Dua Amalan Jelang Tidur Jadikan Sahabat Ini Calon Penghuni Surga; Liputan Kontributor PWMU.CO Gresik Sayyidah Nuriyah. Editor Mohammad Nurfatoni.
PWMU.CO – Anggota Majelis Tabligh Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Dr H Okrisal Eka Putra Lc MAg menyampaikan ciri orang bertakwa kepada ribuan jamaah Shalat Idul Fitri di GKB Convex, Gresik, Jawa Timur, Jumat (21/4/2023). Ini sebagaimana firman Allah SWT dalam Ali Imran 133-135.
Ayat 133 berbunyi, “Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa.”
Mendengar ayat itu, kata Ustadz Okrisal, orang Yahudi bertanya, “Ya Muhammad, kalau surga seluas langit dan bumi, neraka di mana?”
Rasulullah SAW lantas menjawabnya dengan pertanyaan, “Wahai Yahudi, kalau malam, siang ke mana? Kalau siang, malam ke mana?”
Kemudian ayat selanjutnya menjelaskan ciri orang bertakwa, “(yaitu) orang yang berinfak, baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain. Dan Allah mencintai orang yang berbuat kebaikan.”
Ustadz Okrisal menyadari, rasanya ringan untuk menyumbang ke masjid ketika mendapat tambahan harta. “Tapi kalau lagi susah? Istri sakit, motor hilang, wah luar biasa itu penderitaan! Masih ringan berinfak kepada Allah?” ucapnya.
Alhasil, lulusan IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu menegaskan, yang perlu dipelajari adalah tetap berinfak ketika sedang dalam keadaan susah.
Di ayat yang sama, 134, ciri lain orang yang bertakwa disebutkan mampu menahan amarah. “Kaadzimin itu menyembunyikan emosi marah. Kita marah tapi orang lain tidak tahu kalau kita lagi marah. Kita susah tapi orang kira kita berkecukupan,” terangnya.
Sebulan selama Ramadhan kemarin, lanjutnya, kita telah dilatih menahan marah kepada sesama manusia. “Satu bulan kita dilatih menghilangkan kepayahan dan kesakitan kita,” imbuhnya.
Dua Amalan sebelum Tidur
Ciri ketiga, memaafkan. Inilah salah satu syarat masuk surga. Ustadz Okrisal menyampaikan ketika Rasulullah SAW berkata ke para sahabatnya, “Wahai sahabatku, kalian pengin tahu nggak calon penghuni surga?”
Sahabat kompak menjawab ingin. Rasulullah pun mengungkap, “Nanti ada orang yang masuk dan duduk di tempat itu.”
Hari pertama, duduk orang tua yang tidak menunjukkan kelebihan apa-apa. “Oh orang ini pasti salah duduk,” batin sahabat.
Hari kedua dan ketiga masih duduk orang tua yang sama. Akhirnya, sahabat Salman Al Farisi atau Abdullah bertanya, “Pak, bolehkah saya menginap di rumah Bapak?” Tujuannya mengetahui amalan khusus apa yang dia lakukan sehingga dia menjadi calon penghuni surga. Orang tua itu mengizinkan.
Selama hari pertama sampai ketiga menginap di sana, Abdullah tidak menemukan amalan khusus yang lelaki itu lakukan. Akhirnya Abdullah mengakui, “Wahai Bapak, saya ke sini ada dua alasan. Pertama, ingin memberitahukan Bapak calon penghuni surga. Kedua, ingin menanyakan apa amalan Bapak yang berbeda dengan kami?”
Si bapak menyampaikan, “Anda sudah melihat sendiri. Dzikir saya begitu, shalat saya begitu.”
Setelah berpikir lebih lanjut, dia menyampaikan selalu melakukan dua hal di setiap malam sebelum berbaring ke tempat tidur. “Saya memaafkan kesalahan orang sebelum dia sempat meminta maaf kepada saya. Kedua, saya menghilangkan dendam di hati saya,” ungkapnya.
Saat Ada Kesempatan Balas Dendam
Ustadz Okrisal menyatakan, dendam termasuk penyakit hati. “Kalau kita masih memelihara dendam, kita akan sampai pada penyakit SOS, yaitu Senang melihat Orang Susah dan Susah melihat
Orang Senang,” terang lulusan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta itu
Adapun bagi orang-orang yang bertakwa, sambung Ustad Okrisal, ketika kesempatan balas dendam datang maka ia maafkan orang-orang yang pernah menzaliminya. Begitupula ketika kita bisa melampiaskan dendam di hati, kita malah memaafkan.
“Jangan sampai satu dosa kecil nanti menghalangi kita bertemu Allah. Pada hari itu tidak bermanfaat harta dan anak kecuali hati yang bening!” imbuhnya.
Nabi Muhammad SAW kurang apa disakiti di Mekkah? Ustadz Okrisa mengisahkan, “(Nabi) Sampai diusir! Delapan tahun kemudian datang 12 ribu pasukan. “Apa kata orang Mekkah? Ini hari pembantaian! Muhammad akan membantai kita satu per satu.”
Kata Rasulullah, “Tidak, ini hari kasih sayang. Pergilah kalian. Kalau masih bertahan dengan agama kalian, jangan ganggu kami. Kalau kalian Muslim, kalian menjadi bagian kami.”
Kejadian itu menunjukkan bagaimana Rasulullah memaafkan kesalahan orang-orang yang sudah menzaliminya dahulu. Akhirnya dia mengajak, “Mari kita berbahagia, maafkan kesalahan saudara kita, menjadi insan muttaqin.” (*)