PWMU.CO – Bagi wisatawan yang berkunjung ke Kota Xian, Provinsi Shaanxi, Tiongkok, tak lengkap rasanya jika tidak mengunjungi Moslem Street. Sejak sore, jalan itu ditutup untuk kendaraan. Dan para pejalan kaki yang hendak berbelanja, makan, atau sekadar cuci mata memenuhi jalan itu.
Memang, di sepanjang jalan, berbagai dagangan digelar. Mulai dari aneka makanan khas Timur Tengah seperti sate dan kikil kambing, atau roti Maryam, hingga produk khas Xian seperti minuman juz buah delima. Semua makanan dan minuman yang dijual adalah halal. Ciri lainnya: mayoritas pedagang berpakaian khas Muslim: berpeci putih bagi pria dan kerudung bagi wanita.
(Baca: Kota Linxia: Mekah Kecil di Negeri Komunis dan Tanpa Babi di Nui Jie, Jalan Sapi Beijing)
Bagi anggota rombongan ormas Islam Jatim yang berkunjung ke sejumlah destinasi di Tiongkok, Moslem Street mengingatkan pada kawasan Ampel Surabaya. “Ini kalau di Indonesia, adalah Jalan KH Mas Mansur di Surabaya,” kata Liem Oujen, pengurus Paguyuban Masyarakat Tionghoa Surabaya yang mendampingi rombongan MUI, Muhammadiyah, dan NU Jatim, serta Masjid Cheng Hoo Surabaya dalam muhibah ke Tiongkok (6-15/4).
“Hanya, di sini tidak ada Rumah Sakit Muhammadiyah,” seloroh Nadjib Hamid menimpali Liem Oujen. Di Jalan KH Mas Mansur Surabaya yang dikenal sebagai Kawasan Ampel memang terdapat RS Muhammadiyah. Rabu (13/4) sore hingga malam, rombongan menghabiskan waktu untuk makan dan berbelanja di kawasan itu.
(Baca juga: Ketika Ada Dua Arah Kiblat Shalat di Bandara Internasional Beijing dan Bila Para Lansia Mencari Jodoh Seiman di Masjid Madian Beijing)
Di samping karena kental nuansa Muslimnya, di kawasan itu terkenal dengan harga murah, termasuk untuk barang-barang souvenir dan oleh-oleh. Moslem Street dan sekitarnya adalah kawasan yang mayoritas dihuni Muslim Xian. Jumlah umat Islam adalah sekitar 80 ribu, atau 10 persen dari 8 juta penduduk Xian.
(Baca juga: Fenomena Beijing: Stadion pun Mampu Memikat Wisatawan dan Membayangkan Telaga Sarangan seperti Yi He Yuan di Tiongkok)
Hebatnya, meski orang-orang tumplek blek di jalan itu, tetapi kebersihan jalan tetap terjaga. Tidak ada sampah yang berserakan. Sebab, petugas kebersihan selalu bergerak menyapu jalanan, tanpa menunggu kerumunan massa bubar. Di samping itu, dalam setiap jarak 10 meter, ada tong besar yang siap menampung sampah yang dibuang para pengunjung.
“Ini yang membedakan dengan Jalan KH Mas Mansur Surabaya,” tambah Nadjib, kali ini dengan nada serius. Wakil Ketua PWM Jatim itu mengatakan, budaya bersih ini yang perlu ditiru oleh bangsa Indonesia. Dari beberapa tempat wisata yang dikunjungi rombongan, semuanya bersih dan tertib. Bukan hanya itu, jalan-jalan di kota juga terlihat bersih dan rapi, dengan trotoar yang sangat lebar untuk mengakomodasi para pejalan kaki. (Nurfatoni)