Zainuddin Maliki: Marketplace Tidak Nyambung dengan Permasalahan Guru Honorer P1, Editor Mohammad Nurfatoni
PWMU.CO – Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim akan membuat marketplace atau lokapasar yang akan digunakan sebagaii talent pool tenaga guru.
Nadiem mengungkapkan, mareketpalce guru dilatarbelakangi oleh permasalahan guru honorer yang selalu muncul karena tenaga didik di sekolah bisa kapan saja pindah, pensiun, atau meninggal sewaktu-waktu.
Sehingga sekolah tidak bisa langsung merekrut guru baru, karena harus menunggu rekrutmen guru ASN terpusat.
“Di mana siklus ada kebutuhan guru real time berkala. Namun rekrutmen guru selalu gelondongan per tahun. Ini masalah yang menyebabkan kebutuhan guru yang tiba-tiba dan terpaksa merekrut honorer,” jelas Nadiem dalam rapat kerja dengan Komisi X DPR, Rabu (24/5/2023), seperti dikutip CNBC Indonesia.
Karena perekrutan dilakukan terpusat, terjadi siklus pemenuhan tenaga didik di sekolah yang tidak sinkron. Terlebih pemerintah daerah (pemda) kerap tidak mengajukan formasi ASN untuk tenaga pendidik sesuai dengan kebutuhan data dari pusat, dengan berbagai alasan.
Dia menjelaskan, marketplace guru yang akan diterapkan pada tahun 2024 adalah suatu databased atau daftar semua guru-guru yang boleh mengajar, yang nantinya bisa diakses oleh seluruh sekolah di Indonesia.
Sehingga pola perekrutan guru yang tadinya terpusat oleh pemerintah pusat, akan diubah menjadi perekrutan secara real time dan langsung dilakukan oleh sekolah. Artinya rekrutmen guru dalam satu tahun, frekuensinya bisa dilakukan lebih dari satu kali sesuai kebutuhan sekolah.
“Jadi, bisa (merekrut guru) kapan saja. Marketplace untuk guru adalah suatu data basedyang akan didukung oleh teknologi dan semua sekolah bisa akses siapa saja yang bisa jadi guru dan diundang jadi guru di sekolah,” kata Nadiem.
Adapun kriteria guru yang bisa masuk di dalam marketplace guru tersebut adalah guru-guru honorer yang sudah lulus seleksi, dan calon guru yang sudah lulus pendidikan profesi guru (PPG) prajabatan yang sudah lulus uji kompentensi dan dinyatakan memenuhi syarat sebagai calon guru ASN.
“Jadi calon guru lebih fleksibel untuk mendaftar dan memilih lokasi mengajar, tanpa harus menunggu perekrutan secara terpusat sekali setahun. Jadi, real time mengikuti kebutuhan masing-masing di sekolah,” ujar Nadiem.
Dalam skema pembayaran gaji dan tunjangannya pun, kata Nadiem nantinya para guru akan ditransfer secara otomatis oleh sekolah di mana dia bekerja. Sehingga pemerintah pusat ke depan tidak akan lagi melakukan transfer anggaran gaji dan tunjangan guru ASN kepada pemerintah daerah, namun akan langsung ditransfer kepada rekening sekolah.
Anggaran itu akan dikunci oleh pemerintah pusat dan hanya diperbolehkan untuk membayar gaji dan tunjangan guru oleh masing-masing sekolah. Dengan adanya sistem marketplaceguru ini, maka pemerintah menjamin sekolah tidak akan lagi merekrut guru honorer lagi.
Lewat sistem marketplace guru ini, Nadiem juga menjamin tidak akan ada lagi guru-guru yang diberikan gaji dan tunjangan dengan nilai ala kadarnya.
“Dana yang ditransfer hanya boleh diberikan ke calon-calon guru yang ada di databasedtersebut. Di luar itu tidak boleh dilakukan transfer. Dengan ada sistem marketplace tak ada opsi untuk bisa merekrut guru honorer lagi,” jelas Nadiem.
“Hanya guru di sekolah yang bisa dibayar dengan sistem, sehingga tidak ada lagi guru yang dibayar seadanya. Jadi ini adalah sistem dan didukung teknologi. Satu-satunya cara untuk menghentikan perekrutan guru honorer baru,” kata Nadiem.
Marketplace Tidak Nyambung
Menanggapi rencana itu, Anggota Komisi X DPR RI Zainuddin Maliki mengatakan, solusi marketplace yang disampaikan Nadiem Anwar Makarim itu tidak nyambung dengan permasalahan yang ada. Menurutnya, marketplace adalah cara berpikir liberal Nadiem sebagai seorang menteri yang pebisnis.
