PWMU CO – Cerita jamaah NU dimuhammadiyahkan Pak AR disampaikan Sekretaris Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur Prof Dr Biyanto MAg.
Dia menyampaikannya dalam pembukaan Musyawarah Cabang (Musycab) Ke-6 Muhammadiyah dan Aisyiyah Solokuro yang digelar di Palirangan Payaman Solokuro, Lamongan, Jawa Timur, Kamis (13/7/2023).
Acara dihadiri oleh empat Wakil Ketua PDM Lamongan: Drs M Anwar MPd, KH Mulyono, Yatno SKep Ns, dan Fathurrahim Syuhadi SSos MM.
Di awal sambutannya, Prof Bi, panggilan akrabnya, menyampaikan pentingnya pimpinan berwawasan luas, karena dengan wawasan luas orang itu akan luwes dan menyikapi setiap persoalan. Hal itu dia kutip dari Prof Abd Malik Fadjar Allahyarhamuhu.
Guru Besar Filsafat Islam UIN Sunan Ampel Surabaya ini lalu menceritakan bagaimana keluwesan Pak AR
“Suatu saat pada bulan Ramadhan Pak AR diundang ke Jombang oleh Gus Dur dan beliau didaulat jadi imam shalat Tarawih. Maka Pak AR pamit untuk menawarkan: ini ala NU apa ala Muhammadiyah? Sepakat dijawab ala NU,” kisahnya.
Dia melanjutkan, karena terbiasa tartil dalam mengimami maka sampai mendekati jam 21.00 shalat baru 8 rakaat. Maka kembali Pak AR—AR Fachrudrin, Ketua (Umum) Muhammadiyah yang menjabat dari 1968 sampai tahun 1990—menoleh ke jamaah dan bertanya: Pripun niki dilanjut nopo dicukupi 8 rakaat terus witir (bagaimana ini apa dilanjutkan witirnya atau cukup 8 rakaat?
Spontan jamaah menjawab: Langsung witir mawon (langsung witir saja).
“Usai shalat Gus Dur berkomentar: Baru kali ini jamaah NU ‘dimuhammadiyahkan’ oleh orang yang luas wawasannya,” Prof Bi melanjutkan ceritanya. Gus Dur alias Abdurrahman Wahid adalah Presiden RI keempat (1999-2001) yang pernah menjadi Ketua Umum PBNU tahun 1984–1999.
Baca sambungan di halaman 2: Ngopi yang Jauh