih dari itu, tauhid bermuara pada pembebasan manusia dari belenggu ketidakadilan dan penghisapan antarmanusia.

Kedua, bersumber pada al-Qur’an dan al-Sunnah (al-Ruju’ ila al-Qur’an wa al-Sunnah). Al-Qur’an adalah sumber utama keyakinan, pengetahuan, hukum, norma, moral dan inspirasi sepanjang zaman. Sunnah Rasul menggambarkan diri Nabi Muhammad SAW sebagai teladan yang harus dicontoh. Dalam memahami dua sumber tersebut, diperlukan pengkajian terhadap teks-teks, pemikiran yang luas, serta akal, ilmu pengetahuan dan teknologi.

Ketiga, menghidupkan Ijtihad dan Tajdid (Ihya’ al-Ijtihad wa al-Tajdid). Ijtihad dihidupkan melalui pemanfatan akal dan ilmu pengetahuan yang dilakukan secara terus-menerus agar melahirkan pemahaman yang sesuai dengan tujuan agama dan yang sesuai dengan problem-problem yang dihadapi oleh umat manusia. Tajdid adalah upaya pemurnian akidah dan dinamisasi muamalah dalam mewujudkan cita-cita kemajuan dalam semua segi kehidupan, seperti politik, ekonomi, sosial, pendidikan dan kebudayaan.

Keempat, mengembangkan wasathiyah (Ta’ziz al-Wasathiyah). Wasathiyah bermakna moderasi yang menolak ekstremisme dalam beragama baik dalam bentuk sikap berlebih-lebihan (ghuluww) maupun sikap pengabaian (tafrith). Wasathiyah juga bermakna posisi tengah di antara dua kutub, yakni ultra-konservatisme dan ultra-liberalisme dalam beragama. Selaras dengan itu, wasathiyah bukan berarti sekularisme politik atau permisivisme moral, tetapi sikap seimbang (tawazun) antara kehidupan personal dan sosial, serta duniawi dan ukhrawi. Karena Islam merupakan agama wasathiyah, maka ia harus menjadi ciri yang menonjol dalam berfikir dan bersikap umat Islam.

Kelima, mewujudkan rahmat bagi seluruh alam (Tahqiq al-Rahmah li al-‘Alamin). Islam adalah agama yang membawa rahmat bagi semesta alam. Karena itu, setiap Muslim berkewajiban untuk mewujudkan kerahmatan itu dalam kehidupan nyata. Misi kerahmatan itu bukan saja penting bagi kemaslahatan umat manusia, tetapi juga bagi kemaslahatan seluruh makhluk ciptaan Allah di muka bumi ini, seperti hewan, tumbuh-tumbuhan, lingkungan dan sumber daya alam.

B. MANHAJ ISLAM BERKEMAJUAN

Berdasarkan dokumen Risalah Islam Berkemajuan (2022), Islam Berkemajuan memiliki paradigma berpikir atau manhaj yang jelas (Manhaj al-Islam al-Taqaddumi). Pertama, hal itu bersumber pada ajaran Islam (Mashadir al-Ta’alim al-Islamiyah). Al-Qur’an dan al-Sunnah adalah sumber utama ajaran Islam. Penggalian terhadap makna dari dua sumber itu dilakukan dengan memanfaatkan akal, warisan intelektual, dan ilmu pengetahuan tanpa terikat pada salah satu dari sekian banyak pendapat atau aliran yang telah berkembang.

Kedua, diimensi ajaran Islam (Jawanib al-Ta’alim al-Islamiyah) yang dimaksud berkaitan dengan seluruh segi kehidupan manusia, yang terdiri dari akidah, ibadah, akhlak dan muamalah (duniawi). Akidah mengandung ajaran tentang keyakinan, ibadah mengandung ajaran tentang bagaimana beribadah, akhlak berkaitan dengan prinsip-prinsip normatif yang menegaskan dan membedakan antara perbuatan yang mulia (al-karimah) dan yang rendah (al-radzilah) dalam hubungan antara manusia dengan Allah, manusia dengan manusia, manusia dengan hewan, dan manusia dengan alam, sedangkan muamalah menyangkut pengelolaan dunia ini dengan sebaik-baiknya dan menggerakkan kehidupan masyarakat sesuai dengan prinsip-prinsip agama.

Ketiga, dalam memahami ajaran agama, Muhammadiyah menggunakan tiga pendekatan (al-Thara’iq al-Tsalats), yakni bayani (menjelaskan teks), burhani (menggunakan akal) dan ‘irfani (menggunakan hati).  Pendekatan tersebut digunakan secara serentak untuk memahami ajaran Islam sehingga dapat terlihat aneka persoalan melalui pandangan yang utuh, mendalam dan komprehensif.

Keempat, dalam berijtihad, Muhammadiyah menyerukan ijtihad berkelanjutan (al-Ijtihad al-Mustamir). Salah satu syarat dari kemajuan berfikir dalam Islam adalah sikap positif pada ijtihad. Sikap ini dilandasi oleh beberapa prinsip, yakni (a) berorientasi pada tajdid, (b) tidak berorientasi pada, tetapi menghargai, mazhab, (c) terbuka dan toleran terhadap perbedaan pemikiran. Berijtihad adalah sebuah keharusan karena peristiwa-peristiwa baru dalam kehidupan manusia senantiasa berkembang, sementara pada saat yang sama, teks-teks keagamaan (ayat qauliyah) telah berhenti dengan wafatnya Nabi Muhammad SAW. Ijtihad kolektif (ijtihad jama’i), yang melibatkan pakar dari berbagai bidang keahlian, menjadi pilihan utama. Para ahli baik lelaki maupun perempuan dalam berbagai bidang keilmuan berhimpun untuk memecahkan persoalan-persoalan keagamaan.

Kelima, akal dan ilmu pengetahuan (al-‘Aql wa al-‘Ulum) merupakan wahana yang sangat penting dalam memahami ajaran Islam, dan karena  itu pemahaman agama tanpa melibatkan akal akan melahirkan dogmatisme yang memperkecil keunggulan ajaran agama.  Ilmu pengetahuan merupakan keutamaan manusia yang wajib diusahakan. Beragama tanpa melibatkan ilmu merupakan keberagamaan yang terbelakang. Ilmu pengetahuan memiliki peran dalam memahami ajaran Islam yang begitu luas dan kaya inspirasi, sehingga semakin luas ilmu pengetahuan, semakin terbuka peluang untuk memahami kekayaan dan keunggulan ajaran Islam.

Keenam, berkaitan dengan mazhab-mazhab keagamaan (al-Madzahib al-Diniyah), Muhammadiyah memandangnya sebagai kekayaan yang sangat berharga. Mazhab-mazhab yang pernah lahir dalam sejarah sangat berharga untuk dikaji, dipertimbangkan dan diambil manfaatnya. Memilih salah satu pendapat dari mazhab apapun yang dipandang paling benar, melahirkan fatwa baru yang belum pernah ada, atau bahkan mengubah fatwa yang pernah dikeluarkan, semuanya merupakan kemungkinan yang tetap terbuka. Sikap ini berimplikasi pembebasan diri dari kungkungan sektarianisme dan fanatisisme terhadap mazhab tertentu.

Ketujuh, Muhammadiyah sangat memperhatikan pentingnya kemuliaan manusia (Hurmat al-Insan). Manusia adalah makhluk yang dimuliakan oleh Allah, diciptakan dengan struktur terbaik, dan karena itu menyandang mandat untuk menjadi hamba (‘abd) dan wakil (khalifah) Allah di muka bumi. Semua manusia diciptakan dengan fitrah yang sama dan lahir dalam keadaan setara, dan kemudian perjalanan hidup merekalah yang akan menentukan apakah mereka tetap berada dalam fitrahnya ataukah sebaliknya. Islam adalah agama yang memuliakan manusia, dan karena itu memahami ajaran agama haruslah diletakkan pada prinsip meninggikan harkat, martabat dan marwah manusia.

C. ISLAM BERKEMAJUAN SEBAGAI GERAKAN KEBAJIKAN

Berdasarkan Risalah Islam Berkemajuan (2022), Islam Berkemajuan secara lebih konkret diturunkan menjadi gerakan-gerakan kebajikan (Harakat al-Islam al-Taqaddumi). Gerakan yang dimaksud, yang pertama adalah gerakan dakwah (Harakat al-Da’wah). Umat Islam memiliki kewajiban untuk melanjutkan misi kenabian, yakni menyelamatkan manusia dari alam kegelapan menuju alam terang-benderang.  Misi ini merupakan bagian dari amanah yang diberikan oleh Allah SWT kepada manusia. Umat Islam memiliki kewajiban untuk berdakwah, mentransformasi kehidupan manusia ke arah yang lebih baik, secara persuasif dan humanis, melalui ajakan kepada kebajikan, mendorong kepada kebaikan, dan mencegah kemungkaran. Dalam masyarakat yang beragam, dakwah pencerahan membangun semangat penghormatan dan kerja sama dalam kebajikan dan ketakwaan, dan bukan dalam penyimpangan dan permusuhan.

Gerakan yang kedua adalah gerakan tajdid (Harakat al-Tajdid). Tajdid adalah upaya pembaharuan dalam memahami dan melaksanakan ajaran Islam seiring dengan tantangan dan kebutuhan zaman. Tajdid merupakan gerakan yang berlaku sepanjang zaman dan merupakan khazanah Islam yang memiliki dasar normatif maupun historis. Pelaksanaan tajdid juga ditunjukkan dalam usaha mentransformasi pemikiran-pemikiran tersebut dalam bentuk lembaga-lembaga amal, seperti pendidikan, kesehatan, pelayanan sosial, dan ekonomi, agar mampu menjawab tantangan zaman dan menjadikan umat Islam semakin maju pada masa depan.

Gerakan yang ketiga adalah gerakan ilmu (Harakat al-‘Ilm). Ilmu berfungsi penting untuk menangkap pesan-pesan agama secara lebih tepat, mengembangkan tata kehidupan secara lebih baik, dan menciptakan hal-hal baru untuk memajukan tingkat peradaban manusia. Gerakan ilmu berfungsi untuk memerangi kebodohan dan keterbelakangan. Gerakan itu diwujudkan dalam bentuk pengembangan lembaga-lembaga pendidikan, dari pra-sekolah sampai pendidikan tinggi, forum-forum pencerahan, pusat-pusat riset dan inovasi, dan pertemuan-pertemuan untuk mempercepat peningkatan capaian ilmiah.

Gerakan yang keempat adalah gerakan amal (Harakat al-‘Amal). Islam adalah agama perbuatan (din al-‘amal), agama yang tidak berhenti pada keyakinan melainkan harus diwujudkan dalam bentuk amal perbuatan. Pandangan tersebut mengantarkan pada terwujudnya gerakan amal kolektif, terorganisasi dan terstruktur dalam bentuk lembaga-lembaga amal saleh yang berorientasi pada pemecahan problem-problem kehidupan, seperti lembaga-lembaga kedermawanan, kesejahteraan, pemberdayaan, pendidikan, dan kesehatan.

D. PERKHIDMATAN ISLAM BERKEMAJUAN DALAM BERBAGAI RANAH KEHIDUPAN

Islam Berkemajuan yang terwujud dalam berbagai gerakan kebajikan, memang diikhtiarkan agar supaya berkontribusi dalam berbagai ranah kehidupan. Inilah manifestasi Islam Berkemajuan. Inilah perkhidmatan Muhammadiyah yang nyata bagi kemaslahatan umum (al-Khidmat al-Islam al-Taqaddumi). Perkhidmatan yang pertama adalah perkhidmatan di ranah keumatan (Khidmat al-Ummah). Islam Berkemajuan menuntut perkhidmatan dalam memperkokoh ukhuwah (persaudaraan) dengan menyatukan hati dan pikiran sehingga menjadi kekuatan untuk mewujudkan Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam. Ukhuwah akan terbangun kokoh di kalangan umat jika bersama-sama menjauhkan diri dari sikap saling merendahkan dan berperasangka buruk terhadap sesama Muslim. Di samping persoalan ukhuwah, umat Islam perlu berjuang untuk meningkatkan kualitas. Kuantitas yang besar harus diimbangi dengan kualitas yang unggul. Keunggulan jumlah yang tidak disertai dengan keunggulan mutu akan memperburuk citra umat, dan akan menjadi bagian dari permasalahan yang menghambat kemajuan.

Kedua, perkhidmatan kebangsaan (al-Khidmat al-Sya’biyah). Islam Berkemajuan mengharuskan perkhidmatan kepada bangsa, yang merupakan perwujudan dari pandangan bahwa Indonesia adalah Dar al-‘Ahdi wa al-Syahadah (negara perjanjian dan kesaksian). Pandangan tersebut memiliki konsekuensi untuk secara terus-menerus mengajak semua anak bangsa dalam menggerakkan dan mengawal perjalanan bangsa menuju cita-cita luhur, yang dalam al-Qur’an digambarkan sebagai baldatun thayibatun wa rabbun ghafur (negara yang baik yang penuh ampunan Tuhan). Dengan semangat yang sama, cita-cita itu juga dirumuskan sebagai masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila, atau dalam ideologi Muhammadiyah disebut masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Rumusan-rumusan tentang tujuan itu tidaklah bertentangan, melainkan mengandung nilai-nilai yang sama sebagai landasan memaksimalkan peran seluruh komponen anak bangsa menuju masyarakat, bangsa dan negara yang dicita-citakan.

Ketiga, perkhidmatan kemanusiaan (al-Khidmat al-Insaniyah). Islam Berkemajuan mewajibkan perkhidmatan untuk menjunjung tinggi kemanusiaan. Perkhidmatan ini diwujudkan dalam usaha-usaha untuk mengentaskan kemiskinan, menguatkan masyarakat, memberdayakan perempuan, melindungi anak, menanggulangi bencana, mendidik semuanya, dan memberikan pelayanan kesehatan. Semua bentuk perkhidmatan ini dikembangkan melalui lembaga-lembaga yang berkaitan langsung dengan kebutuhan manusia agar tidak terperangkap dalam situasi dehumanisasi, kesengsaraan dan ketidakadilan.

Keempat, perkhidmatan global (al-Khidmat al-‘Alamiyah). Islam Berkemajuan diimplementasikan dalam bentuk perkhidmatan dalam membangun tata dunia yang adil, damai dan sejahtera. Dalam situasi dunia yang diwarnai dengan ketidakadilan, konflik dan peperangan, serta penderitaan di dunia ini, maka Islam Berkemajuan hadir untuk bersama-sama para tokoh, masyarakat dan lembaga internasional untuk menegakkan keadilan, menjamin pemenuhan hak-hak manusia, dan mewujudkan perdamaian. Perkhidmatan global juga menunjukkan perhatian yang tinggi terhadap ancaman kehidupan, seperti kerusakan lingkungan dan pemanasan global. Islam Berkemajuan menuntut keterlibatan masyarakat dunia untuk mengembangkan peradaban yang maju, yang ditandai dengan ilmu pengetahuan yang luas, teknologi yang unggul, serta moralitas dan spiritualitas yang kokoh.

Kelima, perkhidmatan masa depan (al-Khidmat al-Mustaqbaliyah). Islam Berkemajuan menegaskan pentingnya perkhidmatan untuk mewujudkan masa depan kehidupan yang lebih baik. Perkhidmatan ini dilakukan dengan mempersiapkan generasi yang akan datang dengan wawasan, moral, ilmu pengetahuan, teknologi dan keterampilan hidup yang baik agar mampu menghadapi tantangan pada zamannya. Ilmu pengetahuan dan teknologi akan semakin menentukan kehidupan manusia dan karena itu harus terus dimajukan dan dimanfaatkan sebagai instrumen bagi peningkatan dan pemerataan kesejahteraan manusia seutuhnya pada masa mendatang.

E. GARIS BESAR PEMBUMIAN ISLAM BERKEMAJUAN

Demikianlah garis besar pembumian Islam Berkemajuan yang bukan sekedar mencakup masalah seruan moral, namun secara komprehensif terwujud dalam berbagai gerakan kebajikan (gerakan dakwah, gerakan tajdid, gerakan ilmua dan gerakan amal) yang diupayakan secara strategis dalam lima ranah perkhidmatan (perkhidmatan keumatan, perkhidmatan kebangsaan, perkhidmatan kemanusiaan, perkhidmatan global dan perkhidmatan masa depan). Inilah hal yang diyakini oleh Muhammadiyah akan membawa kepada berbagai kemajuan, kebajikan, kemaslahatan dan tumbuhnya peradaban kemanusiaan yang luhur.

