
Terungkap Enam Insight Kepemimpinan dari Permainan Hollow Square; Liputan Kontributor PWMU.CO Gresik Sayyidah Nuriyah. Editor Mohammad Nurfatoni.
PWMU.CO – Ada permainan puzzle Hollow Square di tengah pelatihan Development Leadership Program yang digelar Majelis Dikdasmen Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) GKB Gresik dengan menggandeng Aksi Training and Coaching di Royal Trawas Hotel and Cottage.
Permainan puzzle mengasah keterampilan pemecahan masalah secara cepat ini berlangsung usai Bang Ojik–sapaan akrab Coach Fitriyan Rozi–memaparkan materi Agile Leadership, Jumat (3/2/2023) sore. Awalnya, Ojik membagi 42 peserta yang sudah duduk di dalam enam kelompok ke dalam lima kelompok baru.
Setiap kelompok mendapat sebuah kotak berisi sembilan keping puzzle. “Di depan Bapak Ibu itu adalah sebuah organisasi Sekolah Muhammadiyah dalam kondisi saat ini. Karena situasi berubah, zaman, teknologi, tim kita berubah; maka kita harus berubah. Bapak Ibu harus menjadi leader yang agile!” terangnya.
Ojik melanjutkan, “Akibat perubahan itu, di kelompok satu ada salah satu timnya yang lebih dulu dipanggil oleh Yang Maha Kuasa. Oke, saya ambil satu di Sekolah Muhammadiyah 1.” Dia mengambil satu keping puzzle kecil berbentuk persegi yang ada di tengah kotak.
Di Sekolah Muhammadiyah 2 juga sama. “Karena perubahan, ada yang dimutasi,” imbuhnya lalu mengambil keping yang sama di kelompok 2. Hal ini juga berlaku di kelompok lainnya.
Setelah Ojik mengambil keping persegi kecil itu di masing-masing kelompok, setiap kelompok mendapat tantangan menyatukan sisa kepingan yang ada sehingga utuh kembali. “Sekolah Bapak Ibu tadinya dalam bentuk bujur sangkar. Saat ini karena terjadi perubahan, bentuknya tidak lagi utuh. Tugas Bapak Ibu sebagai leader, pastikan anggota organisasi di Sekolah Muhammadiyah 1, 2, 3, 4, dan 5 kembali utuh!” tuturnya.

Aturan Main
Permainan semakin menantang di saat Ojik memberi aturan main. Setiap kelompok ada satu pimpinan sekolah, satu komunikasi, dan satu eksekutor. Sisanya, anggota organisasi, hanya boleh berkomunikasi dengan komunikator. “Hanya komunikator yang boleh menyampaikan kepada eksekutor! Leader mengendalikan secara keseluruhan,” tegasnya.
Untuk menjamin sportivitas permainan, ada seorang fasilitas dari Tim Aksi yang mendampingi masing-masing kelompok. Mereka mencatat poin pengurangan jika ada kekurangan. Alhasil, usai 15 menit berlalu, tak satu kelompok pun yang berhasil menyatukan kembali kepingan itu membentuk bujur sangkar utuh.
Ojik pun memanggil masing-masing pimpinan untuk mendengar satu kunci permainan darinya. “Ada dua keping yang terbesar. Keping itu bersatu,” ungkapnya.
Setelah 5 menit mengotak-atik puzzle itu, kelompok satu yang dipimpin Mochammad Nor Qomari SSi berhasil menyatukannya. Di kelompok itu, ada Luthfi Arif MPd yang berperan sebagai komunikator dan Edy Kurniawan SPd sebagai eksekutornya. Adapun anggotanya terdiri dari Akhsin SPd, Fauzuddin Ahmad SPd, Fitri Andriyani MPd, Noviani N SPd, Haifa Marta SPd dan Sayyidah Nuriyah SPsi.
Teriakan riang langsung menggema di Windows Kencana Hall sore itu. Fasilitator Fransisco langsung mencatat poin mereka. Setelahnya, Ojik meminta mereka melanjutkan menyamakan warnanya. “Itu masih ada yang berwarna hitam. Sisi yang berwarna menghadap ke atas semua,” imbaunya.
