PWMU.CO – Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur Dr H M Saad Ibrahim MA mengajak warga Muhamamdiyah Cabang Laren Lamongan mengenang sekaligus mengambil hikmah dari kisah Perang Badar dan Haji Wada dalam sejarah perjuangan Nabi Muhammad SAW.
Di hadapan 700 lebih warga Muhammadiyah se-Cabang Laren yang mengikuti “Pengajian Menjelang Ramadhan” yang dihelat oleh Majelis Tabligh dan Majelis Pendidikan Kader PCM Laren di Gedung Dakwah Muhammadiyah (GDM) Cabang Laren (7/5), Saad mengingatkan bahwa Perang Badar terjadi pada bulan Ramadhan ketika puasa baru diwajibkan kepada umat Islam.
(Baca: Iradah yang Membuat Muhammadiyah Besar)
“Puasa, lalu perang tentu berat. Tetapi bahkan lebih berat lagi adalah karena yang dihadapi jumlahnya lebih dari tiga kali lipat. Sekitar 300 umat Islam harus menghadapi 1000 lebih orang-orang kafir Quraisy. Tetapi Allah memberikan kemenangan kepada pasukan Islam,” ujar dosen UIN Maulana Malik Ibrahim Malang itu.
Saad melanjutkan, menghadapi situasi Perang Badar yang demikian itu, Rasulullah SAW berdoa kepada Allah SWT, “Ya Allah, penunilah janji-Engkau kepadaku, ya Allah berikanlah sesuatu pertolongan yang telah Engkau janjikan kepadaku, ya Allah jikalau Engkau membinasakan pasukan Islam ini, niscaya Engkau tidak disembah di permukaan bumi ini.”
(Baca juga: Di Muhammadiyah Ada PRIA yang Bukan Laki-laki)
Dalam konteks Rasulullah SAW, kata Saad, mulainya adalah puasa selama sembilan kali dan hari rayanya terbesar bukan Idul Fitri, tetapi hari raya bagi Islam sebagai agama adalah ketika turun ayat al-yauma akmaltu lakum dinakum wa atmamtu alaikum nimati wa radhitu lakum al-Islama dinaa (surat Al-Maidah ayat 3).
Pertanyaannya adalah mengapa ayat ini turun menjelang Nabi SAW wafat? Padahal, kata Saad, Allah SWT pasti sejak dahulu telah ridha bahwa Islam menjadi agama yang diberikan kepada umat manusia. “Pertanyaan itu penting bagi kita. Bahwa Allah baru menurunkan ayat tersebut, khususnya wa radhitu lakum al-Islama dinaa (dan kami ridha Islam sebagai agama kalian) ketika orang-orang kafir sudah tidak berdaya dan putus asa melihat kebesaran Islam dan kehebatan kaum muslimin,” jelas Saad. Maka dalam masa kekinian, lanjutnya, jangan-jangan sekarang ini Allah belum ridha Islam menjadi agama kita.
(Baca juga: Seperti Membangun Kantor RT tapi Mengundang Presiden)
“Sebab, tatkala ada seseorang yang menghinakan ayat Alquran terus ada dagelan-dagelan hukum dari negara ini, tetapi juga sekaligus menjadi sebuah tanda bahwa kaum muslimin itu lemah. Hal ini perlu kita renungkan,” pesan Saad.
Berkait dengan ibadah puasa, Saad mengatakan, “Wujud Gedung Dakwah Muhammadiyah Cabang Laren merupakan bagian dari cara kita supaya akhirnya nanti Allah ridha Islam sebagai agama kita. Kalau misalnya di dekat bangunan ini ada bangunan (maaf) gereja yang lebih megah daripada ini, rasanya Allah belum ridha, karena kita masih kalah.”
Saad juga mengingatkan bahwa ungkapan al-Islamu yalu wa la yula alaihi (Islam itu mulia dan tak ada yang menandinginya) harus menjadi poin penting bahwa berjuang dan ber-Muhammadiyah itu untuk kemuliaan Islam. “Jadi di sini harus kita lihat dalam makna puasa kita,” ucapnya.
“Maka hal tersebut menjadi pelajaran penting bagi kita memulai puasa. Dalam puasa nanti ada waktu-waktu doa kita dikabulkan oleh Allah. Maka kita memohon secara sungguh-sungguh keridhaan Allah bagi Islam menjadi agama kita dan diiringi semoga dikabulkan-Nya. Sehingga memperkuat kita untuk melaksanakan ajaran Islam ini dengan sebaik-baiknya,” paparnya.
Dalam hal demikian ini, tutur Saad, gerakan Muhamamdiyah berusaha untuk mewujudkan kebesaran Islam itu dengan banyak mengadakan amal usaha seperti pengajian secara kontinyu. Dalam pengajian ini juga digelar Pelantikan Pimpinan Cabang Nasyiatul Aisyiyah Laren periode 2016-2020 oleh Ketua PDNA Lamongan Desi Ratnasari. Hadir juga Ketua PDM Lamongan Drs H Shodikin MPd. (Maslahul Falah).