BAB III DAKWAH ISLAM BERKEMAJUAN

A. PENGERTIAN DAKWAH

Ada banyak sekali pengertian mengenai dakwah. Namun, secara umum dakwah secara bahasa berarti menyeru, mengajak atau memanggil manusia agar supaya beriman kepada Allah SWT. Sedangkan secara istilah adalah suatu ikhtiar baik dalam rangka membawa diri pribadi maupun sesama untuk mendekatkan diri kepada Allah, dalam rangka meningkatkan keimanan dan ketakwaan. Muhammadiyah, terutama merujuk kepada Muqaddimah Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Muhammadiyah, mengikrarkan diri sebagai “Gerakan Islam dakwah amar ma’ruf nahi munkar.” Disebut gerakan Islam, karena bergerak atas dasar tauhid (meng-Esa-kan Allah). Konsekuensi bertauhid ini adalah mengikuti jalan kenabian, terutama Nabi Muhammad SAW. Jalan kenabian ini adalah jalan lurus kebenaran yang di dalamnya mengandung ajaran-ajaran kebajikan, yang terdiri dari perintah-perintah dan larangan-larangan yang akan membawa kemaslahatan hidup manusia di dunia dan di akhirat. Mengikuti jalan kenabian ini, berarti hidup seorang hamba sepenuhnya merupakan upaya yang sungguh-sungguh dalam mendekatkan diri kepada Allah (taqarrub ila Allah).

Dengan ikhtiar ini, diharapkan seorang hamba akan tetap di jalan yang benar dan menjadi bagian dari mereka yang meyakini jalan keselamatan. Sebagaimana di dalam QS Ali Imran/3: 102, Allah SWT berfirman:

يٰۤـاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا اتَّقُوا اللّٰهَ حَقَّ تُقٰتِهٖ وَلَا تَمُوْتُنَّ اِلَّا وَاَ نْـتُمْ مُّسْلِمُوْنَ

“Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan Muslim.”

Gerakan Islam bagi Muhammadiyah bukanlah gerakan individual, tapi gerakan berjamaah. Di samping itu, juga memperkuat dan memperbanyak anggota jamaah yang dimiliki.

Di dalam QS Ali Imran/3: 103, disebutkan bahwa:

وَا عْتَصِمُوْا بِحَبْلِ اللّٰهِ جَمِيْعًا وَّلَا تَفَرَّقُوْا ۖ وَا ذْكُرُوْا نِعْمَتَ اللّٰهِ عَلَيْكُمْ اِذْ كُنْتُمْ اَعْدَآءً فَاَ لَّفَ بَيْنَ قُلُوْبِكُمْ فَاَ صْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهٖۤ اِخْوَا نًا ۚ وَكُنْتُمْ عَلٰى شَفَا حُفْرَةٍ مِّنَ النَّا رِ فَاَ نْقَذَكُمْ مِّنْهَا ۗ كَذٰلِكَ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَـكُمْ اٰيٰتِهٖ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُوْنَ

“Dan berpegang teguhlah kamu semuanya pada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai, dan ingatlah nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliah) bermusuhan, lalu Allah mempersatukan hatimu, sehingga dengan karunia-Nya kamu menjadi bersaudara, sedangkan (ketika itu) kamu berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari sana. Demikianlah, Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu agar kamu mendapat petunjuk.”

Sebagaimana tugas mulia yang dilakukan oleh para nabi dalam memperkuat dan memperbanyak anggota jamaah yang dimiliki, gerakan Islam ini mendakwahkan amar ma’ruf nahi munkar. Amar ma’ruf bermakna menyeru kepada perbuatan baik, termasuk memuliakan harkat dan martabat manusia serta memelihara alam, sedangkan nahi munkar adalah upaya untuk menghadang, melawan dan mencegah segala bentuk dehumanisasi sekaligus destruktifikasi alam. Adapun segala ikhtiar yang kita lakukan dan bagaimana takdir bermuara, sepenuhnya hal itu harus diserahkan kepada Allah semata. Seorang hamba sebagai individu, maupun jamaah secara kolektif, mesti memiliki kesadaran transenden bahwa Allah-lah pemilik hidup dan mati, sehingga timbul rasa berserah diri yang ikhlas dari dalam lubuk hati manusia. Merujuk kepada QS Ali Imran/3: 104, Allah SWT berfirman:

وَلْتَكُنْ مِّنْكُمْ اُمَّةٌ يَّدْعُوْنَ اِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُوْنَ بِا لْمَعْرُوْفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ ۗ وَاُ ولٰٓئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ

“Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.”

Sementara di ayat 110 Surat yang sama, dijelaskan bahwa:

كُنْتُمْ خَيْرَ اُمَّةٍ اُخْرِجَتْ لِلنَّا سِ تَأْمُرُوْنَ بِا لْمَعْرُوْفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُوْنَ بِا للّٰهِ ۗ وَلَوْ اٰمَنَ اَهْلُ الْكِتٰبِ لَكَا نَ خَيْرًا لَّهُمْ ۗ مِنْهُمُ الْمُؤْمِنُوْنَ وَاَ كْثَرُهُمُ الْفٰسِقُوْنَ

“Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena kamu) menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka. Di antara mereka ada yang beriman, namun kebanyakan mereka adalah orang-orang fasik.”

Istilah “…dan beriman kepada Allah” adalah bersandar dan berserah diri kepadaNya semata, setelah segala upaya yang kita lakukan. Dalam hal ini, QS Al-Insyirah/94: 7-8 menyatakan bahwa:

فَاِ ذَا فَرَغْتَ فَا نْصَبْ 

“Maka apabila engkau telah selesai (dari sesuatu urusan), tetaplah bekerja keras (untuk urusan yang lain),”

وَاِ لٰى رَبِّكَ فَا رْغَبْ

“Dan hanya kepada Tuhanmulah engkau berharap.”

B. URGENSI DAKWAH

Urgensi dakwah sangatlah penting bukan sekedar bagi masalah kehidupan setelah mati nanti, namun juga kehidupan sehari-hari saat ini.  Dakwah pada mulanya secara mendasar bertujuan memantik kesadaran kritis sasarannya (pendengar, penyaksi dan pengamal secara partisipatoris). Dengan kesadaran kritis tersebut, seseorang yang menerima dakwah akan mengaktifkan potensi inderawi, nalar dan hatinya. Mereka akan lebih mudah berpikir, melakukan refleksi kritis dan pada akhirnya merenung secara mendalam. Dengan apa yang dilakukannya tersebut, seseorang akan siap menerima inspirasi langit.

Memang tidak ada jaminan bahwa seseorang akan mendapatkan petunjuk langit, karena hanya Allah yang memiliki kuasa dan hak atas hidayah. Allah SWT berfirman:

فَمَنْ يُّرِدِ اللّٰهُ اَنْ يَّهْدِيَهٗ يَشْرَحْ صَدْرَهٗ لِلْاِ سْلَا مِ ۚ وَمَنْ يُّرِدْ اَنْ يُّضِلَّهٗ يَجْعَلْ صَدْرَهٗ ضَيِّقًا حَرَجًا كَاَ نَّمَا يَصَّعَّدُ فِى السَّمَآءِ ۗ كَذٰلِكَ يَجْعَلُ اللّٰهُ الرِّجْسَ عَلَى الَّذِيْنَ لَا يُؤْمِنُوْنَ

“Barang siapa dikehendaki Allah akan mendapat hidayah (petunjuk), Dia akan membukakan dadanya untuk (menerima) Islam. Dan barang siapa dikehendaki-Nya menjadi sesat, Dia jadikan dadanya sempit dan sesak, seakan-akan dia (sedang) mendaki ke langit. Demikianlah Allah menimpakan siksa kepada orang-orang yang tidak beriman.” (QS Al-An’am/6: 125).

Meskipun demikian, upaya dakwah tetap harus dilakukan, karena itu adalah wujud dari kesungguhan kita dalam menghamba kepada Allah (menegakkan tauhid). Sekurang-kurangnya dengan adanya dakwah, kita memiliki peluang untuk merealisasikan perubahan menuju kepada kondisi yang lebih baik. Dalam bahasa ilmu sosial, hal ini disebut dengan transformasi. Sementara merujuk kepada tradisi Islam, hal ini disebut hijrah.

Ketika seseorang menerima hidayah Allah, maka baik akal, hati dan perilakunya akan berubah menjadi hal yang baik. Kebaikan yang dilakukan secara berjamaah dan pada akhirnya semakin meluas, merupakan modal yang penting dalam membangun kebudayaan kebajikan. Melalui pembangunan kebudayaan Islami tersebut, maka sedikit demi sedikit akan tumbuh peradaban yang luhur dan mulia. Pada saat itulah cita-cita terwujudnya baldatun thayyibatun wa Rabbun ghafur menjadi kenyataan.

Dengan adanya negeri yang aman, tentram, makmur, adil dan sejahtera, serta mendapatkan ampunan Tuhan, maka sebenarnya kita telah mengupayakan kemaslahatan di dalam kehidupan di dunia. Sedangkan segala amal saleh dan pahala yang ditimbulkan dari kesungguhan kita dalam berdakwah dan membangun peradaban, maka insya Allah itulah yang akan membawa kemaslahatan di kampung akhirat kelak. Dengan demikian, inilah urgensi dakwah yang sebenarnya, yakni mewujudkan kemaslahatan baik di dunia maupun di akhirat.

C. BERBAGAI MODEL DAKWAH

Terdapat berbagai model dakwah yang selama ini secara efektif dipraktikkan dan mendapatkan sambutan yang positif. Pertama, dakwah individual (fardiah) atau disebut juga dengan dakwah perorangan. Dakwah yang demikian sangat dibutuhkan oleh siapa saja yang membutuhkan nasehat maupun inspirasi kebajikan. Dakwah model ini berlangsung secara intens dan bersifat langsung (mubasyarah). Warga Muhammadiyah tentu saja sangat akrab dengan dakwah ini, karena seperti menjadi tugas sehari-hari yang membahagiakan baik bagi dirinya secara pribadi maupun bagi sesama.

Kedua, adalah dakwah kepada khalayak umum (ammah). Dakwah ini juga dikenal dengan istilah dakwah di ruang publik. Dakwah ini biasanya didesain dengan berbagai cara dan media. Bisa melalui pengajian, pidato, bahkan rekaman video atau suara yang disiarkan melalui berbagai media. Bisa juga dakwah ini disampaikan melalui forum-forum tertentu, seperti seminar, talkshow, ketika mengajar di kelas dan bahkan kegiatan perbincangan sehari-hari yang melibatkan banyak kalangan. Dakwah ini memerlukan kemahiran dalam penyampaiannya, termasuk berkaitan dengan retorika, kemampuan psikologi panggung dan massa, drama turgi (sebagaimana yang biasa dipraktikkan para tokoh, artis atau seniman), dan tentu saja pengetahuan yang mumpuni berkaitan dengan materi yang disampaikan dalam dakwah.

Ketiga, dakwah dengan lisan dan tulisan (bi al-lisan wa al-tadwin). Dakwah dengan lisan berarti dilakukan dengan komunikasi melalui wicara, sementara dakwah melalui tulisan dilakukan melalui publikasi naskah yang inspiratif. Naskah tersebut baik dalam bentuk tulisan yang pendek, misalnya adalah kutipan yang ditampilkan melalui poster, gambar maupun infografis, maupun tulisan yang panjang, berupa artikel, makalah ilmiah, hingga buku atau jenis pengarsipan dokumen besar lainnya.

Keempat, dakwah melalui perbuatan kebajikan maupun menghadang kemunkaran (bi al-haal). Dakwah ini adalah dakwah yang bukan sekedar memantik timbulnya kesadaran kritis dari dalam diri penerimanya, namun juga melibatkan secara langsung melalui pengalaman yang nyata. Artinya, dakwah sebagai manifestasi iman yang materiil ini, lebih berpotensi memberikan dampak yang signifikan dalam kehidupan.

D. BERBAGAI PERSYARATAN ESENSIAL DAKWAH

Meskipun Nabi Muhammad SAW menyarankan agar kita, termasuk warga Persyarikatan Muhammadiyah, untuk berdakwah menyampaikan kebajikan walau satu ayat, namun ada berbagai persyaratan yang sangat penting untuk digunakan sebagai bekal. Menurut riwayat dari Abdullah bin Umar, Nabi bersabda:

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو: أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ بَلِّغُوا عَنِّي وَلَوْ آيَةً، وَحَدِّثُوا عَنْ بَنِي إِسْرَائِيلَ وَلاَ حَرَجَ، وَمَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنْ النَّارِ.

Artinya: “Dari Abdullah ibn Amr: Bahwa Nabi ﷺ bersabda: Sampaikan dariku sekalipun satu ayat dan ceritakanlah (apa yang kalian dengar) dari Bani Isra’il dan itu tidak apa (dosa). Dan barang siapa yang berdusta atas namaku dengan sengaja maka bersiap-siaplah menempati tempat duduknya di neraka” (Hadits Sahih Riwayat al-Bukhari: 3202).

Benarlah dakwah itu penting. Namun terdapat rambu-rambu agar supaya kita tidak memanipulasi apapun demi tujuan yang kurang baik. Termasuk, menyampaikan informasi palsu demi kepentingan tertentu. Dalam konteks ini, terdapat pelajaran penting yang berkaitan dengan dakwah, yakni:

Pertama, seorang dai harus memiliki kemampuan intelektual berkaitan dengan ilmu agama, ilmu umum dan ilmu komunikasi dakwah yang baik. Kedua, mereka harus siap lahir dan batin, sehingga ikhlas dan senantiasa terjaga oleh cahaya tauhid. Kesiapan inilah yang menjamin bahwa kita tidak akan melakukan perbuatan yang justru bertentangan dengan ajaran agama, tidak akan mendahulukan kepentingan duniawi yang diliputi nafsu, dan tentu tidak manipulatif. Ketiga, memiliki kekuatan kesabaran dan kebijaksanaan yang tinggi. Hal ini penting agar kita tepat sasaran dalam berdakwah dan mampu mengukur keberhasilan dakwah yang dilakukan. Keempat, memiliki etos dan stamina yang prima. Dakwah juga memerlukan kerja keras terus-menerus tanpa kenal lelah (persistensi), sehingga kita bisa memastikan bahwa ada hasil dari dakwah yang diupayakan dan kelak menjadi hal yang bermanfaat bagi kehidupan generasi masa depan. Hal yang membuat dakwah menjadi kurang signifikan atau bahkan gagal, adalah karena dai yang bertugas kehilangan semangat atau sudah kehilangan kesehatannya.

E. DAKWAH ISLAM BERKEMAJUAN

Sebenarnya, daripada sebuah materi dakwah, Islam Berkemajuan lebih merupakan konsep, panduan dan program strategis dalam rangka mewujudkan cita-cita Muhammadiyah dalam konteks kekinian. Tentu di dalamnya juga menyinggung masalah dakwah yang spesifik. Pada intinya, mengajak warga Persyarikatan Muhammadiyah dan khalayak ramai untuk turut serta membangun peradaban kemanusiaan yang gemilang. Karena itu, dakwah yang dimaksud dalam konteks ini, termasuk di antaranya adalah terlibat secara partisipatoris dan berkontribusi langsung dalam berbagai program dan agenda perkhidmatan Islam Berkemajuan. Artinya, dakwah di sini adalah sebuah misi besar yang lebih luas, lebih serius dan lebih strategis ketimbang dakwah keagamaan konvensional pada umumnya.

Merujuk pada dokumen Risalah Islam Berkemajuan (2022), misi besar Islam berkemajuan harus disampaikan dan diupayakan melalui aksi-aksi kebajikan mulai dari lingkup terkecil seperti keluarga, para sahabat, tetangga dan sanak famili, di tempat bekerja dan bahkan di Amal Usaha Muhammadiyah, hingga lingkup yang lebih luas seperti ummat dan masyarakat, bangsa dan negara, global atau internasional, kemanusiaan semesta dan bahkan lingkup yang berorientasi pada pembangunan masa depan yang cerah dan mencerahkan.

Inilah perkhidmatan Islam berkemajuan, yang terwujud melalui berbagai gerakan, seperti gerakan dakwah, gerakan tajdid, gerakan ilmu dan gerakan amal. Inilah perkhidmatan Muhammadiyah yang bertujuan utama mengupayakan kemaslahatan umum (al-Khidmat al-Islam al-Taqaddumi).

BAB IV MASALAH DAN TANTANGAN DAKWAH ISLAM BERKEMAJUAN

Ketika berdakwah maupun menjalankan program seringkali kita menghadapi berbagai masalah dan tantangan. Tentu saja seorang pendakwah (da’i) maupun pelaksana program di persyarikatan, akan merasa berat. Meskipun demikian, berbagai hal yang dianggap merintangi tersebut tidak boleh dihindari, diabaikan dan terlebih diperbesar. Masalah dan tantangan yang ada, harus dihadapi dan diselesaikan secara strategis.

Namun, sebelum kita berupaya menyelesaikan hal-hal yang menghambat dakwah dan pelaksanaan program di persyarikatan, kita harus mengidentifikasi, menganalisis dan bahkan memikirkan hal-hal yang memungkinkan untuk menyelesaikannya. Para da’i dan pelaksana program harus memiliki bekal yang cukup dalam membaca, memahami, menganalisis dan menyelesaikan masalah dan tantangan dalam berdakwah.

A. MASALAH UMUM DAKWAH

Sekurang-kurannya terdapat dua jenis masalah dalam dakwah. Pertama adalah masalah internal, sementara yang kedua adalah masalah eksternal. Keduanya bisa datang secara bersamaan maupun bergantian, sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapi ketika berdakwah. Pertama, masalah internal. Masalah ini berkaitan dengan da’i atau pelaksana program sebagai subyek yang terlibat dalam dakwah. Masalah internal ini, sekurang-kurangnya dibagi menjadi empat bagian: (1) kurangnya bekal yang dimiliki secara intelektual, (2) secara moral, (3) keterampilan praktis dalam berkomunikasi, (4) dan masalah spiritual.