Kali ini, tak sampai 5 menit, mereka sudah berhasil mengotak-atik puzzle itu. Belum puas, mereka lanjut inisiatif mengubah seluruh kepingnya menjadi warna hitam yang menghadap ke atas. Kelompok 5 pun menyusul dalam waktu relatif sama. Kemudian diikuti kelompok 3, 2 dan 4.
Insight Permainan
Setelah berlangsung sekitar 30 menit, semua peserta kembali duduk bersama kelompok awalnya. Ojik pun menanyakan, “Apa insight dari permainan ini?”
Jawaban pertama datang dari Siswanto SPdI. Dia awalnya menceritakan, arah keping di kelompoknya begitu-begitu saja. “Tidak menemukan sesuatu baru. Takut dengan sesuatu yang baru akhirnya tidak bisa menemukan yang lebih baik,” ungkapnya.
Alhasil, Ojik menyimpulkan hal penting dari jawaban Siswanto. “Salah satu kuncinya adalah keluar dari zona nyaman. Thinking out of the box! Kalau kita tidak bisa keluar zona nyaman, kita akan sekadar membenarkan yang biasa, bukan biasa membenarkan. Dalam bekerja, ini lumrah terjadi. Sedangkan kita sebagai leader harus membiasakan untuk benar!” tegasnya.
Jawaban selanjutnya datang dari Rusdiah Arifiani SPd. “Sebagai pemimpin harus bisa menyampaikan dengan gamblang dan kita sebagai tim harus percaya dengan tim kita,” ujar Rusdiah, sapaan akrabnya.
Ojik membenarkan, “Kita sebagai pemimpun harus clear dalam menyampaikan informasi. Kita sebagai anggota tim harus percaya kepada leader!”
Kemudian Mochammad Nor Qomari SSi ikut menyumbang gagasannya. “Sebagai leader harapannya bisa membuat semua anggota tim yang ada di situ ikut berproses sehingga bisa menyusun bujur sangkar utuh lagi,” ungkapnya.
Itu membuat Ojik menyimpulkan, “Diperlukan semuanya saling supoort, semuanya produktif. Walau ada aturan, peserta harus bicara dengan komunikator, komunikator menyampaikan ke eksekutor, dan leader harus membuat suasana inklusif!”

Pemimpin Agile
Berikutnya giliran Hudzaifatur Rahman SThI menyampaikan insight. “Pecahan paling besar bersatu erat. Pemimpin harus bersatu. Yakin menjadikan lembaga itu lebih maju!” ujarnya.
Ojik menambahkan, “Kalau kita punya organisasi, pasti ada bagian yang sudah established dan penting. Kalau bagian penting dengan mudahnya ditiadakan, justru organisasi semakin tidak utuh. Yang besar tidak boleh digeser, tetap harus fit. Karena kalau berubah, akan mengubah suasana.”
Insight Ika Famila Sari MPsi Psi pun melengkapi jawaban sebelumnya. “Semua anggota tim harus merapat sehingga bisa menutupi kekurangan yang ada,” terangnya.
Ojik pun menekankan, “Leader yang agile harus melihat potensi. Tidak boleh meremehkan potensi sekecil apapun. Sekecil apapun potensi, kalau dibuat lingkungan yang inklusif, dia akan punya peran besar.”
Terakhir, insight datang dari Yugo Triawanto MPd. “Kita harus percaya pada pemimpin. Tapi kita harus cari yang baru. Biar fresh!” ucapnya.
Jawaban ini mengundang Ojik berkomentar, “Somehow, sesuatu kalau sudah terlalu lama membuat dia tidak agile lagi. Kita biasa melakukan berulang, gitu terus, gitu lagi. Maka kita pikir itu nggak mungkin diubah. Padahal sebenarnya yang nggak mungkin diubah itu mungkin. Supaya bisa refresh!”
Itulah enam insight yang muncul dari para peserta pelatihan. Peserta berasal dari empat sekolah di bawah naungan PCM GKB, yakni SD Muhammadiyah 1 GKB (SD Mugeb), SD Muhammadiyah 2 GKB (Berlian School), SMP Muhammadiyah 12 GKB (Spemdalas), dan SMA Muhammadiyah 10 GKB (Smamio). Ada pula perwakilan sinergi literasi, Pusat Layanan Psikologi dan Konseling (PLPK) Smamio, Mugeb Islamic Center, dan Pusat Bahasa Spemdalas. (*)