RCCE Pendekatan Perubahan Perilaku ke Masyarakat dengan Permainan; Liputan Kontributor PWMU.CO Surabaya Tri Eko Sulistiowati.
PWMU.CO – Sebanyak 20 anggota Pimpinan Cabang Aisyiyah Bulak, Kota Surabaya, mendapat tantangan seru dari Risk Communication and Community Engagement (RCCE) Surabaya pada pertemuan periodik, Rabu (18/1/2023).
Koordinator Tim RCCE Surabaya Titik Asfiyah, bersama rekan trainernya Yayuk Tri Harawati, meminta mereka mengubah pola pikir dan kebiasaan lama menjadi sesuatu yang baru melalui permainan seru. Lokasinya di TK Aisyiyah 19 Sukolilo, Surabaya.
“Merubah kebiasaan yang sudah biasa dilakukan tidaklah mudah akan tetapi dengan usaha keras dan kemauan untuk berubah hal yang tak mungkin bisa menjadi mungkin dengan izin Allah SWT,” ujar Titik Asfiyah.
Ini bermula dari program RCCE Majelis Pembina Kesehatan Umum (MPKU) Pimpinan Pusat Muhammadiyah bekerja sama dengan UNICEF. Ada edukasi vaksin dan imunisasi anak lengkap di 8 kabupaten/kota di Indonesia. Salah satunya Surabaya. Terbentuklah Social Behaviar Change (SBC).
Edukasi tim RCCE Surabaya ke-4 inilah upaya mengenalkan intervensi SBC. Yaitu pendekatan perubahan perilaku kepada masyarakat dengan menggunakan permainan menarik sehingga edukasi lebih menyenangkan.
Edukasi meliputi stunting, Tuberkulosis, imunisasi lengkap anak, dan protokol kesehatan. Pendekatan ini mengedepankan masyarakat yang lebih banyak berbicara dan memikirkan kondisi masyarakatnya.
Ubah Angka Jadi Kata
Titik Asfiyah memulai permainan pertama. “Berhitung satu hingga bilangan tak terhingga merupakan satu kebiasaan yang sudah dikenalkan sejak usia dini. Bahkan bayi berusia satu bulan pun sudah diajari urutan angka satu, dua, dan seterusnya dengan pola permainan menyenangkan,” ujarnya.
Akan berbeda, lanjutnya, jika pada angka tertentu, pola berhitung diubah dari angka menjadi kata yang berhubungan dengan sesuatu. Corona misalkan. “Ketika pada hitungan kelipatan tiga, ganti dengan kata virus, masker, hand sanitizer, dan lain sebagainya,” tuturnya.
“Silahkan mulai dari sini!” tambah Titik Asfiyah yang langsung dijawab dengan kata satu, dua, PPKM, empat, lima, cuci tangan, dan seterusnya. Permainan berhenti pada peserta yang salah menjawab. Beberapa peserta kurang konsentrasi dan tidak fokus sehingga belum siap ketika tiba pada gilirannya.
Permainan semakin seru ketika perintahnya dipercepat. Peserta lebih panik dan makin menurun daya konsentrasinya. “Akhirnya kita tahu hikmah yang bisa diambil dari permainan ini bahwa mengubah pola kebiasaan itu tidak mudah. Butuh proses dan kesabaran dalam menjalaninya,” imbuhnya.
Permainan Horor dan Hoax
Permainan pemecah kebekuan berikutnya juga tidak memerlukan materi dan alat apa pun. Yayuk Herawati membagi 20 peserta rapat periodik PCA menjadi dua kelompok, grup horor dan grup hoax.
Aturan permainannya, setiap orang berpasangan menjadi pemain ‘horor’ dan pemain ‘hoax’. Mereka berhadapan dan mengulurkan tangan menyimak cerita instruktur. Di sela-sela ceritanya, instruktur menyebutkan kata horor dan hoax.
“Posisikan telapak tangan kanan seperti hendak bersalaman kemudian ketika saya menyebutkan kata horor maka secepatnya hoax menghindar jangan sampai kena, begitu pun sebaliknya,” ujar Yayuk, panggilan akrabnya
Keseruan terasa ketika peserta kurang konsentrasi sehingga mudah terkalahkan lawannya. Dari permainan ini, Yayuk menjelaskan hikmah, “Horor dan hoax sama-sama merugikan. Bila ada berita hoax yang beredar maka sebaiknya kita hindari karena bila kita termakan berita hoax yang ada kehidupan kita jadi horor,” jelas Yayuk.
Permainan Gerak dan Lagu “Satu Tambah Satu”
Lagu anak-anak ‘Satu Tambah Satu’ mengiringi permainan berikutnya.
“Satu ditambah satu sama dengan dua. Dua ditambah dua sama dengan empat. Empat ditambah empat sama dengan delapan. Delapan ditambah delapan sama dengan enam belas,” begitulah lagunya.
Titik Asfiyah mencontohkan gerakan yang harus dilakukan di setiap syairnya. “Kalau satu maka satu tangan mengepal ke atas, kalau tambah maka kedua tangan dipertemukan membentuk tanda tambah. Selanjutnya kalau dua maka kedua tangan diangkat dua-duanya dan seterusnya,” terangnya.
Antusiasme peserta mengikuti gerakan sesuai lagu tiba-tiba berlanjut dengan tawa karena ada peserta yang jatuh saat menyilangkan kaki kanannya membetuk angka empat seperti kursi terbalik. Kemudian, permainan berlanjut dengan gerakan bergoyang membentuk angka delapan sehingga membuat peserta makin terpingkal-pingkal.
“Hikmah yang bisa diambil dari permainan ini selain menyegarkan suasana juga bisa mengecek kesehatan kita di usia yang makin menua tapi masih semangat beraisyiyah,” canda Titik Asfiyah. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni/SN