Masalah kapasitas intelektual yang dimiliki berkaitan dengan pengetahuan seorang da’i atau pelaksana program. Pengetahuan ini, bisa tentang ilmu-ilmu keislaman (terutama ilmu-ilmu al-Quran dan ilmu-ilmu hadits), ilmu-ilmu umum (ilmu-ilmu yang berguna untuk memahami konteks dakwah) dan juga kombinasi di antara keduanya yang diperkuat oleh wawasan mengenai integrasi ilmu pengetahuan, filsafat, berpikir kritis dan tentu saja, dalam konteks Muhammadiyah, juga tentang Kemuhammadiyahan (sejarah, ideologi, program dan seterusnya).

Bisa jadi seorang da’i atau pelaksana program memiliki kelebihan dalam penguasaan ilmu-ilmu keislaman. Misalnya, hafalan al-Quran dan haditsnya banyak dan kuat, serta wawasan mengenai tafsir, kalam, tasawwuf, tarikh, fikih dan ushul al-fiqh-nya luas dan mendalam. Namun, ketika tidak terbiasa dengan berbagai perspektif yang berkembang (sudut pandang) mengenai ilmu-ilmu sosial, humaniora dan seni, maka kemungkinan besar akan kesulitan dalam memahami berbagai fenomena kehidupan (sosial) yang ada.

Gagal dalam membaca konteks, tentu menghambat transformasi yang diupayakan berdasarkan pada dalil-dalil syar’i. Hal ini menyebabkan dakwah berbagai nilai kebajikan dari kitab suci dan tradisi kenabian, terhambat karena salah sasaran, keliru caranya, dan bahkan justru menciptakan kebisingan sosial dan kegaduhan. Tidak jarang memang, da’i dan pelaksana program yang hanya tahu dalil-dalil semata (karena berbekal hafalan berbagai ungkapan ayat, hadits atau kitab ilmu keislaman) pada akhirnya terlalu keras dan mudah membuat lawan bicaranya tersinggung atau sakit hati.

Masalah internal yang kedua adalah masalah moralitas. Masalah ini berkaitan dengan masalah hati dan keteladanan dalam menjalani hidup, termasuk dalam melaksanakan tugas dakwah dan pelaksanaan program persyarikatan. Kemampuan moral yang baik, menjadikan seorang agensi dakwah dan pelaksana program menjalani hidup secara lurus. Artinya, terdapat kesesuaian antara hati, akal, ucapan dan perilakunya.

Kesesuaian antara hati, akal, ucapan dan perilaku ini, membuat kita lebih percaya diri dalam menyampaikan kebajikan. Meskipun, tidak ada jaminan pula bahwa para pendengar akan berubah, hijrah atau bertransformasi menjadi hamba yang benar-benar memihak risalah kenabian. Masalah yang terakhir ini berkaitan dengan masalah spiritualitas yang dimiliki, yang akan dibahas kemudian.

Seorang da’i atau pelaksana program yang cakap, pandai dan bahkan memiliki performance yang memukau, jika tidak didukung dengan kecakapan moral, maka akan kehilangan kepercayaan dari masyarakat. Masalah ini sederhana. Jika siapa saja yang mengatakan kebajikan tapi minus keteladanan, maka justru akan dikecam. Bahkan di dalam kitab suci, Allah mengecam perilaku yang demikian. Allah SWT berfirman:

يٰۤاَ يُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لِمَ تَقُوْلُوْنَ مَا لَا تَفْعَلُوْنَ

كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللّٰهِ اَنْ تَقُوْلُوْا مَا لَا تَفْعَلُوْنَ

“Wahai orang-orang yang beriman! Mengapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? (Itu) sangatlah dibenci di sisi Allah jika kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.” (QS. As-Saff/61: Ayat 2-3).

Masalah penting lainnya adalah ketiadaan kemampuan komunikasi yang baik, benar, bijaksana, santun dan menggembirakan. Tanpa kemampuan ini, maka resiko mendapatkan resistensi dari pihak luar akan jauh lebih besar. Terlebih bahwa, tidak seluruh perkataan kebajikan menjanjikan adanya respon yang baik pula. Di dunia yang diliputi kepentingan politik, ekonomi dan hasrat duniawi lainnya, dakwah kebajikan juga kerap dianggap sebagai penghalang tujuan. Tanpa kemampuan komunikasi yang tepat dan sesuai dengan konteks lawan bicara, kemungkinan besar datangnya manipulasi wacana akan terjadi.

Karena itu, di musim politik praktis misalnya, ungkapan yang disampaikan seorang da’i atau pelaksana program persyarikatan, rentan diplintir oleh segelintir oknum demi memenuhi kepentingan politik mereka. Ini jelas berbahaya bagi kepentingan umat dan pembangunan kebudayaan yang luhur. Sementara itu, masalah internal yang terakhir adalah masalah spiritual. Hal ini tentu menyentuh masalah kejiwaan dan relung hati manusia. Hal ini juga berkaitan dengan masalah keimanan sekaligus optimisme mengenai datangnya masa depan yang lebih cerah.

Orang yang kuat iman, akan senantiasa optimis. Seandainya ujian dan cobaan datang bertubi-tubi tiada henti, ia akan tetap tabah dan sabar. Di balik ketabahan dan kesabaran inilah terdapat fondasi spiritualisme. Tanpa hal itu, da’i yang hebat sekalipun akan mudah terpatahkan hatinya dan pada akhirnya akan berhenti di tengah jalan. Hal ini juga berkaitan dengan rintangan dakwah yang dirasa terlalu berat, atau ketika beramar makruf nahi munkar berhadapan musuh yang di luar dugaan terlalu hebat, atau bisa juga berdakwah namun tidak pernah mencapai hasil yang memuaskan. Tidak jarang, seorang da’i atau pelaksana program persyarikatan merasa tidak kuat, sehingga harus meninggalkan amanah yang ditanggung dengan perasaan yang kalah.

Kedua, masalah eksternal. Masalah ini berada di luar diri pribadi sebagai agen dakwah. Masalah ini bisa datang dari lingkup yang kecil, hingga yang lebih luas. Masalah dakwah, terkadang justru datang dari keluarga. Karena itu, anak maupun isteri atau suami, sebagai titipan Allah dalam mengarungi kehidupan ini, juga dianggap sebagai suatu hal yang membawa cobaan. Lingkup yang lebih besar adalah komunitas, kemudian masyarakat, negara dan bahkan dunia global. Batas-batas interaksi sosial, politik dan kebudayaan tertentu, bisa menjadikan dakwah justru tidak berjalan dengan lancar. Jarak sosial, politik dan kebudayaan membawa kepada proses saling memahami yang tidak mudah. Belum lagi bahwa masalah perbedaan suku, ras, agama, etnisitas, bahasa, warna kulit dan nasionalisme, sangat mempengaruhi efektifitas dakwah.

Masalah eksternal lainnya yang patut dipertimbangkan adalah kecintaan akan harta benda, jabatan dan kemuliaan diri yang sebenarnya bersifat sementara (fana). Hal-hal tersebut adalah di antara hal-hal yang melenakan dan membuat siapa saja terlena. Tanpa sadar, para da’i atau pelaksana program persyarikatan akan terjerumus dalam jurang nista keserakahan akan nafsu duniawi. Hal ini diperparah dengan adanya nafsu libidinalitas yang menjadikan kecenderungan terhadap lawan jenis, meluap tanpa kontrol. Jelas saja hal ini membawa kepada pelanggaran terhadap prinsip-prinsip syariah.

Para agensi dakwah yang kalah dengan berbagai faktor eksternal ini, sulit sekali menggapai keberhasilan. Seorang da’i kondang misalnya, jika ia terlalu serakah dan buta mata hati, maka bukan sekedar mencoreng nama baik Islam dan Muhammadiyah, namun juga menjadi beban bagi misi pembangunan peradaban kemanusiaan.

B. MASALAH DAKWAH KEKINIAN

Di samping masalah internal dan eksternal, dakwah juga harus berhadapan dengan perubahan konteks ruang dan waktu (zaman). Dakwah sebagai sebuah entitas tidak berhenti begitu saja ketika kontemporaritas bergulir. Artinya, dakwah harus mendinamisasi dirinya sendiri sehingga relevan dengan zaman. Dakwah dengan kata lain harus juga beradaptasi, menyesuaikan diri dan mengupayakan pembaruan (tajdid). Dalam konteks pembaruan ini, bukan berlaku pada nilai-nilai universal Islam yang tetap, tetapi pada bentuk, model, metode, cara dan implementasi di lapangan. Dengan demikian, dakwah yang tercatat sebagai bagian dari sejarah masa lalu, belum tentu relevan dengan dakwah di masa kini.

Sebagai contoh, dakwah di tengah-tengah terjadinya revolusi teknologi 4.0 harus menyatu dengan sosial media, kecerdasan buatan dan bahkan dengan kegemaran-kegemaran masyarakat baru (generasi milenial, generasi z dan alpha). Pada akhirnya, dakwah tidak lagi berjalan dari masjid ke masjid atau dari pengajian ke pengajian, namun juga dari gawai (gadget) dan aplikasi elektronik yang bisa diakses oleh masyarakat baru tersebut. Dakwah ini jelas melampaui dari apa yang dipahami sebagai dakwah lisan dan tulisan. Dakwah yang kekinian, bisa melalui platform media sosial seperti YouTube, Instagram dan bahkan TikTok. Dakwah inilah yang relatif dapat diterima oleh generasi muda. Ketika zaman berubah, maka dakwah menyesuaikan diri tanpa harus kehilangan nilai dan spirit universal yang dikandungnya.

C. TANTANGAN DAKWAH ISLAM BERKEMAJUAN

Pada dakwah Islam Berkemajuan, termasuk di dalamnya menjalankan misi dan program, sama seperti dakwah pada umumnya. Keberhasilan dakwah Islam Berkemajuan, sangat ditentukan oleh keberhasilannya dalam mengatasi berbagai masalah internal, eksternal dan perubahan zaman (trend kekinian). Kendati demikian, tantangan lain mengenai dakwah Islam Berkemajuan harus dijelaskan di sini. Karena konteks dakwah ini ada pada organisasi Muhammadiyah, maka tantangan yang harus dihadapi adalah tantangan organisasional, birokrasi dan kekompakan di antara sesama aktivis Muhammadiyah.

Tantangan penting yang harus dicatat pula adalah berkaitan dengan masalah eksternal, yakni memastikan adanya regenerasi kader dakwah yang tangguh, militan dan berkemajuan.  Tanpa adanya kader yang terus-menerus diproduksi, maka dakwah tidak bisa menjamin kelangsungan hidupnya (sustainabilitasnya). Karena itu, sebenarnya prinsip dakwah Islam Berkemajuan adalah dakwah yang berkelanjutan dan bersifat dinamis karena pembaruan-pembaruan yang diupayakan.

BAB V SOLUSI DAN STRATEGI DAKWAH ISLAM BERKEMAJUAN

Setelah diidentifikasi, terdapat dua masalah dalam dakwah. Yakni masalah internal dan eksternal. Masalah internal lebih merupakan masalah yang datang dari dalam diri pribadi seorang da’i maupun pelaksana program persyarikatan, sementara masalah eksternal adalah masalah yang datang dari luar diri. Keduanya bisa datang bergantian atau bersamaan sekaligus, sehingga membuat tugas dakwah menjadi lebih berat dan menantang.

Kendati demikian, tentu ada berbagai solusi yang bisa diupayakan untuk menyelesaikan masalah-masalah tersebut. Terlebih bahwa, solusi ini tampak lebih jelas karena berbasis pada analisis terhadap masalah yang ada. Berbagai masalah tersebut diidentifikasi secara jelas, didefinisikan, dipahami, dianalisis dan kemudian dicarikan solusi yang paling memungkinkan dan dianggap relevan. Tugas ini adalah bagian dari penyusunan strategi dakwah, sebelum turun ke medan dakwah dan berdakwah secara praktis dan implementatif.

A. SOLUSI UMUM DAKWAH

Ada empat masalah internal dalam berdakwah, yakni (1) kurangnya kapasitas intelektual, (2) ketiadaan keteladanan moral, (3) keterampilan komunikasi yang lemah, (4) dan masalah spiritualitas yang tidak terasah dengan baik. Pertama, kapasitas intelektual bisa ditempa. Para da’i atau calon da’i bisa menempuh pendidikan formal maupun non-formal untuk menggenapi kapasitas intelektual yang dimiliki. Memang tidak bisa orang biasa tiba-tiba menekuni profesi sebagai dai, kecuali memiliki penguasaan ilmu-ilmu keislaman yang mumpuni. Kalaupun ada, pasti mereka adalah orang-orang yang memiliki kapasitas yang luar biasa.

Mereka yang ingin menjadi dai dan mahir berdakwah harus dipersiapkan secara sungguh-sungguh. Karena itu, mereka bisa menempuh pendidikan agama sejak dini. Misalnya, duduk di pesantren selama enam tahun atau lebih dan bahkan melanjutkan studi di perguruan tinggi Islam yang memiliki reputasi yang baik. Setelah menjadi santri selama enam tahun di pesantren, tidak jarang mereka melanjutkan pendidikan di universitas-universitas terkemuka di Timur Tengah. Hal ini memberikan kesempatan bagi mereka untuk memperkuat penguasaan dan pemahaman mengenai ilmu-ilmu keislaman. Di samping itu, mereka akan lebih akrab dengan berbagai khazanah ilmu pengetahuan berbahasa Arab.

Di luar persiapan diri melalui pendidikan formal, ada pula kesempatan untuk meningkatkan kapasitas intelektual melalui pendidikan mandiri (otodidak). Berbagai tokoh Muslim tanah air yang menempuh pola belajar yang demikian adalah Buya Hamka. Beliau, adalah pekerja keras, pembelajar yang teguh dan sosok yang konsisten. Karena itu, tidak heran jika beliau menghasilkan karya monumental seperti Tafsir Al-Azhar. Mengenai kepentingan membangun kapasitas intelektual di bidang ilmu-ilmu umum, juga bisa melalui jalur formal atau non-formal. Belajar yang dilakukan bisa melalui lembaga pendidikan maupun secara otodidak. Di samping itu, proses belajar ini akan semakin baik, apabila ditunjang dengan adanya keterlibatan dengan komunitas-komunitas epistemik, studi-studi sosial dan humaniora, hingga lembaga-lembaga riset.

Yang perlu dihindari adalah belajar mandiri dengan menggunakan gawai melalui internet, tanpa bimbingan guru yang mumpuni, tanpa rekan bertukar pikiran, tanpa refleksi kritis dan tanpa pembacaan yang mendalam terhadap riset-riser mutakhir. Hal ini akan menjadikan seorang pembelajar kehilangan daya kritis dan pada akhirnya terjebak pada egosentrisme yang berbahaya. Terlebih bahwa, belajar mandiri via internet tersebut tidak dibekali dengan kemampuan bahasa asing (Arab dan Inggris) yang baik, sehingga sumber-sumber yang diakses sebagai referensi adalah sumber yang tidak jelas, tidak kredibel dan bahkan menyesatkan.

Mengenai masalah internal yang kedua, masalah moralitas, sangat berkaitan dengan masalah hati dan keteladanan dalam menjalani hidup, termasuk dalam melaksanakan tugas dakwah dan pelaksanaan program persyarikatan. Ketika seorang dai tahu dan paham ilmu agama dan ilmu-ilmu yang lainnya, maka ia harus menjadi contoh bagi orang-orang di sekitarnya. Menjadi contoh berarti melaksanakan ajaran agama dengan sebaik-baiknya dan seteguh-teguhnya. Ia baik dalam shalatnya, puasanya, zakatnya, hajinya, sedekahnya dan bahkan menjadi sosok yang baik dalam berhubungan sosial (hablu min al-nas). Hal ini tidak bisa sekedar dipraktikkan sekali dua kali, tetapi perlu latihan keras terus-menerus dan bahkan sepanjang hidup (riyadhah). Latihan ini adalah upaya pendisiplinan diri, pengondisian diri dan penyucian diri (tazkiyah al-nafs).

Latihan yang konsisten dan kontinyu, tentu akan mewarnai perilaku sehari-hari kita. Ikhtiar yang sungguh-sungguh dalam perkara ini, akan membawa kepada terbangunnya akhak karimah. Dengan demikian, inilah yang membawa kepada kepercayaan diri dalam meyakini Islam sekaligus menyebarkan nilai-nilai ajarannya. Masalah penting lainnya adalah ketiadaan kemampuan komunikasi yang baik, benar, bijaksana, santun dan menggembirakan. Solusi mengenai masalah ini adalah mempelajari, mempraktikkan dan melatih diri hingga mahir dilakukan. Kemahiran yang ditempa secara konsisten, akan membawa kepada kebiasaan.

