PWMU.CO – Sekolah Muhammadiyah di Jatim diingatkan soal kondisi keuangannya tidak baik-baik saja. Sebanyak 85 persen sekolah butuh pembinaan tata kelola keuangan.
Demikian disampaikan Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur, Dr dr Sukadiono MM, dalam sambutan rapat reguler Lembaga Pembina dan Pengawas Keuangan (LPPK) PWM Jatim di Kantor PWM Jatim Kertomenanggal Surabaya, Kamis (11/5/2023) siang hingga sore.
“Mungkin hanya 15 persen sekolah yang tata kelola keuangannya sudah bagus, seperti Smamda Surabaya, Smamda Sidoarjo, SMAM 1 Gresik, dan SMAM 10 GKB Gresik. Ada 85 persen lainnya butuh pembinaan secara simultan. Pembinaan itu jelas butuh proses, bisa berupa pelatihan, kursus hingga pendidikan setara D1,” tegas Dokter Suko, panggilan akrabnya.
Karenanya, lanjut dr Suko, perlu digodok bentuk kurikulum semacam pelatihan atau pembinaan bertujuan menciptakan standarisasi tata kelola keuangan sekolah Muhammadiyah. Untuk itu rapat bersama LPPK PWM Jatim sengaja mengundang perwakilan tujuah Perguruan Tinggi Muhammadiyah (PTM) Jawa Timur.
Hadir antara lain Dr Abdul Aziz Alimul Hidayat (Rektor Umla), Nadhirotul Laily (Rektor UM Gresik), Elly Ismiyun (WR II UM Gresik), Endah Hardarwati (WR II UM Surabaya), A Suharti (WR II UM Jember), Subangun (WR II UM Ponorogo), Maheni Ika Sari (Dekan FBS UM Jember), Poppy Febriana (Dekan FBHIS UM Surabaya), Arif Hartono (Kabag Keuangan UM Ponorogo), Ahmad Juanda (Kabag Keuangan UMM) serta Wiwit Haryanto (Umsida Sidoarjo)
Menurut Dokter Suko, meminjam istilah rumah sakit, terkait sekolah mana yang perlu masuk bed (ruang perawatan) ditentukan oleh masing-masing Majelis Dikdasmen. Untuk SMA-SMK dari Dikdasmen PWM, sedangkan SD-SMP dari Dikdasmen PDM.
“Tiap Dikdasmen coba koordinasikan mana-mana sekolah yang perlu didahulukan masuk bed, pada gelombang pertama,” terang Rektor UM Surabaya ini.
Pembinaan tata kelola keuangan bagi para bendahara dan waka keuangan harus dilakukan secara disiplin dan ketat. Jangan mudah meluluskan.
”Pendidikannya harus saklek (zakelijk, Red). Jika tidak lulus, harus remidi. Gagal lagi remidi lagi. Kalo uda tiga kali gagal, ya harus ganti personal yang kompeten,” tegas dr Suko.
Terkait masukan dari perwakilan perguruan tinggi Muhammadiyah (PTM) yang hadir dalam rapat tersebut, ketua PWM Jatim berharap LPPK harus terus mengkaji untuk penyempurnaan kurikulum tata kelola keuangan sekolah.
“Program pendidikan keuangan bagi sekolah harus segera dimulai. Jangan menunggu kurikulum sempurna baru mulai, ya bukan begitu. Mulai saja dulu, barangkali dari bed 1 ke bed 2 akan ada penyempurnaan dan seterusnya,” paparnya.
Sedangkan terkait biaya pendidikan yang telah dipatok LPPK sebesar Rp 850 ribu per orang, Dokter Suko berharap ada subsidi silang dan bantuan dari PDM dan PTM.
“Misal Smamda mampu bayar untuk 10 hingga 15 peserta, silakan. Ada peserta yang difasilitasi PCM atau PDM, bila mungkin ada sekolah yang bener-bener gak mampu, bisa minta bantuan PTM. Kondisi riil sekolah pastinya tiap Dikdasmen yang tahu,” harapnya.
“Pimpinan Pusat berharap PWM Jawa Timur bisa menjadi pioner tata kelola keuangan sekolah. Ini bisa terlaksana jika LPPK mampu bersinergi dengan PTM. Di Jatim suda ada tujuh PTM yang eksis insyaallah mampu membina sekolah-sekolah di teritorialnya,” tutupnya. (*)
Penulis Muhammad Syaifudin Zuhri Editor Sugeng Purwanto