Jamaah Idul Fitri GKB Convex Diajak Jadi Selebritas Langit; Liputan Kontributor PWMU.CO Gresik Sayyidah Nuriyah. Editor Mohammad Nurfatoni.
PWMU.CO – Anggota Majelis Tabligh Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Dr H Okrisal Eka Putra Lc MAg dari Yogyakarta hadir di tengah ribuan jamaah Shalat Idul Fitri 1 Syawal 1444 di GKB Convex, Gresik, Jawa Timur, Jumat (21/4/2023).
Panitia shalat Idul Fitri dari Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) Gresik Kota Baru (GKB) menghadirkan Ustad Okrisal sebagai khatib.
Ustadz Okrisal di awal khutbahnya mengajak jamaah bersyukur dan merenungkan, sudah satu bulan Allah menempa dan melatih mereka berpuasa dalam bulan suci yang mulia: Ramadhan. Dari tempaan dan latihan itulah menurutnya manusia bisa mengerti konsekuensi dari berniat puasa.
Orang-orang yang biasanya melakukan hal-hal yang kurang diperkenankan, pada Ramadhan kemarin nyatanya bisa melaksanakan puasa. “Sebagai contoh, kita yang masih merokok, kalau di hari-hari biasa tidak merokok setengah jam (merasa) pusing, (bagaikan) dunia tanpa warna. Tapi ketika Ramadhan dan kita berniat puasa, kita kuat tidak merokok selama 12 jam. Subhanallah!” ujarnya.
Dari contoh ini Ustadz Okrisal menarik kesimpulan, keinginan berhenti merokok tergantung niatnya. “Sudah niat dalam hati naik ke kepala. Sampai di kepala, kepala menginformasikan ke seluruh tubuh, kuat kita tidak merokok!” terang peraih gelar License (Lc) bidang Syariah Islamiah dari Universitas Al Azhar Kairo, Mesir, itu.
Kemudian, dia menyampaikan, dari berpuasa manusia bisa belajar bagaimana menahan dari sesuatu yang halal supaya yang haram pun tidak didekati. Ustadz Okrisal mencontohkan, “Kita punya sahur di rumah itu halal kita makan tapi kita tahan supaya yang haram tidak kita dekati.”
Begitu pula dengan istri yang halal, selama berpuasa juga suami menahan untuk mendekatinya. “Orang kalau mengerti makna puasa tidak akan berani menentang perintah Allah karena yang halal sudah bisa ditahan, apalagi yang haram, lebih bisa ditahan lagi!” ujar lulusan IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu.
Ikhlas, Jadi Selebritas Langit
Ustad Okrisal menegaskan, puasa juga mengajarkan kepada Muslimin tentang keikhlasan tertinggi. Sebab puasa itu hanya diri sendiri dan Allah yang tahu sementara kalau ibadah lainnya bisa diketahui orang lain. “Shalat, oh orang itu sering ke masjid. Membayar zakat, amil mengetahuinya. Haji, dijemput 7 RT RW. Tapi kalau puasa? Yang tahu kita berpuasa dari Subuh sampai Maghrib hanya Allah dan kita!” tegas Ustadz Okrisal.
“Apa yang diajarkan puasa? Setelah Ramadhan nanti, apapun ibadah dan amal shalih kita, cukup hanya Allah yang tahu. Minimal, nggak usah kita laporkan di media sosial!” ajaknya.
Dia lantas mengajak jamaah merenung, untuk apa menulis di media sosial sudah mengaji satu juz pada hari itu. Contoh lainnya, “Kita umrah suami istri, tergoda foto di Ka’bah. Alhamdulillah, tapi dimasukkan ke media sosial. Lalu diberi caption: Ya Allah terimalah umrah kami. Ngapain? Ngasih tahu ke orang kalau lagi umrah?”
Itulah konteks puasa yang dia tekankan. “Bagaimana kita menyembunyikan amal shalih kita. Mendingan kita menjadi ‘selebritas langit’ daripada kita menjadi selebriti dunia!” imbuh Lulusan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta itu.
Sebabnya, jadi selebriti dunia itu repot. Harus mengikuti orang lain. Tapi kalau menjadi selebriti langit, lanjutnya, hidup menjadi indah.
Kepada ribuan jamaah yang hadir, Ustadz Okrisal mengungkap alasan lain mengapa Allah menyuruh mereka puasa. Yaitu agar tahu rasanya lapar. “Kalau ingin tahu rasanya lapar, jangan baca di Google. Langsung (puasa)!”
Dari sini Ustadz Okrisal mengambil pelajaran untuk para pemimpin di level mana pun. Baik rektor, ketua, sampai gubernur. “Bergaullah dengan orang-orang di bawah kita. Kalau pemerintah ingin tahu nasib guru honorer, hiduplah dengan mereka,” imbaunya.
Dia menekankan, merakyat itu bukan di gaya tapi di kebijakan. “Sukarno dan Pak Harto gayanya luar biasa tapi kebijakannya merakyat. Bukan kita turun ke mana-mana tapi harga tetap melambung tinggi,” imbuhnya. (*)