Komunikasi yang baik, berimplikasi pada cara memahami keberbedaan, kelihaian dalam membaca motif dan kepentingan lawan bicara, hingga memiliki sensitifitas rasa yang kuat. Dalam berdakwah, maka dai dan pelaksana program kebajikan harus tahu, paham dan mengerti kapan, dalam kondisi dan situasi bagaimana, serta kondisi psikologis lawan bicaranya atau pendengarnya, sehingga bisa memilih cara komunikasi terbaik yang bisa disampaikan.

Di luar soal kemahiran membaca konteks, terdapat cara komunikasi yang kemungkinan besar dapat diterima oleh berbagai kalanga. Cara komunikasi ini adalah dengan cara yang halus, santun, penuh perhatian dan bijaksana. Bahkan, dalam berdebat pun kita disarankan oleh kitab suci agar supaya menggunakan cara-cara yang baik dan bijaksana. Allah SWT berfirman:

اُدْعُ اِلٰى سَبِيْلِ رَبِّكَ بِا لْحِكْمَةِ وَا لْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَا دِلْهُمْ بِا لَّتِيْ هِيَ اَحْسَنُ ۗ اِنَّ رَبَّكَ هُوَ اَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيْلِهٖ وَهُوَ اَعْلَمُ بِا لْمُهْتَدِيْنَ

“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik, dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui siapa yang mendapat petunjuk.” (QS. An-Nahl/16: Ayat 125)

Sebagai sebuah solusi, para dai perlu memahami berbagai cara komunikasi yang sebenarnya disarankan oleh ajaran Islam, yakni berkata yang benar, berkata yang baik, berkata yang halus, santun dan melegakan, berkata yang bijaksana dan berbobot, serta berkata yang membahagiakan dan menggembirakan. Sementara itu, masalah spiritual adalah masalah internal yang terakhir. Hal ini berkaitan dengan kejiwaan dan lubuk hati yang terdalam. Masalah ini jelas berkaitan dengan masalah keimanan sekaligus cara pandang yang positif akan masa yang akan datang. Meskipun dai kondang sekalipun, tidak kebal dari masalah spiritual ini.

Masalah spiritual bukan sekedar pasal seorang hamba harus berteguh hati meniti jalan keselamatan (Muslim), yakin dan percaya pada kekuatan Ilahi (Mukmin) dan mengkondisikan diri sehingga menjadi pribadi yang mulia (Muhsin). Hal ini, juga berkaitan dengan Otoritas Agung dan Pemiliknya, yang menentukan masa depan. Pendek kata, masalah spiritual ini berkaitan dengan masalah hidayah dan takdir. Allah SWT berfirman:

لَيْسَ عَلَيْكَ هُدٰٮهُمْ وَلٰـكِنَّ اللّٰهَ يَهْدِيْ مَنْ يَّشَآءُ ۗ وَمَا تُنْفِقُوْا مِنْ خَيْرٍ فَلِاَ نْفُسِكُمْ ۗ وَمَا تُنْفِقُوْنَ اِلَّا ابْتِغَآءَ وَجْهِ اللّٰهِ ۗ وَمَا تُنْفِقُوْا مِنْ خَيْرٍ يُّوَفَّ اِلَيْكُمْ وَاَ نْـتُمْ لَا تُظْلَمُوْنَ

“Bukanlah kewajibanmu (Muhammad) menjadikan mereka mendapat petunjuk, tetapi Allah-lah yang memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki. Apa pun harta yang kamu infakkan, maka (kebaikannya) untuk dirimu sendiri. Dan janganlah kamu berinfak melainkan karena mencari rida Allah. Dan apa pun harta yang kamu infakkan, niscaya kamu akan diberi (pahala) secara penuh dan kamu tidak akan dizalimi (dirugikan).” (QS. Al-Baqarah/2: Ayat 272).

Barangkali hanya masalah ini yang agaknya berat untuk mendapatkan solusi yang pasti, kecuali melalui keikhlasan, ketundukan dan kepasrahan total kepada Allah SWT. Ketika seorang dai berdakwah atau pelaksana program persyarikatan telah menunaikan amanahnya, hasil yang dipanen tak selalu bagus. Terkadang, justru membawa ke arah yang penuh ujian dan cobaan. Para Nabi yang bergelar Ulul Azmi misalnya, adalah mereka yang mengalami kenyataan pahit. Tetapi karena kemurnian spiritual yang dimiliki, justru derajatnya diangkat ke tempat yang mulia oleh Allah SWT. Nuh, Ibrahim, Musa, Isa dan Muhammad SAW., adalah di antara para teladan dari pembangunan kekuatan spritualitas ini.

Jadi, berkaitan dengan masalah internal terakhir ini, solusi yang memungkinkan yang bisa dipertimbangkan adalah memurnikan niat. Kita bisa merenungkan hal ini secara reflektif dari hadits berikut ini:

حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مَسْلَمَةَ قَالَ أَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنْ يَحْيَى بْنِ سَعِيدٍ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ إِبْرَاهِيمَ عَنْ عَلْقَمَةَ بْنِ وَقَّاصٍ عَنْ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّةِ وَلِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لدُنْيَا يُصِيبُهَا أَوْ امْرَأَةٍ يَتَزَوَّجُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ

“Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Maslamah berkata, telah mengabarkan kepada kami Malik dari Yahya bin Sa’id dari Muhammad bin Ibrahim dari Alqamah bin Waqash dari Umar, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Semua perbuatan tergantung niatnya, dan (balasan) bagi tiap-tiap orang (tergantung) apa yang diniatkan; barangsiapa niat hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya adalah kepada Allah dan Rasul-Nya. Barangsiapa niat hijrahnya karena dunia yang ingin digapainya atau karena seorang perempuan yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya adalah kepada apa dia diniatkan.”

Di samping niat, juga disarankan untuk membersihkan jalan yang ditempuh, istiqomah dan teguh, serta berusaha bersabar atas segala hal yang terjadi. Kitab suci menasehati kita semua bahwa:

يٰۤاَ يُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اسْتَعِيْنُوْا بِا لصَّبْرِ وَا لصَّلٰوةِ ۗ اِنَّ اللّٰهَ مَعَ الصّٰبِرِيْنَ

“Wahai orang-orang yang beriman! Mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan sholat. Sungguh, Allah beserta orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Baqarah/2: Ayat 153).

Di samping penyelesaian atas masalah internal, juga atas masalah eksternal. Misalnya mengenai bagaimana mendekatkan jarak sosial, politik dan kebudayaan, yang berpangkal pada keberbedaan. Masalah ini, bisa diatasi dengan cara saling mengenal, memahami dan pada akhirnya berkolaborasi. Allah SWT berfirman:

يٰۤاَ يُّهَا النَّا سُ اِنَّا خَلَقْنٰكُمْ مِّنْ ذَكَرٍ وَّاُنْثٰى وَجَعَلْنٰكُمْ شُعُوْبًا وَّقَبَآئِلَ لِتَعَا رَفُوْا ۗ اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللّٰهِ اَ تْقٰٮكُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ

“Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sungguh, yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha Teliti.” (QS. Al-Hujurat/49: Ayat 13).

Sementara itu, saran untuk saling berkolaborasi, juga disinggung di dalam kitab suci:

وَلِكُلٍّ وِّجْهَةٌ هُوَ مُوَلِّيْهَا فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرٰتِ ۗ اَيْنَ مَا تَكُوْنُوْا يَأْتِ بِكُمُ اللّٰهُ جَمِيْعًا ۗ اِنَّ اللّٰهَ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ

“Dan setiap umat mempunyai kiblat yang dia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah kamu dalam kebaikan. Di mana saja kamu berada, pasti Allah akan mengumpulkan kamu semuanya. Sungguh, Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. Al-Baqarah/2: Ayat 148).

Ketika berkhidmat untuk umat, bangsa, dunia global dan masa depan yang gemilang, tentu harus pula berhadapan dengan kompleksitas yang ada. Baik itu bersifat politik, ekonomi, sosial, kebudayaan dan lain sebagainya. Dakwah dalam konteks nasional misalnya, harus berhadapan dengan kepentingan banyak pihak. Berbagai kepentingan tersebut sangat beragam dan bahkan bertolakbelakang satu sama lain. Ketika berbagai kepentingan yang berbeda bertemu, terkadang ketegangan dan konflik tidak dapat dihindari. Jelas kerja perkhidmatan di dalamnya juga termasuk kerja perdamaian. Karena itu, dakwah juga berfungsi sebagai jalan penengah di antara banyak pihak yang berselisih. Dakwah adalah tali pemersatu.

Intinya adalah penyelesaian masalah ini harus diawali melalui keberanian menghadapi masalah dan kompleksitas yang dimiliki. Keberanian ini memberikan kekuatan pada batin kita, serta memupuk rasa percaya diri. Di samping itu, juga membuat senantiasa berpikir positif mengenai hasil yang diraih. Kemudian, kita juga harus tekun dan sabar dalam mengurai kompleksitas tersebut. Mengurai dalam konteks ini, berarti juga menganalisis secara komprehensif mengenai apa yang dihadapi. Hasil analisisnya menunjukkan arah dan langkah yang harus ditempuh untuk penyelesaian masalah.

Misalnya, dakwah di tengah masyarakat yang secara ekonomi terdampak oleh krisis ekonomi global, tidak bisa secara sederhana sekedar dari masjid ke masjid atau dari pengajian ke pengajian. Namun, juga perlu dielaborasi dengan berbagai pembekalan, pemberdayaan dan pemberian modal usaha. Elaborasi kreatif ini akan memberikan dampak yang baik bagi perkembangan ekonomi mikro, sekaligus menghayati betapa Islam mendorong kita untuk maju dan bangkit.

Sementara itu, masalah eksternal lainnya adalah berbagai godaan yang mampu membangkitkan keserakahan dan kecintaan yang berlebihan akan harta, tahta dan dorongan libidinalitas. Memang sudah jadi wataknya manusia itu cinta akan harta, kekuasaan dan terhadap lawan jenis. Tetapi ketika godaan apapun datang dari luar diri pribadi, sementara kita mampu membentengi diri dengan kesabaran dan kebersahajaan, insya Allah akan dengan sendirinya godaan itu dapat dikalahkan. Seorang dai yang tenar, semakin tinggi popularitasnya, semakin besar pula badai godaan yang menerpa.

Dengan demikian, kesimpulan dari solusi yang dapat diupayakan untuk menyelesaikan masalah dakwah, kembali ke diri para da’i dan pelaksana program masing-masing. Untuk masalah yang berasal dan muncul dari diri pribadi, dapat diselesaikan melalui pendisiplinan diri dengan sungguh-sungguh. Demikian pula dengan kurangnya kapasitas intelektual, bisa diselesaikan dengan semangat menjadi pembelajar. Sedangkan masalah-masalah yang timbul dari luar diri, memerlukan keberanian untuk mengurai kompleksitasnya, sehingga diketahui bagaimana duduk persoalannya secara jelas.

B. KONTEKSTUALISASI DAKWAH KEKINIAN

Di antara berbagai masalah yang dijelaskan dalam bagian sebelumnya (Bab 3), ada hal penting yang justru ketika tidak dipahami dan diantisipasi secara baik, akan menimbulkan masalah baru. Hal itu adalah kontekstualisasi dakwah. Kontekstualisasi ini bermakna menjadikan dakwah lebih bersifat kontekstual, sehingga sesuai dengan kondisi dan situasi yang berlaku. Dengan demikian, dakwah menjadi hal yang relevan di tengah-tengah masyarakat yang terus mengalami perubahan. Kontekstualisasi ini bisa juga dimaknai sebagai upaya dinamisasi. Dakwah sendiri harus bergerak dan berubah secara dinamis. Bukan dalam pengertian nilai-nilai ajaran Islam yang universal, tapi cara, metode dan bahkan kemasannya, sehingga menarik minat masyarakat.

Kita tahu bahwa masyarakat mengalami perubahan secara dinamis. Hal ini disebabkan oleh kehidupan yang berubah. Faktor-faktornya yang signifikan, antara lain adalah terjadinya globalisasi, revolusi sains dan teknologi, revolusi kebudayaan dan secara spesifik di Indonesia, terjadi revolusi perilaku politik. Globalisasi membuka ruang pertemuan dan komunikasi bangsa-bangsa. Tentu hal ini membawa kita pada kesempatan untuk saling ber-ta’aruf dan pada akhirnya ber-ta’awun, terutama dalam membangun peradaban kemanusiaan yang luhur. Namun apabila gagal dalam saling memahami dan berkolaborasi, jarak (gaps) sosial, politik, ekonomi dan kebudayaan akan semakin menjauh. Akibatnya kita bisa saja bertemu, namun tidak saling menyapa.

Dalam konteks kebudayaan dan dakwah, tentu tidak saling sapa ini berbahaya. Itulah mengapa bangsa yang satu memilih posisi sebagai musuh bangsa lainnya. Sementara bangsa-bangsa lain, menjadi korban atas pertikaian mereka. Dakwah harus menjadi kekuatan pemersatu. Jika hal ini belum memungkinkan diupayakan, sekurang-kurangnya para dai harus memahami duduk persoalan dan kompleksitasnya. Sehingga, akan jelas ketika menerangkan tentang dampak-dampaknya yang terjadi di masyarakat.

Faktor lainnya adalah adanya revolusi sains dan teknologi. Sains yang berkembang pesat, mendorong lahirnya teknologi-teknologi baru. Karena itu, muncullah ilmu-ilmu baru seperti cyber technology, cyber security, big data, data science, artificial intelligence, the internet of things dan lain sebagainya. Hal yang serba baru tersebut memperkenalkan kepada kita alam yang baru, yakni cyber space atau alam sibernetik. Media yang baru ini, mendorong adanya cara hidup yang baru, manusia dengan wawasan dan kebudayaan yang baru pula.

Dakwah jelas dipengaruhi dan mempengaruhi media baru tersebut. Dakwah yang gagap menghadapi adanya instrumen yang serba baru ini, tentu akan mengalami disfungsi. Karena itu, dakwah memerlukan upaya dinamisasi dan dengan demikian, pembaruan. Faktor selanjutnya adalah revolusi kebudayaan. Hal ini awalnya diprediksi oleh para ilmuwan sosial bahwa semakin maju sebuah bangsa, maka semakin meninggalkan agama. Sekularisme menjadi postulat yang dikampanyekan di berbagai mimbar akademik. Namun, postulat ini tidak benar. Kenyataannya, semakin maju sains dan teknologi, manusia semakin lekat dengan agama dan keagamaan.

Yang menjadi masalah adalah, jika kedekatan terhadap agama ini menimbulkan rasa iri, dengki dan ketakutan yang tidak masuk akal, maka dalam konteks Islam dan kehidupan Muslim, memicu adanya Islamophobia. Di sisi lain, ada pula berbagai komunitas beragama yang berlebihan dalam mengapresiasi apa yang diyakininya tersebut. Maka, kemudian, muncullah berbagai ideologi dan gerakan keislaman yang justru bersifat transnasional, ultra konservatif dan radikal. Bahkan, ada pula yang bertransformasi menjadi gerombolan teroris.

Dakwah harus mampu mengantisipasi itu semua. Dakwah harus secara kreatif diarahkan kepada kelompok sekular dan radikal sekaligus, sehingga mereka punya kesempatan untuk bergeser ke tengah. Dakwah dalam konteks ini, sangat berat. Sebabnya adalah dakwah itu sendiri memiliki target untuk merubah ideologi yang dianut oleh sebagian masyarakat. Masalahnya adalah perubahan ideologi berkaitan erat dengan perubahan keimanan. Maka, bagaimana seorang hamba bertransformasi memihak keimanan yang moderat (Islam wasathiyyah) sangat tergantung kepada hidayah yang datang kepadanya pula. Meskipun demikian, dakwah tetap harus dilakukan dengan penuh semangat.

Faktor yang terakhir yang mendorong terjadinya perubahan kehidupan adalah revolusi perilaku politik. Di setiap musim politik praktis, masyarakat kita terbelah; terfragmentasi. Biasanya, fragmentasi ini mengarah kepada adanya pilihan politik tertentu. Dalam konteks pemilu, di tahun 2019 lalu, kita terpecah-belah menjadi kelompok yang mendukung calon presiden tertentu. Di tahun 2024 nanti, kemungkinan besar fragmentasi ini akan terjadi lagi. Agama dalam konteks politik praktis, diperlakukan sekedar sebagai instrumen merebut kekuasaan. Agama dijadikan senjata untuk meraih kursi jabatan. Agama, dijual dengan harga murah, demi masalah duniawi yang sebenarnya fana.

Karena itu, dakwah, harus berorientasi pada pencerahan kemanusiaan. Dakwah harus memperjelas karut marut yang terjadi. Dakwah menjadi instrumen yang membangkitkan kesadaran kritis masyarakat, sehingga pada akhirnya masyarakat mampu secara jernih bahwa urusan politik adalah urusan duniawi. Mengenai perkara yang sepenuhnya diserahkan kepada kita oleh Nabi – engkau memahami urusan duniamu sendiri – dakwah harus menjadi kekuatan yang mampu memobilisasi wawasan publik, sehingga masyarakat sama-sama memiliki tujuan yang bermuara pada kepentingan mewujudkan kemaslahatan.

