PWMU.CO – Imam Besar Masjid New York, Shamsi Ali, membuat tulisan khusus tentang Anies Baswedan, salah satu calon Gubernur DKI Jakarta. Menurut Shamsi, ada 7 kualitas krusial yang dimiliki Anies, sehingga dia layak memimpin Jakarta. Berikut tulisan lengkap Shamsi yang dikirim ke pwmu.co–media resmi Muhammadiyah Jatim. Selamat membaca! Redaksi.
Anies Baswedan yang Saya Kenal
Oleh Imam Shamsi Ali *)
Sesungguhnya saya mulai mengenal Anies Baswedan sejak lama. Waktu itu saya sebagai mahasiswa di Universitas Islam Internasional di Islamabad, Pakistan kerap kali membaca tulisan-tulisan yang berbobot, bermutu, dalam, dan luas dalam analisa. Penulisnya adalah seorang aktivis mahasiswa UGM bernama Anies Baswedan. Sejak itu nama itu melekat di kepala, bahkan lambat lain menjadi idola tersendiri karena sejak itu pula saya termotivasi belajar menulis.
Lambat tapi pasti pengenalan jarak jauh itu menumbuhkan simpati, bahkan cenderung mengambil beliau sebagai salah seorang panutan dalam banyak hal. Tentu kelihaian dalam menuangkan pikiran lewat tulisan, kepintaran dan keluwesan dalam berpikir serta ketajaman analisa di antaranya. Tapi juga keliahaian dan keahlian beliau dalam kepemimpinan. Sejak mahasiswa beliau dikenal sebagai aktifis dan ketua senat mahasiswa UGM.
(Baca: Tanpa Kurangi Sikap Toleransi, Imam Besar Masjid New York Shamsi Ali Doakan Anies Jadi Gubernur DKI)
Kepemimpinan Anies Baswedan tidak saja ketika menjadi mahasiswa UGM Jogja. Bahkan sejak SMA telah menjadi aktifvs dan sempat terpilih menjadi ketua OSIS se-Indonesia. Belakangan Anies adalah salah seorang yang kembali menghidupkan senat mahasiswa setelah dihapuskan oleh Kementerian Pendidikan RI saat itu.
Tapi barangkali kedekatan itu baru terjalin di saat beliau menempuh studi di Amerika Serikat. Dalam kapasitas beliau sebagai mahasiswa sekaligus ahli politik menjadikan beliau kerap kali diundang oleh berbagai pihak, termasuk masyarakat Indonesia di Amerika Serikat. Tentu dalan kapasitas saya sebagai imam yang juga sering berkeliling ke berbagai kota di AS menjadikan kami beberapa kali bertemu, khususnya di saat beliau menempuh S2 di Universitas Maryland. Belakangan beliau melanjutnya studi S3 di Northern Illinois University.
Dari beberapa kali pertemuan itu baik di acara formal seminar, dialog, konferensi, atau pengajian-pengajian lokal saya menemukan sosok yang mungkin dalam bahasa orang Amerika “cool, yet down to earth” (sangat menarik, tapi sekaligus sangat rendah hati).
(Baca juga: Tolak Kebijakan Diskriminatif Muslim, Aktor Hollywood-Walikota New York Ikuti Aksi “Saya pun Muslim”)
Saya tiba di Amerika di penghujung 1996. Sementara Anies Baswedan tiba di Amerika untuk memulai studi di tahun 1997. Sejak itu hingga tahun 2005 kami beberapa kali berinteraksi. Terus terang samakin dekat hubungan kami juga semakin banyak hal yang membanggakan, sekaligus saya pribadi ambil sebagai bekal dalam melanjutkan langkah-langkah perjuangan untuk perjuangan dalam membangun kebaikan umum di Amerika Serikat.
Setelah menjadi Menteri Pendidikan juga sempat bertemu dengan beliau beberapa kali, baik di Amerika maupun di Indonesia. Beberapa waktu lalu di saat beliau melakukan perjalanan dinas ke kota New York beliau menyempatkan diri bersilaturrahim dengan saya di Upik Jaya, restoran Padang milik warga Indonesia.
Terakhir kali kami ketemu di saat saya memenuhi undangan Walikota Banda Aceh untuk melakukan safari dakwah selama dua hari. Tanpa sengaja beliau juga berada di bandara di saat saya mendarat. Pertemuan itu menjadi biasa-biasa saja sebagai teman. Tidak terasa sebagai pertemuan saya sebagai rakyat biasa dan Anies sebagai menteri.
(Baca juga: Survey Terbaru LSI Denny JA: Non-Muslim Kompak Dukung Ahok. Dahnil: Semoga Jadi Contoh Umat Islam)
Kepintaran, kedalaman analisa yang didukung oleh keluawasan wawasan, serta visi yang jelas menjadikan beliau sukses dalam segala tingkatan karirnya. Sekembali dari Amerika beliau terpilih menjadi Rektor Universitas Paramadina di Jakarta.
Pada saat bersamaan beliau mendirikan sebuah pergerakan nasional untuk memajukan pendidikan Indonesia. Beliau mendirikan gerakan Indonesia Mengajar yang menjadi gerakan dahsyat nasional di seluruh Indonesia.
Belakangan beliau yang sesungguhnya terlepas dari intrik-intrik kepentingan, walau tentunya ada orang lain atau pihak lain yang berkepentingan, termasuk partai politik tertentu, pada akhirnya ikut menjadi tim pemenangan Presiden Jokowi saat itu.
(Baca juga: Harapan Itu Selalu Ada: Optimisme Imam Besar Masjid New York tentang Kondisi Terkini Indonesia dan Amerika Serikat)
Dukungan yang beliau berikan saat itu tentu didasarjan pada ijtihad politik pada masanya. Sebagai seorang idealis, beliau melihat jika Jokowi saat itu adalah simbolisasi perubahan Indonesia. Kesederhanaan, keperpihakan ke rakyat kecil dengan janji-janji pemerataan kemakmuran bagi semua menjadi salah satu dasar pilihan ketika itu. Jokowi pun terpilih dan Anies diangkat menjadi Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah RI.
Kedudukan beliau sebagai menteri berjalan setengah karena keadaan politik yang berubah pesat. Sementara Anies Baswedan sendiri tidak memiliki “back up” politik yang mendukungnya. Suasana itulah yang menjadikan beliau digantikan di kementerian pendidikan RI.
Setelah diberhentikan dari posisinya sebagai menteri, Anies kembali hidup sebagai rakyat biasa. Kerap kali mengantar anaknya ke sekolah dengan mengayuh sepeda. Posisi rupanya hanyalah “amanah” yang bertengger sejenak di atas pundak manusia. Sebagaimana hidup secara totalitas, posisi atau atau jabatan adalah “amanah” dan bersifat “sesaat”. Oleh karenanya Anies tidak merasa kehilangan dan harus sedih dengan pemberhentian itu. Dia hanya merasa kehilangan kesempatan beramal di bidang itu. Baca sambungan di halaman 2: Calon Gubernur DKI Jakarta …
Discussion about this post