Mazhab Politik
Politik merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari ajaran Islam, karena termasuk di dalamnya adalah amar makruf dan nahi mungkar. Sebagaimana kata seorang negarawan negeri kita Prof Yusril Ihza Mahendra: “Segenggam kekuasaan itu lebih berharga dari segudang ilmu.”
Ini menunjukkan betapa politik memiliki tempat yang sangat strategis bagi tegaknya nilai kebenaran dan keadilan. Demikian pula ungkapan Yusril lainnya: “Sistem yang baik akan memungkinkan orang yang jahat menjadi baik. Demikian pula sebaliknya system yang buruk akan memaksa orang baik menjadi ikut jahat.”
Prof Dr KH Didin Hafidhuddin, Ketua Umum Badan Kerja Sama Pondok Pesantren Indonesia (BKSPPI) dalam suatu kesempatan–saat penulis juga di forum tersebut–menyampaikan bahwa pemimpin umat itu harus memiliki peran yang sangat strategis untuk himayatuddin, himayatul ummah ,dan himayatud daulah yakni menjaga nilai-nilai keislaman, mengayomi umat dan merawat kebangsaan dan kesatuan NKRI.
Dengan demikian madzhab fikih dan madzhab politik tentu berbeda. Mazhab politik seyogyanya perlu dilakukan telaah dan kajian yang objektif, agar arah politik ini benar-benar benuansa syiasiah Islamiah, yakni politik yang tetap dalam jalur ketentuan syariat Islam.
Kepentingan ini sebenarnya sudah menjadi perhatian para tokoh umat ini, sehingga pada tahun 1937 didirikan MIAI (Majelis Islam A’la Indonesia) di Surabaya. Selanjutnya MIAI bermetamorfosis menjadi Masyumi (Majelis Syura Mislimim Indonesia) yang kemudian menjadi partai politik pasca diproklamasikan kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Setiap pelaku dalam gerakan politik Islam sudah seharusnya dapat melepaskan diri dan kepentingan sekterianisme dan primordialisme, menuju berpikir untuk kepentingan yang lebih besar yaitu misi besar Islam adalah rahmatan lil alamin dan kaffatan linnas.
Agama ini mengajarkan nilai-nilai luhur untuk menegakkan keadilan tanpa kecuali dalam hukum, tanpa memandang saudara atau kawan dan bahkan lawan, secara hukum semuanya memiliki kedudukan yang sama tanpa pandang bulu.
Baca sambungan di halaman 3: Rindu Persatuan dalam Gerakan Politik
Discussion about this post