Dakwah di samping sebagai sarana penyebaran ajaran Islam yang mulia, juga sarana penyelesaian masalah kehidupan yang bersifat dinamis. Dakwah harus diletakkan sebagai instrumen perubahan sosial menuju kepada kehidupan manusia yang lebih masalahat. Inilah makna kontekstualisasi yang sebenarnya, bahwa dakwah mesti sesuai dengan konteks kekinian dan kedisinian.

C. STRATEGI DAKWAH ISLAM BERKEMAJUAN

Setelah mendudukkan berbagai masalah dakwah, mendiagnosa akar masalahnya, menganalisisnya dan memikirkan berbagai solusi yang memungkinkan, penting kiranya merancang dan mengajukan strategi dakwah. Secara lebih khusus, dakwah yang dimaksud adalah dakwah Islam Berkemajuan. Artinya, dakwah yang pada akhirnya membawa kepada kemaslahatan dan kemajuan sekaligus.

Strategi yang memungkinkan agar dakwah Islam Berkemajuan menyebar pesat dan memperbesar peluang terjadinya transformasi sosial adalah dengan melalui empat hal: (1) memanfaatkan segala potensi dan sumberdaya yang ada, (2) melibatkan semua pihak yang berkepentingan, (3) mengeksekusi melalui berbagai saluran dan jaringan yang dimiliki, (4) mengupayakan kontekstualisasi dengan cara yang kreatif dan inovatif.

Pertama, memanfaatkan segala potensi dan sumberdaya yang ada. Secara internal di Muhammadiyah, seluruh majelis dan lembaga dari tingkat pusat hingga ranting, harus bersinergi. Sinergi ini artinya saling membantu, berkolaborasi, berkomunikasi secara aktif, intensif dan progresif, serta saling berlomba dalam kebajikan dalam dakwah Islam Berkemajuan di berbagai bidang yang ditekuni masing-masing. Hal ini, juga termasuk bersinergi secara khusus dengan para sarjana potensial di lingkungan Perguruan Tinggi Muhammadiyah, sehingga berbagai hal yang diperlukan dalam dakwah Islam Berkemajuan, bisa dikaji secara akademik ilmiah. Tentu ini sangat membantu karena PTM bisa memberikan berbagai saran dan masukan yang berarti.

Kedua, melibatkan berbagai pihak yang berkepentingan, sehingga di samping persaudaraan semakin luas dan kuat, misi dakwah Islam Berkemajuan berjalan lancar. Hal ini tentu, bisa dilakukan bersama dengan para tokoh politik, sosial, kebudayaan, para saudagar, para profesional, pejabat kenegaraan dan lain sebagainya. Strategi ini harus dibangun melalui fondasi pemahaman keagamaan yang “luas dan luwes”, sehingga merasa menyenangkan untuk bekerjasama dengan berbagai kelompok lain.

Ketiga, strategi dakwah Islam Berkemajuan ini, perlu eksekusi melalui berbagai saluran dan jaringan yang dimiliki. Artinya, dakwah bisa dilakukan dari masjid ke masjid, dari pengajian ke pengajian, dan dari kajian akademik ke kajian akademik. Di samping itu, bisa juga melalui berbagai even politik, ekonomi, kesenian, kebudayaan dan lain sebagainya. Bahkan, jika Muhammadiyah punya jaringan di birokrasi pemerintahan (eksekutif, legislatif dan yudikatif), dakwah Islam Berkemajuan bisa dilakukan dengan cara yang menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi umat, baik itu berupa kebijakan, keputusan, maupun pertimbangan resmi negara. Hal lain yang berkaitan dengan saluran dakwah ini adalah melalui berbagai platform media sosial, website dan berbagai sarana mutakhir lainnya yang lahir dari perkembangan sains dan teknologi (termasuk melalui media Metaverse).

Keempat, sebagaimana sudah disinggung pada penjelasan sebelumnya, yakni mengupayakan kontekstualisasi dengan cara yang kreatif dan inovatif. Dalam memainkan strategi ini, tentu Muhammadiyah perlu bukan hanya melibatkan para ahli di bidang ilmu-ilmu kekinian, namun juga generasi milenial, generasi z dan generasi alpha baru, sehingga kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi bisa diantisipasi dengan baik. Barangkali inilah ijtihad yang bersifat kolektif, interdisipliner dan berkemajuan sekaligus. Berbagai pihak turut andil dalam mengupayakan dinamisasi dakwah Islam Berkemajuan. Membuat dinamis berarti mengupayakan agar relevan dengan perubahan zaman yang terjadi, sehingga senantiasa up to date. Strategi dakwah ini perlu diperinci lagi (di-breakdown), sehingga secara praktis dan implementatif akan membantu para agensi dakwah kita. Berbagai penjelasan pada bagian berikutnya, akan membahas tentang hal-hal tersebut.

BAB VI DAKWAH ISLAM BERKEMAJUAN DI JAWA TIMUR

A. MASYARAKAT DAN KEAGAMAAN DI JAWA TIMUR

Sebagai lahan dakwah Islam Berkemajuan, Jawa Timur memiliki struktur masyarakat yang lekat dengan budaya dan khususnya agama. Dalam kontkes kebudayaan, masyarakat Jawa Timur yang dalam statistik beragama Islam mencapai 97,21 persen, ternyata masih menyisakan pertanyaan penting tentang kategori Islam yang didata oleh BPS tersebut. Islam sendiri, secara empirik, lekat dengan kebudayaan setempat. Praktik beragama Islam jelas tidak seragam. Itu sebabnya banyak kita jumpai organisasi Islam dan aliran-aliran Islam. Tentu keragaman ini adalah rahmat. Keragaman Islam tersebut pun tak bisa lepas dari cara pandang budaya atau bahkan pandagan hidup masing-masing penduduk yang memegang teguh kebudayaan warisan nenek moyang.

Dalam konteks kebudayaan, tipologi masyarakat Jawa Timur masih berkait erat dengan budaya Mataraman, Arekan, Pandalungan, dan Madura. Meskipun masih bisa dikategorikan ke dalam kelompok yang lebih spesifik lagi, namun empat budaya tersebut masih kuat mengakar dalam konteks pandangan hidup masyarakat yang diwariskan dalam praktik keseharian. Berdasarkan survei BPS tahun 2020, persentase jumlah warga yang tertinggi di Jawa Timur adalah Mataraman yaitu sebanyak 34,62 persen. Artinya, secara kebudayaan masyarakat Mataraman ini mendominasi secara kuantitatif kebudayaan di Jawa Timur. Juga, cara pandang mereka berpotensi menjadi cara pandang yang mendominasi Jawa Timur.

Tanpa mengabaikan tiga kategori kebudyaan lainnya, dapat dipahami bahwa penerimaan terhadap ajaran tertentu, kegiatan tertentu, dan cara pandang tertentu, budaya Mataraman harus menjadi perhatian penting dalam strategi dakwah Muhammadiyah di Jawa Timur. Selanjutnya, karakter tiga kategori budaya lainnya juga menjadi penting untuk diperhatikan dalam strategi dakwah. Islam ala Muhammadiyah tentu saja membawa nilai-nilai yang dapat mempengaruhi kebudayaan baik itu kebudayaan Mataraman, Arekan, Pandalungan, dan Madura. Karena itu sangat penting untuk didesain sebuah konsep strategi dakwah yang ramah kebudayaan. Konsep strategi dakwah yang baik tentu akan memperhatikan kemaslahatan bersama dibanding dengan kekakuan prinsip “salah-benar“. Oleh sebab itu, mempelajari kebudayaan masing-masing area di Jawa Tiimur untuk menentukan strategi dakwah menjadi sangat signifikan dalam pengembangan Muhammadiyah.

Lini lain yang berpengaruh adalah keislaman penduduk Jawa Timur. Tidak diragukan lagi bahwa penduduk Jawa Timur memang mayoritas beragama Islam. Menurut survei BPS (2020), penduduk Jawa Timur yang memeluk Islam sebanyak 39,9 juta jiwa (lihat gambar 1). Jumlah ini baru disusul dengan pemeluk agama lainnya yaitu Kristen, Katolik, Hindu, Budha, Aliran Kepercayaan, dan Konghucu. Makna dari data statistik ini menunjukkan bagaimana Islam memang benar-benar menjadi agama mayoritas. Sayangnya, data ini belum merilis kategori Islam para pemeluk termasuk di dalamnya adalah berapa persen Islam lini Berkemajuan, Islam Nusantara, dan Islam “abangan”, misalnya. Padahal, jelas data menunjukkan prosentase 90 persen yang berarti menuntut penggalian lebih jauh apakah 90 persen itu sebuah entitas yang tunggal, Islam yang tunggal atau justru varian Islamnya beragam. Kekurangan ini perlu digali oleh Muhammadiyah untuk menyusun strategi dakwah yang salih li kulli makan wa zaman, sebuah dakwah yang ramah budaya dan semangat zaman.

Gambar 1. Prosentasi agama masyarakat di Jawa Timur. sumber: BPS Jawa Timur

Makna lain dari statistik terhadap Muhammadiyah adalah apakah dakwah selama ini sudah mampu memberi pengaruh pada masyarakat? Kalau iya, seberapa besar pengaruh tersebut pada masyarakat Jawa Timur? Dua pertanyaan sederhana ini dapat menuntun kita pada semacam mini longue durée dakwah Muhammadiyah. Sejak kapan atau seberapa lama kita berdawah dan bagaimana dampaknya? Kalau selama satu abad kita sudah berhasil membangun banyak Amal Usaha, dengan kuantifikasi jumlah warga Muhammadiyah yang membesar, apakah hal tersebut sudah mengubah cara pandang mereka atau menjadikan warga lain masuk dalam organisasi? Jangan-jangan kita semakin banyak dalam kuantitas AUM namun tidak banyak berhasil dalam mengajak warga lain. Dan peningkatan jumlah warga persyarikatan memang siklus dari faktor keturunan saja. Mungkin pemikiran seperti ini juga penting untuk dipertimbangkan.

B. PSIKOLOGI SOSIAL MASYARAKAT DI JAWA TIMUR

Perihal masyarakat Jawa Timur lainnya adalah psiko sosial penduduknya. Mengukur psikososial secara kualitatif tentu memerlukan energi besar dan waktu lama. Namun kita bisa memahami psikososial dari aspek kebudayaan dan agama yang dianut penduduknya. Pada bagian sebelumnya sudah diuraikan tentang proporsi budaya dan agama masyarakat Jawa Timur. Namun, perihal lain yang perlu kita perhatikan dalam konteks psiko sosial ini adalah sisi proporsi kematangan dalam konteks umur.

Data statistik menunjukkan bagaimana  proporsi warga yang tergolong generasi Z menjadi paling banyak di Jawa Timur. Sebagaimana hasil survei statistik, Generasi Z ini memiliki persentase 24,80 disusul dengan generasi Milenial yang hanya sedikit di bawahnya yaitu 24,32 saja, dan berikutnya adalah generasi X, Baby Boomer, Post Gen Z, dan pre Boomer. Makna dari hasil survey statistic ini sangat penting untuk menyusun strategi dakwah. Tiga generasi yaitu Generasi Z, Milenial, dan Generasi X menjadi kunci dari psiko sosial masyarakat Jawa Timur. Hal ini dapat dipertimbangkan dalam dakwah tentang bagaimana desain dakwah dapat diterima oleh masing-masing generasi dengan mempertimbangkan unsur budaya dan tipe keislaman mereka.

Gambar 2. Presentase warga Jawa Timur berdasar kategori umur. sumber: timesindonesia.co.id

Strategi dakwah Muhammadiyah tampaknya juga sangat penting untuk mempertimbangkan segmentasi sasaran dakwah. Dalam sekup yang lebih luas lagi, data umur pada gambar 2 tidak sekadar menampilkan struktur generasi saja melainkan mengindikasikan faktor psikologi masyarakat sesuai umur dan sensibilitas atau selera mereka. Kita tidak bisa mengelak bahwa selera generasi milenial dengan generasi X dan Z memiliki perbedaan di mana cara memeperoleh informasi yang diyakini berbeda. Misalnya, generasi milenial lebih cenderung untuk memperoleh informasi dari internet dibanding generasi X. Belum lagi masalah lain seperti sikap mereka terhadap hal baru yang bisa saja resisten terhadap hal baru atau bahkan tingkat acceptance dan kritisisme lebih kuat. Faktor-faktor tersebut harus menjadi pertimbangan penting persyarikatan untuk mendesain lagi strategi dakwah yang sesuai dengan konteks psiko sosial warga Jawa Timur.

C. POLITIK DAN EKONOMI DI JAWA TIMUR

Selain data tentang masyarakat, kebudayaan, dan psikologi sosial warga Jawa Timur, lini penting yang mempengaruhi hajat hidup masyarakat adalah ekonomi dan politik. Dua lini ini justru galib dianggap sangat dominan dalam kehidupan masyarakat. Lini pertama yaitu politik memainkan peran strategis dalam desain makro tentang berbagai bidang termasuk ekonomi. Sebab, beberapa keputusan strategis memang tidak lepas dari peran politik yang berkembang di Jawa Timur. Adapun lini ekonomi sebenarnya juga kerap mempengaruhi dinamika politik di Jawa Timur. Dua lini ini tentu saja sangat amat penting untuk dipetakan dan dipertimbangkan dalam usaha desain dakwah yang kontekstual dan apropriatif di Jawa Timur.

Mengenai ihwal politik, Jawa Timur memiliki peta perpolitikan yang tidak bisa lepas dari peta kecenderungan kebudayaan masyarakat. Kategori budaya Mataraman, Arekan, Pandalungan, dan Madura memiliki relasi cukup signifikan. Hal yang mungkin dapat memudahkan gambarab peta politik Jawa Timur adalah perolehan suara partai politik. Dalam hal ini, kita bisa lihat pada hasil pemilu 2019 di mana setidaknya masyarakat dengan budaya mataraman dengan pilihan partai politik PDI-P masih menjadi favorit. Memang, tidak lantas pemetaan partai politik punya hubungan erat dengan budaya setempat, namun ada kecenderungan itu. Sebagian masyarakat mataraman juga masih memfavoritkan partai politik PKB khususnya mereka yang ada diseputar Jatim Utara (lihat gambar 3).

Gambar 3. Peta Pemerolehan Suara Partai Politik di Jawa Timur.

Makna dari data tentang peta politik di Jawa Timur ini menggambarkan secara terang bahwa memang preferensi masyarakat Jawa Timur terhadap partai politik masih cenderung ke arah PDI-P dan disusul partai PKB. Partai lainnya cenderung jauh di bawah kedua partai tersebut. Fakta yang berbasis pada data ini dapat menjadi pertimbangan bagi gerak dakwah Muhammadiyah ke depan, khususnya di ranah politik.

Sementara itu, perihal ekonomi masyarakat Jawa Timur yang diklaim relatif stabil, kita masih perlu memperhatikan berbagai aspek ekonomi yang begitu luas dalam struktur sosial ekonomi masyarakat. Perihal ini diklaim mengalami peningkatan dari tahun ke tahun di Jawa Timur dengan pertumbuhan berbagai sektor seperti ekspor-impor, pembiayaan, perbankan, investasi, perdagangan umum hasil pertanian dan kelautan, inflasi-deflasi, koperasi dan pariwisata. Dari berbagai sektor yang ada, Persyarikatan perlu lebih strategis lagi untuk merumuskan desain dakwah di pelbagai lini sektor. Muhammadiyah tentu saja sudah memiliki beberapa lini pengembangan usaha yang cukup mapan. Namun pergerakan masih terbatas tidak pada banyak sektor. Untuk itu, perlu langkah strategis lagi untuk mendesain penguatan lini ekonomi diberbagai sektor.

BAB VII STRATEGI DAKWAH ISLAM BERKEMAJUAN DI JAWA TIMUR

Untuk membumikan Islam Berkemajuan, Muhammadiyah Jawa Timur perlu menerjemahkan dan mengkontekstualisasikan nilai-nilai Islam berkemajuan dalam berbagai dimensi kehidupan baik dalam bidang politik, pemerintahan, ekonomi, budaya, dan bidang-bidang lainnya. Dakwah Islam berkemajuan mendasarkan diri untuk melanjutkan misi kenabian sebagaimana yang telah dicontohnya oleh Nabi Muhammad SAW dan para nabi sebelumnya. Untuk meraih predikat khairu ummah (umat terbaik) tentu bukan sesuatu yang taken for granted atau secara otomatis. Akan tetapi ada prasyarat yang harus dipenuhi yaitu melakukan amar ma’ruf (humanisasi dan edukasi), nahi mungkar (liberasi/pembebasan), tu’minuna billah (transedensi/spiritualisasi). Jika prasyarat tersebut dapat dipenuhi oleh Muhammadiyah, maka menjadi umat terbaik dapat menjadi kenyataan. Hal ini sebagaimana yang disinggung dalam Surat Ali Imron ayat 110 di bawah ini.

كُنتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِٱلْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ ٱلْمُنكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِٱللَّهِ

Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena kamu) menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah.”