Zainuddin menjelaskan, saat ini jumlah guru yang telah lulus menjadi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) sebanyak 544.292 orang. Upaya pemenuhan kebutuhan guru pada sekolah negeri sepanjang 2021 dan 2022 masih belum maksimal.
Sementara, pada 2023 masih diperlukan perekrutan 601.286 guru untuk sekolah negeri, tetapi jumlah formasi yang diajukan pemerintah daerah (pemda) hanya 278.102 atau 46 persen.
“Sementara itu ada P1 yang sudah dapat SK tetapi gaji belum turun. Ada yang dinyatakan lulus belum dapat SK dan formasi,” ujarnya.
Legislator Partai Amanat Nasional (PAN) itu juga mengutip data Kemendikbudristek bahwa hanya sekitar 67 persen guru lulus passing grade atau PG 2021 telah mendapat penempatan.
Dengan rincian, dari 193.954 guru lulus PG, sebanyak 131.025 orang (67,6 persen) telah mendapat penempatan pada seleksi PPPK 2022, sedangkan 62.546 (32,2 persen) belum ada penempatannya. Selain itu, ada 383 orang (0,2 persen) tidak menjadi sasaran penempatan karena ada yang meninggal dunia, mengundurkan diri, dan lain-lain.
Masih dari data Kemendikbudristek, 62.546 guru yang telah memiliki nilai melampaui ambang batas tahun 2021 merupakan prioritas utama atau P1 pada seleksi PPPK guru 2023. Dikatakan bahwa perlakuan prioritas utama dapat dilakukan hanya jika formasi diusulkan oleh pemerintah daerah (pemda).
Namun, sampai saat ini baru terdapat 36.061 guru lulus PG 2021 yang telah diusulkan formasinya oleh pemda. Zainuddin menjelaskan, Komisi X DPR mendesak pemerintah menyelesaikan semua persoalan guru tersebut.
“Yang kita minta selesaikan guru honorer yang sudah lolos seleksi yang sudah masuk kategori P1. Carikan formasi dan berikan mereka SK (surat keputusan) pengangkatan ASN PPPK,” kata Zainuddin pada PWMU.CO, Jumat (26/5/2023).
Dia menjelaskan, Komisi X memberi tenggat waktu sampai akhir Oktober 2023. Jika sampai tenggat waktu tersebut tidak juga bisa diselesaikan, Komisi X meminta pemerintah pusat untuk mengambil alih.
“Siapkan regulasinya bersama instansi terkait dalam hal ini Kemenpan RB, Kementerian Dalam Negeri, dan Kementerian Keuangan sehingga ketika pemerintah pusat mengambil alih penyelesaian guru honorer kategori P1 ini mendapatkan dasar regulasi yang jelas,” kata wakil rakyat dari daerah pemilihan Lamongan dan Gresik itu.
Jadi, sambungnya, bukan memasukkan mereka yang sudah lolos seleksi ke dalam daftar marketplace sebagaimana yang digambarkan oleh Nadiem. “Jika yang lulus seleksi dimasukkan dalam daftar guru yang tercantum dalam marketplace hanya akan memperpanjang ketidakpastian nasib guru kategori P1 yang sudah lulus seleksi itu,” katanya.
Jadi, kata dia, selesaikan guru honorer kategori P1 menjadi ASN (aparatur sipil negara) PPPK (pegawai pemerintah dengan perjanjian kontrak) dengan memberikan SK pengangkatan dan tentu saja disertai dengan formasi yang jelas, paling lambat akhir Oktober 2023.
Di satu sisi Keputusan Menteri Keuangan No. 212/2022 mengenai pemberian gaji dan tunjangan ASN PPPK disebutkan sudah dimasukkan dalam DAU (dana alokasi umum) pendidikan.
Di sisi yang lain ada Perpres 98/2020 dan Permendagri No. 6/2021 yang menegaskan bahwa gaji dan tunjangan ASN PPPK dibebankan kepada pemerintah daerah.
Regulasi yang menimbulkan ketidakjelasan interpretasi inilah yang menjadi penyebab banyak kepala daerah tidak siap mengajukan formasi, karena khawatir APBD nya tidak cukup untuk menyiapkan gaji dan tunjangan guru ASN P3K.
Dari sinilah akar masalah yang menyebabkan berlarut-larutnya pengangkatan guru honorer menjadi ASN PPPK selama ini.
Oleh karena itu kita minta pemerintah mengakhiri keberadaan regulasi yang saling bertabrakan dengan mempertegas norma penggajian dan pemberian tunjangan guru ASN PPPK. (*)