Cerita Abdul Mu’ti soal Resep Awet Muda yang Sulit Ditiru; Liputan Kontributor PWMU.CO Sidoarjo Mahyuddin.
PWMU.CO – Sekretaris Umum (Sekum) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Prof Dr Abdul Mu’ti MEd memberi tausiah dalam Halalbihalal Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jatim, di Auditorium KH Ahmad Dahlan Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida), Ahad (21/5/23).
Di kegiatan bertema Silatul Fikr dan Amal itu, Abdul Mu’ti mengawali tausiahnya dengan ucapan mohon maaf lahir batin kepada seluruh warga Muhammadiyah Jawa Timur. “Izinkan saya secara pribadi dan atas nama keluarga mengucapkan taqabalallahu minna wa minkum, minal aidin wal faizin, mohon maaf lahir dan batin,” ujarnya.
Prof Mu’ti menyampaikan tausiah tentang sinergi dan kolaborasi. “Jadi sinergi dan kolaborasi adalah kunci kita maju, banyak orang bicara tentang networking, dan orang bicara tentang kolaborasi. Dalam istilah lain juga digunakan konsep sinergi yang semuanya menunjukkan adanya sistem dan sebuah gerakan, di mana kita ini tidak bekerja sendiri-sendiri, tetapi bekerja secara bersama-sama,” jelasnya.
Membangun jejaring, map, dan ikatan, kata Abdul Mu’ti, ada dua syarat seperti dalam al-Quran. Pertama, al-Quran mengingatkan kita dengan ungkapan habl, yang sering dimaknai dengan tali. Dia memaknai habl bukan tali tetapi network atau jejaring. “Sehingga ketika membaca al-Quran surat Ali Imran ayat 112, orang-orang akan ditimpakan kehinaan di mana saja, kecuali jika mereka itu berpegang teguh pada tali Allah dan tali manusia,” terangnya.
Kekuatan Jaringan
Menurut Mu’ti, kunci untuk bisa memiliki kelapangan rezeki dan umur yang panjang adalah kekuatan jaringan. Tetapi jaringan itu harus mempunyai ikatan ideologi. Tidak hanya sebuah ikatan yang bersifat material saja. “Tetapi juga harus dibangun dengan ikatan yang bersifat ilahiah atau ikatan yang bersifat akidah, dan berkaitan dengan visi dan pandangan yang bersifat keagamaan,” paparnya.
Ketika mengkaji semua teori tentang bisnis dan gerakan, kata Mu’ti, kata kuncinya pada jaringan. Menurutnya, jaringan itu memang menjadi sesuatu kekuatan membuat kita itu ada di mana-mana dan diterima di mana-mana. Jaringan bisa terbangun kalau kita sering bertemu dengan orang yang bisa ditemui.
“Contohnya, ketika kita diminta duduk bebas. Kalau kita berpikir maju maka dia memilih duduk dengan orang yang belum dikenal sebelumnya. Tetapi kalau milih nyaman, memilih duduk dengan orang yang ia kenal, dia tidak tambah kawan, tidak nambah jaringan,” ucapnya.
Mu’ti kemudian menceritakan pengalamannya terkait resep panjang umur. “Saya pernah suatu saat itu datang ke cabang Muhammadiyah di Pekalongan. Saya bertemu tokoh Muhammadiyah lokal, yang usianya 90 tahun lebih, tapi dia ke acara pengajian itu masih naik vespa, saya kira itu sangat bermakna,” ungkapnya.
Lalu Mu’ti kemudian bertanya, bapak rahasianya apa. Terus dia menjawab. “Saya menjalani hidup dengan ikhlas saja, kemudian saya diberi anugerah oleh Allah usia yang panjang karena saya selalu berkegiatan dan saya selalu menyisihkan rezeki yang saya miliki dengan berderma,” tuturnya menirukan.
Berderma menurut teori materialisme itu tidak masuk akal. Bagaimana orang berderma berkorelasi dengan umur yang panjang, banyak orang yang berumur panjang dari berderma dan bertemu orang. “Bertemu orang mungkin bisa membuat kita happy,” ceritanya.
Cerita Abdul Mu’ti: Resep Awet Muda yang Sulit Ditiru
Cerita lainnya kemudian, saat Mu’ti diberi amanah sebagai pembina Al Falah, Jakarta Pusat. Sekretarisnya sudah berusia 73 tahun, tetapi masih kelihatan segar bugar, dengan pekerjaannya sebagai notaris.
Mu’ti lalu bertanya pada bapak ini, yang usianya 73 tahun tetapi sepertinya kelihatannya masih 37 tahun. “Bapak rahasinya apa, jawab temannya yaitu, ‘saya menikah tiga kali Mas Mu’ti’’,” kata dia menirukan.
Mu’ti menyampaikan kalau resep yang disampaikannya tersebut tidak tahu bisa ditiru atau tidak. “Kalau saya tidak berani mencoba,” ucapnya memancing gelak tawa peserta.
Ketiga, kekuatan jaringan yang kita bangun ini ketika bisa sharing dengan yang lain, dalam konteks ekonomi, banyak perusahaan merger dengan perusahaan yang lain. Kalau membuat usaha modal miliaran, kalau tidak punyak jaringan bagaimana, kuncinya yaitu jejaring.
“Saya itu mohon maaf secara fisik agak diuntungkan, kalau saya bertemu dengan pengusaha Tionghoa, saya diuntungkan karena punya kesamaan fisik. Jadi kalau belum kenal ditanya, ‘Koh, bagaimana kabarnya, Koh’,” kata dia yang lagi-lagi membuat gerr hadirin.
Dia lantas menyampaikan, jika kita datang ke toko milik orang Tionghoa, kalau barang itu tidak ada dia tidak bilang tidak ada, tetapi dia bilang habis. “Artinya, kalau tidak ada artinya tidak lengkap, sambil dia tanya spesifikasinya, kalau kita kembali lagi barang itu ada. Itu ciri orang maju. Maka kalau jual harus banyak senyum,” pesannya. (*)
Co-Editor Darul Setiawan. Editor Mohammad Nurfatoni.