Dalam ayat tersebut secara jelas memerintahkan kepada umat Islam, termasuk Muhammadiyah di dalamnya, untuk melaksanakan misi kenabian, yaitu amar ma’ruf, nahi munkar dan tu’minuna billah dalam berbagai bidang kehidupan di kalangan masyarakat Jawa Timur. Di bawah ini akan diuraikan secara singkat tentang strategi dakwah Islam berkemajuan kepada berbagai kalangan masyarakat di Jawa Timur. Dengan harapan, gagasan dan praktik Islam berkemajuan dapat diimplentasikan dalam kehidupan sehari-hari baik secara individual, kelompok dan masyarakat di Jawa Timur.

Dalam memetode dakwah terangkum dalam Al-Qur’an surat An-Nahl (16) ayat 125:

ٱدْعُ إِلَىٰ سَبِيلِ رَبِّكَ بِٱلْحِكْمَةِ وَٱلْمَوْعِظَةِ ٱلْحَسَنَةِ ۖ وَجَٰدِلْهُم بِٱلَّتِى هِىَ أَحْسَنُ ۚ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَن ضَلَّ عَن سَبِيلِهِۦ ۖ وَهُوَ أَعْلَمُ بِٱلْمُهْتَدِينَ

“Berangkat dari spirit ayat di atas, Muhammadiyah mengeskternalisasikan atau menyebarkan semangat dan nilai-nilai Islam berkemajuan kepada masyarakat Jawa Timur dalam berbagai bidang kehidupan masyarakat. Mengajak kepada semua kalangan menuju kepada (kebaikan di) jalan tuhan dengan hikmah/kebijakansaan, nasehat yang baik serta mengajak dialog yang terbaik untuk mencari kemaslahatan bersama yang diridhoi oleh Allah SWT.”

A. DAKWAH ISLAM BERKEMAJUAN DI ARENA POLITIK

Politik merupakan bidang yang sangat penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Melalui proses politik, sirkulasi kepemimpinan formal baik di tingkat desa, kabupaten atau kota, provinsi dan level nasional ditentukan. Peran partai politik sangat penting dalam menentukan para calon pemimpin formal baik pada ranah legislatif dan eksekutif. Ketika mereka telah terpilih, merekalah yang akan membuat berbagai kebijakan publik dalam berbagai bidang, termasuk menyangkut dengan bidang yang selama ini menjadi lahan dakwah utama Muhammadiyah. Sehingga realitas politik ini perlu menjadi kesadaran bagi setiap pemimpin Muhammadiyah di setiap tingkat kepemimpinan.

Muhammadiyah memiliki tanggungjawab untuk memperjuangkan kemaslahatan publik bagi semua anak bangsa. Hal ini sesuai dengan salah satu poin dalam Matan keyakinan dan cita-cita Muhammadiyah hasil dari Keputusan Tanwir Muhammadiyah di Ponorogo tahun 1969; “Muhammadiyah mengajak segenap lapisan bangsa Indonesia yang telah mendapat karunia Allah berupa tanah air yang mempunyai sumber-sumber kekayaan, kemerdekaan bangsa dan Negara Republik Indonesia yang berdasar pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, untuk berusaha bersama-sama menjadikan suatu negara yang adil dan makmur dan diridhoi Allah SWT: “Baldatun thoyyibatun wa rabbun ghofur”.

Para pemimpin Muhammadiyah perlu membangun komunikasi baik secara struktural dan kultural dengan para elit politik, di setiap tingkatan. Mempererat silaturahmi dalam rangka menyampaikan misi dakwah Islam Muhammadiyah kepada para pemimpin dengan harapan mereka juga memiliki kesepahaman dengan agenda Muhammadiyah untuk memberikan kemaslahatan bagi publik secara luas. Dengan silaturahmi dan komunikasi yang luwes, Muhammadiyah diharapkan mampu memberikan masukan dan saran yang kontruktif bagi para pemimpin baik di tingkat legislative maupun eksektutif yang menjalankan pemerintahan. Lebih lanjut, mereka juga bisa diajak mendukung dan bekerjasama dalam mendukung agenda keumatan dan kemanusiaan yang dijalankan oleh Muhammadiyah.

B. DAKWAH ISLAM BERKEMAJUAN DI KALANGAN BIROKRAT

Salah satu pilar penting dalam pelaksanaan pemerintahan dan pelayan terhadap publik adalah birokrasi pemerintahan. Para birokrat di berbagai tingkatan baik di level desa, kecamatan, kabupaten hingga pusat mereka adalah abdi negara atau pegawai negeri sipil. Muhammadiyah sangat menyadari bahwa peran birokrasi yang bersih dan professional merupakan pilar penting bagi majunya sebuah pemerintahan negara. Oleh karena itu Muhammadiyah mempunyai kepentingan untuk mendorong tata kelola birokrasi yang baik, bersih dan profesional melalui dakwah Islam berkemajuan di lingkungan birokrasi.

Pimpinan Muhammadiyah di setiap tingkatan perlu memahami posisi strategisnya kaum birokrat yang mengelola dan mengatur jalannya birokrasi di setiap tingkat pemerintahan. Muhammadiyah memiliki amal usaha dalam berbagai bidang seperti pendidikan, sosial, kesehatan dan lainnya. Dalam praktiknya Muhammadiyah akan sering berinteraksi dengan birokrasi pemerintah. Dengan adanya birokrasi yang bersih, baik dan melayani akan sangat bermanfaat bukan hanya bagi Muhammadiyah tapi juga masyarakat secara luas.

Muhammadiyah perlu membangun silaturahmi dan komunikasi yang produktif dengan para elit birokrat, apalagi para birokrat yang sangat sering bersinggungan dengan bidang amal usaha Muhammadiyah. Dengan komunikasi yang baik dengan para birokrat akan memudahkan Muhammadiyah untuk juga berdakwah dalam birokrasi yang mempunyai peran penting dalam pelayanan publik. Dakwah yang dilakukan Muhammadiyah bisa secara personal dan kultural dengan para pimpinan birokrasi pemerintahan. Para pimpinan Muhammadiyah setiap tingkatan perlu memiliki kesadaran akan pentingnya dakwah mendekati pemimpin birokrasi sebagai bagian strategi dakwah di kalangan birokrat. Maka pimpinan Muhammadiyah perlu secara supel, lentur dan percaya diri berinteraksi dengan para birokrat di setiap tingkatan dengan harapan mereka ikut membantu dan bahkan bergabung dalam dakwah Muhammadiyah.

C. DAKWAH ISLAM BERKEMAJUAN DI KALANGAN PELAKU EKONOMI

Dalam sirah Nabawi dijelaskan bahwa dalam berdakwah nabi didukung oleh para sahabat yang memiiki latar belakang ekonomi yang berbeda-beda. Ada sahabat yang sederhana dan ada pula sahabat yang dikenal sebagai pedagang dan kaya raya. Beberapa sahabat nabi yang dikenal saudagar antara lain Abdurahman bin Auf, Utsman Bin Affan, dan Zubair bin Awwam. Ketiga orang sahabat ini menjadi pendukung nabi bukan hanya secara secara moral dan psikologi akan tetapi juga secara material. Dengan kekuatan harta benda mereka paara sahabat yang berasal dari ekonomi atas tersebut mendukung dan bahkan menyertai perjuangan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW, yaitu menyebarkan dakwah Islam pada masa awal.

Dalam konteks Muhammadiyah Jawa Timur, perlu juga mengambil ibrah (pelajaran) dari sejarah perjuangan dakwah Islam pada masa awal. Peran agensi ekonomi, khususnya pada saudagar sahabat dan sahabat saudagar Nabi Muhammad SAW sangat strategis dalam membantu dakwah baik ketika di Mekkah maupun di Madinah. Dan ini sangat sesuai dengan sejarah awal kelahiran Muhammadiyah yang juga tumbuh dan berkembang didukung jejaring para saudagar atau entrepreneur yang berada di kota Yogyakarta, Surakarta dan Pekalongan. Seiring dengan perkembangan Muhammadiyah juga berkembang ke luar Jawa yang juga didukung oleh para saudagar. Dengan kekuatan jejaring sosial dan modal finansial yang mereka miliki, mereka saling menopang dan membantu perkembangan gerakan dakwah Muhammadiyah.

Berangkat dari realitas historis di atas, Muhammadiyah Jawa Timur perlu memperkuat dakwah Islam berkemajuan di kalangan para pelaku ekonomi, saudagar dan entrepreneur di lingkungan Muhammadiyah dan juga di luar Muhammadiyah. Untuk para saudagar, pengusaha dan entrepreneur yang berasal dari keluarga/lingkungan Muhammadiyah maka perlu melakukan penguatan dan konsolidasi secara intensif. Mengajak mereka untuk bersama-sama membantu dan terlibat dalam dakwah Muhammadiyah, khususnya dalam bidang ekonomi dan bisnis. Perlu menghidupkan forum-forum silaturahmi sebagai sarana untuk membangun kesadaran kolektif diantara para saudagar/pengusaha yang berasal dari keluarga/lingkungan Muhammadiyah. Salah satu forum yang bisa dimanfaatkan adalah dengan menfasilitasi secara aktif jaringan saudagar Muhammadiyah bukan hanya ditingkan wilayah tapi juga di tingkat daerah. Forum tersebut bukan hanya sebagai wahana untuk mendiskusikan kolaborasi bisnis akan tetapi juga sebagai ruang memperkuat komitmen untuk mendukung dakwah Muhammadiyah.

Bagi pelaku ekonomi, saudagar atau pengusaha muslim yang bukan berasal dari keluarga atau di luar lingkungan Muhammadiyah, persyarikatan mempunyai kewajiban berdakwah kepada mereka. Para pimpinan persyarikatan dapat membangun komunikasi dan silaturahmi kepada mereka, berjumpa dan berdialog dengan mereka. Muhammadiyah juga dapat mengundang dalam kegiatan-kegiatan pengajian Muhammadiyah untuk dapat berbagi pengalaman mereka. Dengan memberi ruang bagi mereka, mereka akan merasa dihargai. Mereka juga dapat diundang secara khusus dalam forum terbatas Muhammadiyah dan pelaku ekonomi, dengan harapan mereka semakin mengenal tentang apa itu Muhammadiyah. Intensitas perjumpaan dan dialog dengan para pebisnis, saudagar serta entrepenur Muhammadiyah dapat belajar dari mereka dan sebaliknya mereka juga bisa lebih mengenal dan tertarik untuk bekerjasama, bahkan mendukung dan bergabung dalam gerakan dakwah Muhammadiyah. Kalau tidak bergabung minimal mereka ikut membantu dan menjadi mitra Muhammadiyah dalam menjalankan dakwah.

D. DAKWAH ISLAM BERKEMAJUAN DI KALANGAN PROFESIONAL

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2017), profesional dimaknai sebagai sesuatu yang bersangkutan dengan profesi atau memerlukan kepandaian khusus dalam menjalankan pekerjaan yang mengharuskan adanya pembayaran untuk melakukannya. Lebih lanjut dipahami bahwa kaum profesional adalah sekelompok orang yang menawarkan jasa atau layanan sesuai protokol dan peraturan dalam bidang yang dijalaninya, dan menerima gaji sebagai upah atas jasanya.  Dalam menjalankan profesinya mereka dipandu oleh etika profesional yang mencakup prinsip perilaku untuk para profesional yang dirancang baik untuk tujuan praktis maupun idealistis. Suatu etika profesional ditetapkan oleh organisasi profesi bagi para anggotanya yang secara sukarela menerima prinsip perilaku profesional.

Identitas kaum professional sering dinisbatkan kepada sekelompok profesi seperti dokter, insiyur, pengacara, notaris, bankir, pekerja di kantor atau perusahan besar baik nasional maupun multinasional yang sering disebut sebagai white collar worker (karyawan kerah putih) atau sejenisnya. Muhammadiyah perlu memahami realitas kontemporer kelompok kelas professional yang memiliki budaya pekerjaan yang khas. Mereka adalah orang-orang yang memiliki pendidikan tertentu secara ketat dan memiliki keahlian spesifik secara professional. Gagasan dakwah terhadap kelompok ini telah lama dikemukakan Kuntowijoyo, intelektual Muhammadiyah, tentang perlu dakwah di kalangan kaum professional. Ia mendorong Muhammadiyah untuk membentuk organisasi-organisasi professional di lingkungan Muhammadiyah, seperti ikatan dokter Muhammadiyah, ikatan insiyur Muhammadiyah, ikatan dosen Muhammadiyah, ikatan pengacara Muhammadiyah dan lainnya.

Dengan membentuk organisasi-organisi profesi di lingkungan Muhammadiyah, harapannya akan dapat merangkul kaum professional untuk masuk dan bersentuhan dengan Muhammadiyah. Mereka bisa jadi berasal dari kader Muhammadiyah dan keluarga Muhammadiyah. Atau bahkan mereka yang bukan berasal dari keluarga Muhammadiyah. Melalui organisasi-organisasi profesi tersebut akan dapat menarik kaum profesional bergabung dalam wadah pengajian atau forum yang diinisiasi oleh kader yang menjadi penggerak di lingkungan kaum professional, baik secara kultural maupun struktural.

Dakwah terhadap kaum professional ini sangat penting, khususnya di kawasan urban/perkotaan. Muhammadiyah perlu mendorong kader-kader yang berkiprah dalam dunia professional menginisiasi perkumpulan-perkumpulan untuk menyebarkan dakwah islam berkemajuan ala Muhammadiyah. Misalnya di Jakarta telah lahir pengajian yang bertransformasi menjadi Pimpinan Ranting istimewa Muhammadiyah di kawasan bisnis Jakarta. Sebuah ranting yang mayoritas anggotanya adalah para pekerja professional yang berkantor di Jalan Jenderal Sudirman sebagai pusat bisnis, keuangan dan komersial di DKI Jakarta. Pengajian atau ranting yang awalnya diinisiasi oleh kader Muhammadiyah dan kemudian mengajak kolega atau teman sesama pekerja kantoran yang berasal dari kawasan perkantoran tersebut. Dan sekarang telah berkembang menjadi Ranting istimewa Muhammadiyah berdasarkan profesi mereka.

E. DAKWAH ISLAM BERKEMAJUAN DI KALANGAN INFLUENCER

Revolusi teknologi digital sangat berdampak bagi berbagai dimensi kehidupan manusia. Perkembangan internet mendorong perubahan cara berfikir, bersikap dan bertindak umat manusia di berbagai belahan dunia, tidak kecuali Indonesia. Teknologi internet melahirkan sosial media, seperti facebook, twitter, Whatsapp, Telegram, Instagram dan aplikasi media sosial lainnya. Hanya dengan gadget atau handphone orang-orang bisa berselancar dan berinteraksi dengan orang lain atau mencari berbagai macam informasi sesuai dengan kebutuhan pengguna.

Dalam perkembangannya budaya digital ini melahirkan sekelompok orang yang disebut sebagai influencer. Mereka adalah sekelompok orang yang secara intens menggunakan media sosial sebagai sarana untuk memperesentasikan diri mereka dan juga menyampaikan pesan-pesan tertentu sesuai dengan pikiran, gagasan dan pengalaman mereka dalam berbagai peristiwa. Mereka secara aktif menggunakan media sosial untuk memberikan komentar atau respon dalam berbagai isu-isu tertentu. Bukan hanya itu dalam media sosial tersebut mereka memiliki teman dan follower atau pengikut yang sangat banyak. Bahkan dari follower yang sangat banyak tersebut mereka dapat mengkonversi menjadi sumber penghasilan.

Para influencer ini berasal dari beraneka ragam latar belakang, ada yang berasal dari anak muda, musisi, akademisi, ustadz, politisi, aktor, olahragawan, orang biasa dan lain sebagainya. Pandangan dan komentar mereka melalui status media sosial banyak difollow (diikuti) oleh para netizen. Mereka memliki pengikut juga penggemar yang banyak, meski tentu juga memiliki orang yang tidak cocok atau bahkan pembeci terhadap para influencer tersebut. Terlepas itu mereka memiliki pengaruh mempengaruhi cara pandang netizen dan publik secara umum. Ketika mereka menyampaikan pesan-pesan kebaikan, maka akan banyak diketahui dan juga diikuti oleh para followernya.

Dakwah Muhammadiyah juga perlu untuk memetakan dan juga membangun komunikasi dengan para influencer di media sosial. Muhammadiyah perlu mengajak kaum muda dan juga kader-kader Muhammadiyah yang telah menjadi influencer dan potensial menjadi influencer di sosial media untuk bersinergi menyebarkan luaskan dakwah Islam berkemajuan ala Muhammadiyah. Melalui kader-kader Muda Muhammadiyah itulah pikiran tokoh-tokoh Muhammadiyah disampaikan kepada publik. Atau bahkan tokoh-tokoh Muhammadiyah yang potensial perlu juga dijadikan influencer di media sosial dengan ceramah-ceramah mereka disebarkan melalui akun sosial media. Sehingga publik bisa terus mengikuti informasi dan juga ajaran-jaran Islam ala Muhammadiyah melalui tokoh-tokoh dan generasi muda Muhammadiyah di sosial media.

