IPM Mulyorejo Surabaya Nobar Film Buya Hamka, liputan kontributor PWMU.CO Surabaya Deni Muriawan
PWMU.CO – Pimpinan Cabang Ikatan Pelajar Muhammadiyah (PC IPM) Mulyorejo, Surabaya, Jawa Timur nonton bareng (nobar) film Buya Hamka di Plaza Surabaya, Senin (1/5/2023).
Ketua Bidang PIP PC IPM Mulyorejo Anisa Aulia menjelaskan kegiatan ini diikuti oleh seluruh kader IPM se-Cabang Mulyorejo dan beberapa alumni PC IPM Mulyorejo, serta Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) Mulyorejo.
“Dari kisah film Buya Hamka sendiri dapat kita petik hikmah yaitu memperjuangkan ajaran Islam di masa penjajahan Belanda dan Jepang. Buya Hamka juga tidak sendirian untuk menegakkan kebenaran, melainkan banyak orang-orang sekitar yang mendukung perjuangan sampai kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia,” katanya.
Dia menuturkan adapun film Buya Hamka volume pertama mengisahkan periode ketika Buya Hamka menjadi Ketua Muhammadiyah di Makassar dan berhasil memajukan organisasi tersebut.
Kemudian setelah keberhasilan tersebut, Buya Hamka diangkat menjadi Pemimpin Redaksi Pedoman Masyarakat sehingga membuat Buya Hamka dan keluarganya harus pindah ke Medan untuk berjuang di kota lain.
Pasca Buya Hamka diangkat menjadi pemimpin tersebut, membuat medianya harus ditutup karena bertentangan dan dianggap berbahaya oleh penjajah.
Pada volume kedua, film Buya Hamka akan menceritakan usaha perjuangan setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945 oleh Ir Soekarno.
Sementara itu pada volume ketiga, penonton akan mengikuti masa kecil Buya Hamka sampai tumbuh besar di Maninjau, Sumatera Barat.
Film Buya Hamka
Anisa Aulia menjelaskan film ini juga mengisahkan perjuangan dakwah di era penjajahan. Di situ pula Muhammadiyah berperan dalam mencerdaskan, menyadarkan rakyat Indonesia dari hal-hal yang melenceng,” ujarnya.
Harapan bagi kita semua bisa tetap terus memperjuangkan, melanjutkan nilai-nilai yang telah terukir, dengan segala yang kita punya meskipun harus merelakan pengorbanan.
Ketua PC IPM Mulyorejo Deni Muriawan mengaku sangat bangga dengan kader-kader Muhammadiyah dan aktivis organisasi.
“Mereka mampu mendeskripsikan dari nilai-nilai yang terkandung pada film tersebut. Banyak orang suka menonton tapi sedikit pula orang-orang memilih tontonan lainnya.”
Di zaman milenial ini, sambungnya, kita tidak akan tahu tentang kisah 40-100 tahun yang lalu, sehingga dengan diterbitkan film seperti ini sangat membantu bagi pemuda khususnya pelajar Muhammadiyah guna mengetahui kisah dari tokoh agama maupun nasional,” imbuhnya. (*)
Co-Editor Ichwan Arif. Editor Mohammad Nurfatoni.