PWMU.CO – Tidak semua orang memiliki suratan nasib unik seperti Haedar Nashir dan Siti Noodjannah Djohantini. Bukan saja ditakdirkan sebagai suami-istri, dua tokoh ini juga menerima takdir yang lain: sama-sama menjadi ketua umum organisasi besar di Indonesia. Uniknya, amanah itu diterima keduanya dalam waktu yang bersamaan. Maka, orang pun berseloroh bahwa Haedar-Noodjannah berhasil ‘mengawinkan’ Muhammadiyah-Aisyiyah.
Haedar Nashir adalah Ketua Umum PP Muhammadiyah periode 2015-2020 dan Siti Noodjannah Djohantini adalah Ketua Umum Aisyiyah periode 2010-2015 dan 2015-2020. Ada satu periode, ketika keduanya sama-sama menakhodahi dua ormas berpengaruh di Indonesia itu. Unik, karena takdir seperti ini, baru terjadi setelah satu abad KHA Dahlan dan Siti Walidah, suami-istri yang juga memimpin Muhammadiyah-Aisyiyah dalam waktu bersamaan.
(Baca: Duet Suami-Istri Pimpin Muhammadiyah-Aisyiyah dan Lagi, Pasangan Suami Istri Pimpin Muhammadiyah dan Aisyiyah: Kali Ini Giliran Cabang Laren)
Ditakdirkan sama-sama dan bersamaan menjadi pimpinan puncak organisasi besar seperti itu, menimbulkan penasaran bagi sebagian warga Persyarikatan. “Bagaimana ya kedua tokoh besar itu dalam menjalani kehidupan rumah tangga sehari-hari?”
Tak ingin terlalu lama penasaran, pwmu.co langsung menanyakan soal itu ketika berkesempatan menemani Noordjannah dalam perjalanan dari Bandara Internasional Juanda menuju Brondong Lamongan untuk meresmikan Klinik Pratama Rawat Inap Aisyiyah, (24/4). Saat itulah dia banyak bercerita, termasuk bagaimana menjalani kehidupan sebagai keluarga.
“Saat di rumah, hidup kami ya seperti orang pada umumnya. Saya juga memasak. Begitu juga Mas Haedar. Beliau itu suka masak juga lho. Dan masakan yang paling disukai anak-anak malah masakan Mas Haedar,” ungkap Noordjannah berterus terang. Dia mengatakan, bahwa masakan yang paling disukai itu Cah Kangkung. “Mas Haedar pandai sekali membuatnya.”
(Baca juga: 3 Pasang Suami-Istri ‘Kompak’ Jadi Pasangan Ketua-Sekretaris-Bendahara Muhammadiyah dan Aisyiyah)
“Sedangkan saya jago memasak tempe,” kata dia sambil menjelaskan bagaimana cara menggoreng tempe yang baik sehingga menghasilkan tempe goreng yang enak dengan warna yang cantik.
Ketika disinggung cara mengatur waktu dengan keluarga, alumni Madrasah Muallimat Muhammadiyah Yogyakarta ini mengatakan, “Ya gak perlu diatur, kan selalu bersama keluarga walau sering di tempat yang terpisah karena amanah Persyarikatan. Yang penting, saya dan Mas Haidar, juga anak-anak, saling memberi tahu di mana posisi masing-masing.”
(Baca juga: Aktivis Bersaudara yang Pimpin Muhammadiyah di Jatim dan “Saya Tadi Sempat Menangis….,” Kesan Haedar Nashir Saksikan Gelora Warga Muhammadiyah Hadiri Milad di Bangkalan)
Menurut wanita kelahiran Yogyakarta, 15 Agustus 1958 ini, sekarang ini semua serba mudah karena perkembangan teknologi. “Beda dengan dulu ketika Mas Haedar antar saya ke Bandara masih pakai sepeda motor,” katanya sambil tersenyum.
Noordjannah juga mengaku bahwa di lingkungan kampung ia bergaul seperti biasa. “Saya juga nyapu masjid. Bersih-bersih dengan orang-orang kampung pun sudah biasa,” ujar dosen Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta ini.
(Baca juga: Sudah di Bandara tapi Ketinggalan Pesawat, Begini Perjuangan Rombongan Haedar Nashir-Noordjannah ke Banyuwangi)
Bagi Noordjannah, pengalaman yang paling berkesan selama berdakwah adalah ketika dia harus membatalkan suatu acara di Makassar beberapa tahun silam. “Karena anak saya, yang waktu itu masih TK, menangis terus saat saya bersiap-siap berangkat. Memang sangat berat karena saat itu Pak Amin juga sudah berada di sana,” kenang Noordjannah.
Ah, Pak Haedar dan Bu Noordjannah ternyata melengkapi takdirnya: suami-istri yang sama-sama pinter masak! (Uzlifah)