Selain mendorong lahirnya influencer di lingkungan Muhammadiyah, Persyarikatan perlu juga membangun komunikasi dengan para influencer media sosial di luar Muhammadiyah yang potensial untuk bisa diajak kolaborasi dalam menyebarkan gagasan dan praktik dakwah islam berkemajuan ala Muhammadiyah. Persyaraikatan perlu secara berkala mengajak dialog dan mengundang mereka dalam kegiatan-kegiatan Muhammadiyah. Sehingga mereka merasa dihargai dan bersemangat untuk mengabarkan kerja-kerja dakwah Muhammadiyah dalam berbagai bidang dan juga praktik baik di lingkungan Muhammadiyah di media sosial. Syukur-syukur mereka tergerak hatinya untuk bergabung dalam gerakan dakwah di Muhammadiyah.

F. DAKWAH ISLAM BERKEMAJUAN DI KALANGAN AKTIVIS MASYARAKAT SIPIL

Aktivis masyarakat sipil (civil society) sering diidentikkan sebagai kelompok orang yang concern terhadap isu-isu Hak Azasi Manusia (HAM) dan Demokrasi dengan segala macam turunannya untuk keadilan dan kebaikan publik. Para aktivis masyarakat sipil ini biasanya tergabung dalam berbagai lembaga yang beragam jenisnya, ada yang tergabung dalam Lembaga Swadaya Masyarakat, lembaga/pusat kajian, perguruan tinggi atau organisasi kemasyarakat. Secara konkret, mereka ada yang tergabung dalam LSM misal seperti LSM Anti Korupsi (seperti Institute for Corruption Watch dan Malang Corruption Watch), bergerak di bidang hukum seperti YLBHI dan jejaring LBH-nya, Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) dan GreenPeace yang bergerak dalam isu lingkungan, Perludem yang bergerak dalam bidang demokrasi dan politik pemilihan, Maarif Institute yang bergerak dalam bidang keagamaan dan budaya, Migran Care dalam bidang buruh migran dan lainnya. Di atas contoh beberapa organisasi dimana para aktivis masyarakat sipil berkiprah.

Para aktivis masyarakat sipil ini dikenal fokus terhadap isu dan problematika publik yang mereka geluti. Mereka memiliki kelebihan dalam membangun wacana dan praktik untuk mempertahankan posisi otonom masyarakat di hadapkan pada kekuasanan dominan negara dan pasar. Bukan rahasia lagi, terkadang negara dengan kekuasaan politiknya yang dominan dan juga pasar dengan kekuatan ekonomi yang sangat kuat menggerus posisi dan peran masyarakat sipil, termasuk Muhammadiyah di dalamnya. Maka Muhammadiyah yang juga bagian dari masyarakat sipil perlu untuk membangun komunikasi strategis dengan para aktivis masyarakat sipil yang memiliki irisan kepentingan yang sama yaitu untuk membangun kehidupan bernegara dan bermasyarakat yang demokratis, adil, makmur dan kebaikan untuk semua kalangan.

Muhammadiyah perlu melakukan dakwah Islam Berkemajuan dengan para aktivis masyarakat sipil yang memiliki spirit yang sama yaitu amar ma’ruf (humanisasi) dan nahi munkar (liberasi/pembebasan dan pemberdayaan) di dalam masyarakat. Kesamaan keprihatinan terhadap problematika di ruang publik menjadi pintu masuk Muhammadiyah untuk mengajak para aktivis masyarakat sipil duduk bersama, berdialog, berbagi pengetahuan dan strategi penyelesaian terkait problematika masyarakat, khususnya masyarakat yang lemah dan dilemahkan (mustadh’afin). Dengan interaksi dan kolaborasi yang intens tersebut, pegiat Muhammadiyah baik secara langsung maupun tidak langsung tentang nilai-nilai Islam ala Muhammadiyah kepada mereka.

G. DAKWAH ISLAM BERKEMAJUAN DI KALANGAN AKAR RUMPUT DAN KAUM MUSTADHAFIN

Sebagai gerakan dakwah Islam amar ma’ruf dan nahi munkar, Muhammadiyah berkomitmen untuk terus mengembangkan pandangan dan misi Islam yang berkemajuan sebagaimana spirit awal kelahirannya. Pandangan Islam berkemajuan yang diperkenalkan oleh pendiri Muhammadiyah telah melahirkan ideologi kemajuan, yang dikenal luas sebagai tajdid Islam dan juga reformasi sosial untuk pencerahan. Pencerahan (tanwir) sebagai wujud dari Islam yang berkemajuan adalah jalan Islam yang membebaskan, memberdayakan, dan memajukan kehidupan dari segala bentuk keterbelakangan, ketertindasan, kejumudan, dan ketidakadilan hidup umat manusia.

Muhammadiyah sejak awal kemunculannya telah menunjukkan keprihatinan dan keberpihakannya kepada kaum akar rumput (grassroot), yaitu masyarakat yang berada pada struktur sosial paling bawah. Mereka juga sering disebut sebagai kawula alit atau wong cilik. Hal ini bisa dilihat KHA Dahlan mengajak para murid-muridnya untuk menyantuni fakir, miskin dan anak jalanan. Dakwah kepada kaum akar rumput yang kurang beruntung tersebut merupakan hasil dari pemahaman KHA Dahlan yang mendalam terhadap surat Al Ma’un. Bahwa orang yang beragama dikatakan mendustakan agama bila mereka tidak memiliki kepedulian dan tergerak hati mereka untuk membantu meringankan beban kaum fakir, miskin dan anak-anak terlantar. Spirit ajaran KHA Dahlan inilah yang kemudian dikenal sebagai teologi Al-Ma’un.

Selain itu, KHA Dahlan juga menginisisasi pendirian madrasah dan sekolah yang bisa diakses oleh masyarakat luas yang notabenenya mereka adalah kaum akar rumput. Pada masa kolonial tidak semua orang bisa mengakses pendidikan, hanya mereka yang berasal dari kalangan bangsawan yang bisa memperoleh pendidikan. Melalui pendirian madrasah atau sekolah Muhammadiyah, memungkinkan banyak warga biasa atau kalangan akar rumput dapat mengenyam pendidikan. Melalui lembaga-lembaga pendidikan itulah internalisasi Islam berkemajuan dikenalkan kepada para peserta didik. Semakin banyaknya sekolah Muhammadiyah berdiri, maka semakin tersebar luasnya paham Islam berkemajuan ala Muhammadiyah kepada masyarakat luas di kalangan grassroot.

Dalam konteks sekarang, dakwah Islam berkemajuan perlu terus disebarkan kepada masyarakat luas. Khususnya di kalangan menengah bawah yang jumlahnya lebih banyak dari pada kalangan elit. Perlu strategi yang relavan dan kontekstual sesuai dengan kebutuhan masyarakat di tingkat bawah dan menengah. Bukan hanya sekedar dakwah di atas mimbar saja, tapi juga perlu memperkuat dengan dakwah digital. Yaitu memanfaatkan teknologi digital seperti media sosial mutakhir, seperti youtube, facebook, Whatsapp dan lainnya  sebagai sarana menyebarkan nilai-nilai Islam berkemajuan dalam berbagai bidang. Melalui media sosial, kontek-konten yang berisikan pesan-pesan keislaman ala Islam berkemajaun bisa dapat disebarluaskan. Tentu Muhammadiyah melalui lembaga dan majelis-nya perlu mempersiapkan materi-materi yang mutakhir dan kontekstual yang dihadapi masyarakat di level bawah.

Muhammadiyah telah mempunyai kepedulian terhadap kaum Mustadh’afin yaitu orang-orang yang dilemahkan oleh kondisi objektif atau pun oleh pihak-pihak yang memiliki kekuasaan ekonomi politik. Muhammadiyah perlu melakukan kajian-kajian terkait masyarakat yang dilemahkan ini di provinsi Jawa Timur. Setelah melakukan pemetaan terhadap realitas ketertindasan kelompok-kelompok masyarakat tersebut, maka tahap selanjutnya adalah menjelaskan mengapa kondisi tersebut terjadi. Pembacaan terhadap persoalan tersebut akan memberikan pilihan strategi dan juga tawaran solusi Muhammadiyah membantu kelompok masyarakat yang mengalami ketertindasan atau korban dari sebuah proses ekonomi politik tersebut.

Salah satu contoh, problematika tambang yang terjadi di beberapa daerah jawa Timur yang menyebabkan terjadinya ketegangan dan bahkan konflik diantara kelompok masyarakat. Beberapa kelompok kecil orang-orang yang memiliki akses ekonomi dan politik berhadapan dengan masyarakat desa yang terdampak dengan adanya proyek pertambangan. Beberapa kasus dalam beberapa tahun terakhir telah menjadi isu daerah dan bahkan hingga menjadi isu nasional. Muhammadiyah melalui majelis dan lembaga yang terkait problematika ini harus mengambil peran untuk menjadi bagian dari penyelesaian masalah. Muhammadiyah dengan kekuatan komunikasi dengan berbagai pihak, baik di level struktural atau pun kultural perlu untuk mendorong pemerintah sangat memperhatikan terhadapi dampak yang diakibatkan terutama bagi masyarakat kecil yang menjadi korban dan berada pada posisi sangat lemah dihadapkan dengan pihak-pihak pemiliki modal dan akses kekuasaan.

H. DAKWAH ISLAM BERKEMAJUAN DALAM FORUM PENGAJIAN

Pengajian merupakan aktivitas yang sangat penting dalam gerakan dakwah Islam, baik itu di lingkungan Muhammadiyah maupun umat Islam secara umum. Dalam konteks Muhammadiyah pengajian merupakan syarat penting bagi berdirinya atau adanya ranting, struktur terbawah di lingkungan Muhammadiyah. Melalui forum pengajian tersebut para pimpinan, jamaah atau pun simpatisan Muhammadiyah menadapatkan berbagai macam pengetahuan dan informasi, baik itu terkait pengetahuan ke-Islaman, kemuhammadiyahan, keorganisasian maupun informasi penting lainnya. Singkatnya pengajian menjadi forum yang paling sering dilakukan di tingkat akar rumput.

Pengajian dilaksanakan hampir di setiap tingkatan pimpinan di lingkungan Muhammadiyah. Melalui forum pengajian, para pimpinan dan aktivis Muhammadiyah dapat terus memperkenalkan apa itu Islam Berkemajuan. Melalui pengajian-pengajian tersebut, para aktivis Muhammadiyah dapat mengkontekstualisasikan Islam berkemajuan dengan permasalahan kontemporer. Sehingga gagasan Islam berkemajuan dapat dijadikan acuan dalam membaca dan juga menawarkan solusi terhadap masalah yang dihadapi oleh jamaah Muhammadiyah.

Selain di lingkungan Muhammadiyah, para aktivis Muhammadiyah yang aktif sebagai penggerak pengajian (baik itu sebagai pembicara atau peserta) di berbagai kelompok (internal dan eksternal Muhammadiyah) dapat secara pelan-pelan memperkenalkan spirit, pemikiran dan juga contoh-contoh praktik dari Islam berkemajuan. Sebagai harapan, peserta pengajian semakin memahami dan tertarik untuk mendukung dan juga bergabung bersama dalam rangka merealisasikan gerakan Islam berkemajuan sebagai gerakan Islam yang memberi manfaat bagi semua kalangan, baik itu warga Muhammadiyah, orang Islam secara umum dan juga warga negara Indonesia lainnya.

Tak kalah pentingnya, para aktivis Muhammadiyah harus memulai dari diri mereka sendiri (ibda’ binafsik), karena akhlak para pimpinan dan aktivis Muhammadiyah menjadi perhatian atau contoh bagi jamaah atau masyarakat yang mengikuti pengajian. Tindak tanduk atau akhlak mereka itulah yang dijadikan sebagai ukuran. Bila mereka menunjukkan akhlakul karimah maka secara tidak langsung mereka menjadi duta bagi realisasi Islam yang memiliki ciri maju atau berkemajuan. Tapi sebaliknya, bila mereka tidak dapat menunjukkan diri sebagai teladan, maka gerakan islam berkemajuan akan berkembang.

I. DAKWAH ISLAM BERKEMAJUAN DI MASJID

Muhammadiyah memandang peran penting dan strategis masjid sebagai pusat gerakan dakwah Islam berkemajuan di akar rumput. Bagi persyarikatan Muhammadiyah, masjid bukan hanya sekedar tempat ibadah dan dakwah tapi juga sebagai ruang interaksi pimpinan, anggota, jamaah, simpatisan dan masyarakat secara umum. Masjid juga sebagai ruang bagi penyebaran ilmu pengetahuan Islam dan kemuhammadiyahan, singkatnya masjid sebagai pusat ibadah, gerakan dakwah sekaligus juga sebagai madrasatul ‘ilmu dan bahkan juga pemberdayaan masyarakat. Upaya mengabungkan beberapa fungsi masjid tersebut harus terus dilakukan untuk memberi manfaat yang lebih besar bagi warga Muhammadiyah dan umat Islam.

Perlu upaya revitalisasi peran dan fungsi masjid-masjid yang berada di bawah naungan persyarikatan Muhammadiyah untuk menjadi ujung tombak penyebaran risalah Islam Berkemajuan. Ada beberapa strategi yang bisa dilakukan untuk melakukan revitalisasi masjid-masjid Muhammadiyah. Pertama, Muhammadiyah melalui majelis dan lembaga terkait perlu melakukan konsolidasi terhadap masjid-masjid di lingkungan Muhammadiyah. Selain itu juga perlu untuk terus melakukan penguatan kapasitas pengelola dan lembaga takmir masjid di seluruh Jawa Timur. Kedua, mendorong masjid-masjid Muhammadiyah untuk mengabungkan empat fungsi utama masjid; pusat ibadah, gerakan dakwah, pendidikan dan juga pemberdayaan warga persyarikatan dan umat. Ketiga, memperkuat kaderisasi pengelola/takmis masjid dengan melibatkan generasi muda untuk menjaga kesinambungan dakwah Islam berkemajuan di lingkungan masjid-masjid Muhammadiyah. Keempat, menyelenggarakan Musyawarah Masjid Muhammadiyah se-Jawa Timur sebagai ruang konsolidasi, berbagi pengalaman dan juga ruang membangun kesadaran kolektif diantara para takmir/pengelola masjid-masjid di lingkungan Muhammadiyah.

Melalui masjid-masjid Muhammadiyah, pengetahuan Islam Berkemajuan ala Muhammadiyah harus terus disebarkan oleh para pimpinan, aktivis, dan mubaligh Muhammadiyah. Melalui pengajian, ceramah, kultum di masjid-masjid Muhammadiyah, para aktivis Muhammadiyah menjelaskan apa itu Islam berkemajuan dan bagaimana contoh merealisasikannya dalam kehidupan nyata. Upaya memperkenal dan memahamkan tentang Islam (yang) Berkemajuan dalam paham Muhammadiyah harus terus dilakukan oleh semua kalangan, khususnya adalah para pegiat Masjid di lingkungan Muhammadiyah. Mengapa demikian? Karena mereka-lah para  duta Muhammadiyah terdepan yang langsung berinteraksi dan bersinggungan secara langsung dengan para jamaah, simpatisan dan warga masyarakat secara luas.

BAB VIII STRATEGI DAKWAH ISLAM BERKEMAJUAN DI MEDIA SOSIAL

Di Bab 5 telah dijelaskan mengenai strategi dakwah Islam Berkemajuan. Strategi tersebut menunjukkan bahwa ada empat hal penting yang perlu dipertimbangkan dan pada akhirnya digunakan secara optimal. Empat hal tersebut yakni: pertama, memanfaatkan segala potensi dan sumber daya yang ada; kedua, melibatkan semua pihak yang berkepentingan; ketiga, mengeksekusi melaui berbagai saluran dan jaringan yang dimiliki; dan keempat, mengupayakan kontekstualisasi dengan cara yang kreatif dan inovatif. Sesuai dengan perkembangan konteks kehidupan, terutama karena adanya globalisasi, revolusi kebudayaan, revolusi perilaku politik dan revolusi teknologi 4.0, penting kiranya menyusun pula secara lebih detil tentang strategi dakwah Islam Berkemajuan di media sosial.

A. DAKWAH DAN THE INTERNET OF THINGS

Pengertian dakwah sangat mudah dimengerti. Yakni, menyampaikan kebajikan kepada sesama. Sebaliknya, bagi para analis, pengamat maupun praktisi dakwah, the Internet of Things (IoT) adalah hal yang baru. IoT secara sederhana bermakna konsep yang memainkan peran internet sehingga kemanfaatannya semakin besar bagi kehidupan manusia. Cara kerja IoT adalah menghubungkan internet dengan benda-benda atau mesin-mesin yang membantu pekerjaan manusia. Hal ini melibatkan adanya saling berbagi data untuk membuat fungsi berbagai benda dan mesin tersebut semakin optimal. Keistimewaan IoT adalah mampu mengendalikan berbagai benda dan mesin secara jarak jauh baik itu melalui ponsel pintar, maupun komputer.

