Ancaman Rasulullah bagi yang Suka Share Hadits sebelum Diteliti, Oleh Ustadz Muhammad Hidayatulloh, Pengasuh Kajian Tafsir al-Quran Yayasan Ma’had Islami (Yamais), Masjid al-Huda Berbek, Waru, Sidoarjo.
PWMU.CO – Kajian ini berdasarkan hadits sebagai berikut:
عَن عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ عَنْ أَبِيهِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنْ النَّارِ
Dari Abdullah bin Mas’ud dari Bapaknya ia berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa berdusta atas namaku dengan sengaja, maka hendaklah ia menyiapkan tempat duduknya di neraka.” (HR Ibnu Majah)
Ancaman Serius
Rasulullah memberikan ancaman serius terhadap orang-orang yang menyampaikan kalimat yang tidak termasuk hadits dari Rasulullah tetapi dikatakan sebagai hadits. Tentu termasuk di dalamnya adalah mereka yang menolak hadits yang sebenarnya memang hadits dari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Ancamannya ini demikian serius sehingga Rasulullah menyampaikan bahwa tempat duduknya di neraka.
Untuk itu mengetahui derajat hadits dalam hal ini sangatlah penting dan sangat urgen bagi umat ini, agar tidak terjebak turut menyebarkan hadits yang tidak jelas derajatnya, apakah shahih, dhaif, atau bahkan maudlhuatau palsu. Terutama di jaman medsos ini, begitu mudahnya orang yang ikut mem-forward satu tema yang di dalamnya sebenarnya ada hadits palsu.
Rasulullah memberikan ancaman demikian agar tidak begitu mudahnya bagi setiap orang dapat menyatakan bahwa ini sabda Rasulullah—siapapun ia tanpa kecuali: ustadz, kyiai, syech, atau habaib—tanpa ia sendiri mengetahui dari mana sumber hadits tersebut. Maka para ulama membuat kriteria yang sangat ketat dalam persoalan hadits ini, dimulai dari meneliti sanad dan matan hadits tersebut, dan dari rangkaian sanad itu kemudian pula diteliti apakah ia terpercaya atau tidak dan seterusnya.
Para sahabat juga sangat berhati-hati dalam rangka menyampaikan hadits ini, sebagaimana tergambar dalam riwayat Ibnu Majah berikut ini.
عَنْ عَامِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الزُّبَيْرِ عَنْ أَبِيهِ قَالَ قُلْتُ لِلزُّبَيْرِ بْنِ الْعَوَّامِ مَا لِيَ لَا أَسْمَعُكَ تُحَدِّثُ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَمَا أَسْمَعُ ابْنَ مَسْعُودٍ وَفُلَانًا وَفُلَانًا قَالَ أَمَا إِنِّي لَمْ أُفَارِقْهُ مُنْذُ أَسْلَمْتُ وَلَكِنِّي سَمِعْتُ مِنْهُ كَلِمَةً يَقُولُ مَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنْ النَّارِ
Dari Amir bin Abdullah bin Zubair dari Bapaknya ia berkata; Aku berkata kepada Zubair bin Awwam; “Kenapa aku tidak mendengarmu menceritakan hadits dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, sebagaimana aku pernah mendengarnya dari Ibnu Mas’ud, Fulan dan Fulan?” ia menjawab; “Sesungguhnya aku tidak pernah berpisah dengan Rasulullah semenjak aku memeluk Islam, akan tetapi aku telah mendengar satu kalimat yang beliau ucapkan: ” Barangsiapa berdusta atas namaku dengan sengaja, maka hendaklah ia menyiapkan tempat duduknya di neraka.” (HR Ibnu Majah)
Ulama Ahli Hadits
Di antara para ulama ada yang dalam kehidupannya mendedikasikan hidupnya untuk meneliti hadits dan mereka lakukan itu dengan sangat hati-hati, karena mereka tidak mau terjebak sebagaimana hadits di atas tentang ancaman Rasulullah. Di antaranya: Imam Abu Hanifah An-Nu’man bin Tsabit. Dia dilahirkan pada tahun 80 H di Kufah, dan wafat pada tanggal 150 H.
Imam Maliki bin Anas Al ashbahy, dilahirkan di Madinah pada tahun 93 H dan wafat pada tahun 179 H. Imam Muhammad bin Idris As-Syafi’i Al-Quraisyi dilahirkan di Ghuzzah tahun 150 H dan wafat di Mesir tahun 204 H. Imam Ahmad bin Hanbal As-Syaebani, dia dilahirkan di Baghdad tahun 164 H dan wafat pada tahun 248 H. Rahimahumullah.
Dari keempat nama di atas yang kemudian di atas yang kemudian dikenal dengan 4 Imam Madzhab yaitu Madzhab Imam Hanafi, Imam Malik, Imam Asy-Syafii dan Imam Hambali. Di antara mereka ada yang menjadi murid antara satu dengan lainnya serta tidak menutup kemungkinan terjadi perbedaan pendapat, dan hal itu juga berdasarkan pemikiran yang ilmiah bukan sekadar berbeda tanpa landasan. Dengan demikian perbedaan pendapat itu merupakan ranah yang wajar asal tetap dalam kategori ilmiyyah diniyyah.
Seterusnya para ulama yang mendedikasikan diri dalam hadits adalah yang dikenal dengan penulis kitab yang 6 yakni Kutubussittah yaitu Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Turmudzi, Imam Nasai, Imam Ibnu Majah, dan Imam Abu Dawud. Semua memiliki kehati-hatian untuk memasukkan dalam kitab shahih-nya atau musnad-nya. Demikian para ulama lainya yang melakukan hal serupa, termasuk yang ulama mutaakhkhirin yaitu Syech Nasiruddin al-Albany.
Jadi apa yang mereka lakukan adalah secara ilmiah sesuai dengan kaidah ilmu musthalahul hadits, sehingga tidak perlu kemudian ada upaya saling menghujat atau merendahkan antara satu dengan lainnya karena hal itu menunjukkan ketidakilmiahannya dalam berpikir dan berdakwah. Kalau hendak menyanggah maka sanggah dengan ilmiah sebagaimana ulama terdahulu, sehingga umat semakin dicerdaskan dengan keilmuan para ulama yang ilmiah.
Berdusta atas Nama Rasululllah
Berdusta atas nama Rasulullah tentu tidak dapat disamakan dengan berdusta atas nama selain beliau. Berdusta atas nama Rasulullah memiliki dampak yang sangat serius, karena semua persoalan atas nama beliau berefek kepada kebenaran syariah dan berdusta atas nama beliau dapat merusak syariah ini.
Rasulullah dengan apa yang beliau sabdakan (qaul), apa yang beliau lakukan (fi’l) atau apa yang beliau biarkan ketika melihat sahabat beliau melakukan aktivitas tertentu (taqrir) dan bahkan memberikan penjelasan pembenaran terhadap perilaku sahabat beliau (itsbat) merupakan sumber hukum dalam syariah ini.
Itulah di antara hikmah Allah menunjuk para nabi dan rasul sebagai utusan-Nya di antara manusia. Para nabi mendapatkan wahyu tetapi tidak untuk disampaikan kepada umat, sedangkan para Rasullah yang di utus dan diberikan tugas menyampaikan risalah kerasulannya. Maka kemudian jika termasuk bukan nabi bahkan rasul, berhakkah menyampaikan sesuatu atas nama kebenaran? Tokoh sekaliber apapun di mata manusia jika tidak sesuai dengan kriteria kebenaran berdasar al-Quran dan as-Sunnah dapat dipastikan bukanlah kebenaran.
Oleh karena itu berhati-hatilah dalam mem-forward dengan mengatasnamakan Rasulullah, karena hal itu mendapat ancaman serius dan bahkan bisa menjadi amal jariah tapi yang sayyiah, bukan yang hasanah. Bukan malah pahala yang didapatkan, yang terus mengalir, akan tetapi sebaliknya dosa yang terus mengalir. Wallahu a’lam bishshwab! (*)
Ancaman Rasulullah bagi yang Suka Share Hadits sebelum Diteliti adalah versi online Buletin Jumat Hanif Edisi 11 Tahun XXVII, 10 Maret 2023