Mungkin dakwah yang secara langsung berhubungan dengan IoT belum ada. Terlebih bahwa, media belajar seperti misalnya yang melibatkan teknologi IoT juga belum ramai digunakan. Kita tahu bahwa di negara-negara maju, media pembelajaran yang memanfaatkan Virtual Reality (realitas virtual) dan Augmented Reality (realitas virtual yang dikombinasikan dengan realitas sebenarnya) sudah digunakan. Keduanya merupakan alat (biasanya dalam bentuk kaca mata canggih) yang mampu memvisualisasikan data IoT. Ketika menggunakan kaca mata canggih tersebut, kita seolah-olah hidup di dunia virtual. Bahkan bisa melakukan aktivitas belajar dan mengajar. Yang menarik, Universitas Siber Muhammadiyah sudah memiliki dan menggunakan sistem canggih ini. Dalam konteks dakwah, sekali lagi, jelas belum berjalan menuju ke arah ini. Namun, penting kita pikirkan secara kreatif dan inovatif mengenai bagaimana dakwah di masa yang akan datang. Barangkali kajian-kajian dan pengajian-pengajian bisa dilaksanakan dengan audience dari berbagai tempat di dunia, meskipun secara virtual berada di satu tempat dan kemudian di sana kita bisa saling berbagi wawasan, ilmu pengetahuan dan juga nilai-nilai Islam yang mulia. Dus, dalam konteks ini, dakwah sangat memungkinkan dilakukan.

B. DAKWAH DAN ARTIFICIAL INTELLIGENCE

Artificial Intelligence (AI) adalah kecerdasan buatan yang biasanya diprogram pada komputer dan internet. Fungsinya adalah memecahkan berbagai persoalan kognitif yang berkaitan dengan kecerdasan manusia seperti misalnya membaca pola, memperkenalkan pola, proses pembelajaran dan lain sebagainya. Pada intinya, AI bisa menggantikan apa yang sebelumnya harus dilakukan oleh alam pikiran manusia secara kognitif. Kognitif itu sendiri adalah proses mental yang berkaitan dengan aktivitas pengamatan secara detil, berbahasa, mengingat, mepersepsi, memecahkan masalah, mengupayakan kreativitas dan memainkan pola tertentu dalam berpikir. Sebagai contoh, mengenal suara tertentu, mepersepsi objek secara visual, mengambil keputusan, menerjemahkan bahasa dan lainnya. Dalam kehidupan sehari-hari, AI mampu mengenali wajah kita (face recognition) sehingga bisa dimanfaatkan sebagai instrumen pembuka kode ponsel. Bahkan, AI juga berlaku pada berbagai program yang berkaitan dengan interaksi manusia dengan komputer. AI juga digunakan pada robot pintar, video pengamatan khusus, kendaraan otomatis tanpa supir dan lain sebagainya.

AI pada program analisis media sosial misalnya, bisa memetakan pola kecenderungan penggunaan media tersebut. AI mampu membuat kategorisasi mengenai usia, gender, kesukaan, hobi, konten yang diminati, musik yang didengarkan, video yang ditonton, bagaimana persebarannya dan seterusnya. Tentu hasil analisis ini memudahkan para dai dan pelaksana program persyarikatan untuk memahami trend yang berlaku dalam konteks masyarakat tertentu. Dakwah, mau tidak mau, harus menyesuaikan dengan trend tersebut agar dapat diterima oleh segmen pendengar atau pemerhati tertentu yang spesifik. Atau, sekurang-kurangnya dakwah bisa memanfaatkan hasil analisis sebagai informasi, gagasan kebajikan atau hal lain yang bermanfaat yang dielaborasi dengan berbagai ajaran dan pemikiran keislaman. Bahkan dalam konteks mencari informasi yang berkaitan dengan hukum, fatwa dan referensi tentang kasus tertentu melalui kata kunci tertentu, AI bisa sangat bermanfaat. Para dai bisa dengan mudah membaca berbagai versi informasi mengenai hukum Islam secara akurat dan efisien.

C. DAKWAH DAN ALGORITMA MEDIA SOSIAL

Algoritma media sosial adalah cara menyortir postingan di media sosial berdasarkan relevansinya. Sortiran ini jelas membantu peringkat hasil pencarian. Misalnya kata kunci yang diketik adalah “Islam Berkemajuan” maka konten tertentu akan dimunculkan dan kemunculan itu diutamakan yang paling relevan dengan kata kunci tersebut. Peringkat yang tertinggi dari hasil pencarian tersebut besar kemungkinan merupakan konten yang paling banyak dicari orang. Manfaat adanya algoritma ini adalah memudahkan para pembuat maupun para pencari konten menemukan konten yang diinginkan.

Penguasaan mengenai cara kerja algoritma media sosial ini membantu para dai untuk menyebarkan konten dakwahnya sekaligus membantu para pencari konten untuk lebih mudah menangkap konten dakwah ini. Misalnya dakwah melalui Facebook. Platform ini ingin mengintensifkan keterlibatan para pengguna. Facebook dirancang untuk memudahkan mengakses postingan yang merangsang emosi, bukan promosi. Sedangkan platform media sosial lainnya memiliki cara yang unik dan khas masing-masing untuk mempertemukan dan memprioritaskan antara “konten” dengan pengguna platform tersebut. 

D. DAKWAH ISLAM BERKEMAJUAN DAN CONTENT CREATOR KEBAJIKAN

Content Creator adalah pembuat konten. Konten yang dihasilkannya bisa berupa tulisan, gambar, foto, musik, video, dan lain sebagainya. Berbagai konten tersebut kemudian disebarkan melalui berbagai platform media sosial. Pembuat konten ini juga disebut dengan berbagai julukan, sesuai dengan platform yang dipakainya. Kalau menggunakan Blog, maka pembuat kontennya disebut Blogger. Vlogger untuk pembuat video. YouTuber untuk pembuat konten di YouTube, dan lain sebagainya. Berbagai kemampuan yang harus dimiliki oleh pembuat konten adalah kemampuan komunikasi, menulis, menggunakan alat pembuat konten seperti Microsoft Word, Photo Editor, Video Editor dan lain sebagainya. Pembuat konten juga harus memiliki kecakapan dalam riset dan analisis, karena dituntut untuk membuat konten yang kreatif, baru, segar, inspiratif dan trending. Konten yang baik biasanya orisinil, punya judul yang menyihir minat pembaca, pendengar atau penonton, mampu memberikan jawaban atas persoalan publik, akurat dalam menggunakan informasi, memiliki visualisasi (seperti foto atau video) yang menarik dan jelas, dan mampu menciptakan suasana saling berkomunikasi yang baik dengan pencari konten (engagement).

Dalam konteks ini, dakwah adalah konten dan para dai adalah pembuat konten kebajikan. Ketika konten dakwah tertentu trending (viral), jelas dianggap telah diakses oleh banyak pencari konten (viewers). Bahkan, platform media sosial kita berpotensi untuk diikuti oleh banyak orang (followers atau subscribers). Dengan akses yang banyak tersebut, tidak menutup kemungkinan bahwa konten dakwah kita mampu menginspirasi orang lain. Pada puncaknya, konten tersebut dijadikan sebagai langkah awal untuk mengupayakan perubahan menuju kepada kondisi dan situasi kehidupan yang lebih baik, produktif dan berkemajuan. Karena itu, tugas dakwah dalam konteks media sosial adalah tugas pembuatan konten kebajikan.

E. DAKWAH ISLAM BERKEMAJUAN DAN ANALISIS MEDIA SOSIAL

Dakwah adalah upaya aktif, sementara media sosial adalah sarananya. Sarana tersebut perlu juga dianalisis, terutama berkaitan dengan pertanyaan apakah dakwah berjalan lancar, efektif dan berdampak besar. Sumber analisis dalam hal ini adalah data. Pertama, data bisa dikumpulkan dari profil pengikut (followers atau subscribers). Kita bisa mengidentifikasi apakah profil para pengikut kita menunjukkan bahwa mereka sudah sesuai target dakwah. Bahkan kita juga bisa mengumpulkan informasi mengenai rentang usia, gender, lokasi geografis dan waktu aktif mereka ketika menggunakan media sosial. Kedua, data juga dapat diambil dari jangkauan dan impresi (reach and impression). Hal ini menyangkut tentang berapa kali sebuah konten muncul di media sosial, siapa pula yang mengakses dan apakah ada yang membagikannya. Hal ini menunjukkan bahwa mereka tertarik dengan topik dakwah yang kita ajukan.

Ketiga, data yang perlu dianalisis adalah keterlibatan netizen. Artinya kita mempertimbangkan berapa banyak pengguna yang berinteraksi dengan konten kita, berapa banyak yang menyukai, berkomentar, membagikannya dan seterusnya. Hal ini memberikan informasi kepada kita tentang seberapa berkualitas dan menarik konten yang kita posting. Keempat adalah tentang seberapa sering akun dakwah kita disebutkan oleh netizen, baik melalui tag, mention, hastag dan lain sebagainya. Ini bisa menjadi indikator adanya sentimen tertentu baik itu yang positif, negatif atau netral. Terhadap keempat jenis data yang bisa dianalisis tersebut kita tidak perlu melakukannya secara manual. Kita bisa melihat fitur khusus, seperti misalnya Facebook Insight, Instagram Insight dan YouTube Analytics.

Melalui analisis media sosial ini, kita bisa mengetahui tentang konten apa yang digemari oleh netizen, rentang usia berapa yang mengaksesnya, bagaimana gendernya, lokasinya di mana, apakah mereka menyukainya, apakah mereka secara aktif berinteraksi dan memberikan komentar, seberapa banyak konten kita dibagikan dan seterusnya. Analisis ini tentu sangat membantu ketika kita berdakwah, mendesain konten dakwah dan memahami algoritma masing-masing platform media sosial yang kita manfaatkan untuk dakwah. Sebaik apapun yang kita pikirkan mengenai isi dan substansi Islam Berkemajuan, jika hal itu tidak dikemas sesuai dengan analisis ilmiah yang ada, maka tidak akan viral dan kemungkinan kecil akan memberikan dampak pada masyarakat.

F. DAKWAH ISLAM BERKEMAJUAN DAN DESAIN GRAFIS

Sebenarnya, isi dan substansi Islam Berkemajuan perlu divisualisasikan, baik itu menggunakan gambar maupun video. Bidang yang bisa mengemas konten Islam Berkemajuan dengan baik adalah desain grafis. Untuk dapat menguasai desain grafis dengan style yang khas, kita harus memiliki niat yang kuat sebagai desainer. Jelas ini bagian dari proses dakwah. Kedua, kita perlu banyak belajar dari berbagai desain yang inspiratif. Kita tidak perlu menjiplaknya, karena kita bisa membuat yang lebih baik dari hal itu. Bukan hasil akhirnya yang kita perlu pelajari tapi bagaimana proses berpikirnya, sehingga menghasilkan desain yang baik. Kemudian, kita bisa mencipta ulang desain dengan ciri khas yang kita miliki sendiri. Dalam mendesain kita harus mahir menggunakan berbagai software yang umum digunakan untuk mendesain. Jika desain kita bagus, cantik dan menarik, tentu membuat dakwah semakin menyenangkan dan menggembirakan.

G. DAKWAH ISLAM BERKEMAJUAN DAN MANAJEMEN MEDIA SOSIAL

Manajemen media sosial untuk kepentingan dakwah adalah hal yang krusial. Hal ini secara relatif bisa digunakan untuk menganalisis keberhasilan dakwah yang diupayakan. Dengan manajemen media sosial yang baik kita bisa memahami para audiens, seperti misalnya apa yang menjadi kegemaran mereka, jam berapa mereka berinteraksi dengan konten kita dan lain sebagainya. Manajemen media sosial mencakup aktivitas misalnya membuat dan menyebarkan konten. Menganalisis keterlibatan publik terutama mengenai apa yang mereka gemari dan mereka butuhkan. Perlu juga mempertimbangkan untuk berkolaborasi dengan influencer. Kita juga bisa mengatur mengenai waktu penyebaran konten. Pada akhirnya, mereka yang menekuni manajemen media sosial ini membuat laporan analisis dari media sosial yang digunakan. Berkaitan dengan dakwah Islam Berkemajuan, maka seberapa signifikan dakwah kita berkontribusi bagi publik, biasa dianalisis secara lebih baik. Tugas lainnya yang bisa dilakukan oleh seorang manajer media sosial adalah menangani masalah marketing, membuat strategi peningkatan progress media sosial, menjadi editor konten atau copywriter dan bahkan menjadi pembuat desain atau narahubung yang melayani publik.

Manajer media sosial harus mampu mengidentifikasi target dakwah. Lalu, ia harus melakukan riset sehingga bisa mengidentifikasi, media sosial apa yang mendapatkan jangkauan audiens tertarget secara signifikan. Selanjutnya, ia juga mesti mengupayakan evaluasi data dari media sosial yang dijalankan. Di samping itu, ia harus mengamati berbagai tren termutakhir, topik yang sedang viral dan perkembangan apa saja yang beredar di media sosial. Berdasarkan itu semua, ia membuat konten yang nanti akan diposting di media sosial, menayangkan konten di waktu-waktu yang ditentukan (sesuai dengan riset yang telah dilakukan) dan melayani interaksi dengan publik. Dengan demikian, seorang manajer media sosial, terutama ia bekerja dalam naungan dakwah Islam Berkemajuan, selain memiliki kemampuan dakwah, juga memiliki kemampuan analisis, komunikasi yang baik, kreativitas, sabar dan tekun dalam melayani audiens, membuat dan mendesain konten, merancang strategi dan mengupayakan penyelesaian masalah pada proses dakwah melalui media sosial. Ia juga harus mengetahui perkembangan mutakhir mengenai teknologi dan media sosial. Dengan manajemen yang baik dan seorang manajer pembelajar yang tekun, dakwah Islam Berkemajuan melalui media sosial memiliki peluang yang besar untuk viral, trending dan bermanfaat secara luas dan signifikan.

H. DAKWAH ISLAM BERKEMAJUAN DAN BUZZER KEBAJIKAN

Buzzer secara bahasa bermakna berdengung. Namun, secara fungsional hal ini bermakna “dengungan suara para pendukung wacana tertentu di ruang virtual publik.” Dalam konteks dakwah, buzzer adalah para jamaah yang kerap mengucapkan kata “amin” secara serentak dan menunjukkan adanya dukungan. Di media sosial, konten-konten dakwah kebajikan juga memerlukan buzzer. Artinya, buzzer kebajikan pula. Dengan buzzer tersebut, maka ruang virtual publik di mana siapa saja memiliki hak untuk berbicara dan berpendapat bisa didominasi dengan dukungan terhadap kebajikan. Hal ini kemudian bisa menimbulkan pengaruh yang positif pula, karena kebajikan yang dipromosikan memiliki gaung, resonansi atau dengungan yang kuat.

Secara teknis, dalam dakwah yang melibatkan buzzer ini, konten dakwah yang dikampanyekan bertujuan menjadi trending topic (hal yang viral). Hal ini tentu memerlukan tangan dingin pembuat konten. Konten yang diciptakan harus kreatif, inspiratif dan berkemajuan. Terlebih bahwa ia memiliki kemampuan jurnalistik, sehingga secara tata aturan etis jurnalistik, konten yang dibuat dapat meyakinkan publik. Buzzer yang berperan harus memiliki tim tersendiri dan solid. Di samping itu, harus pula memiliki jaringan yang banyak dan militan.

I. EKSEKUSI DAKWAH ISLAM BERKEMAJUAN MELALUI MEDIA SOSIAL

Dakwah Islam Berkemajuan bisa dilakukan melalui media sosial. Sebelum proses dakwah dilakukan, perlu kiranya mempersiapkan segala hal yang diperlukan. Misalnya, adanya seorang dai, sarana dan prasarana yang mendukung, berbagai alat dan teknologi yang bisa dimanfaatkan, seorang analisis media sosial, seorang konten kreator, desainer grafis dan manager media sosial, serta seorang koordinator tim buzzer dakwah kebajikan. Mereka semua harus bekerjasama secara solid demi tersampaikannya konten dakwah yang memiliki kesempatan menjadi trending topic, viral dan pada akhirnya memiliki pengaruh yang signifikan bagi terbangunnya kemaslahatan publik. Mereka memahami apa yang akan didakwahkan, siapa sasarannya, bagaimana kategorinya, bagaimana trend yang berlaku, bagaimana desain, style dan visualisasinya, bagaimana menciptakan viralitas, bagaimana mengatur waktu posting, bagaimana meningkatkan keterlibatan publik dan lain sebagainya.

Dakwah Islam berkemajuan bisa dilakukan melalui WhatsApp (menekankan kejelasan, pendek dan instruktif), Facebook (menekankan kisah, naratif dan didukung visualisasi melalui gambar), Twitter (menekankan narasi pendek yang persuasif, didukung visualisasi dan link website untuk membaca konten dakwah yang lebih detil), YouTube (visualisasi video; short, untuk versi dengan durasi pendek, kurang dari satu menit), Instagram (narasi pendek, visualisasi gambar dan video), TikTok (visualisasi video pendek dan musik yang atraktif atau menarik minat dan emosi audience) dan Website keislaman (tulisan yang enak dibaca, jelas, mudah diikuti, inspiratif dan berkemajuan, diperkuat oleh visualisasi gambar, musik atau video). (*)

Exit mobile version