Tiga Jam yang Mencekam
Saya sampai saat ini trauma, akibat pernah digerebek petugas imigrasi Malaysia. Pintu rumah digedor-gedor keras sekali. Mereka juga berteriak-teriak. Saat itu pukul satu dini hari.
Saya sangat ketakutan, sehingga menangis dan asma pun kambuh. Panik, tapi untunglah saya dan orang tua bisa diam. Kalau misalkan saat itu kami bersuara, pastilah pintu rumah sudah mereka tendang.
Selama tiga jam suasana mencekam itu berlangsung. Alhamdulillah, Allah melindungi kami. Mereka pun pergi dari rumah kami. Mungkin mereka berpikir kami tidak berada di rumah.
Entah bagaimana prosesnya, saya sangat beruntung karena bisa melanjutkan ke sekolah Muhammadiyah. Ini berkat kerja sama KJRI dengan Muhammadiyah untuk kemajuan siswa SIJB.
Dari beberapa sekolah, saya memutuskan bersekolah ke Smamda Sidoarjo. Orang tua saya juga merestui. Berat juga harus berpisah. Saya tidak akan bisa lagi bertemu Ayah dan Mama selama lima tahun. Namun saya dan orang tua sudah siap dengan kondisi ini.
Proses kepulangan saya pun dibantu pihak SIJB, yaitu kepengurusan dokumen dan tiket pesawat. Demikian pula dengan teman-teman saya yang juga melanjutkan sekolah di Jatim.
Akhirnya sampailah waktu keberangkatan saya dan teman-teman (3/8/2023). Hanya satu teman saya yang batal berangkat, karena orang tuanya tidak mengizinkannya.
Perasaan saya campur aduk saat itu. Mungkin teman-teman juga sama merasakannya. Namun dengan bismillah, kami naik pesawat yang selama ini belum pernah kami alami. Selama tiga jam penerbangan kami.
Ketika sampai di BandarUdara Juanda, hati saya berkata: saya akan menjadi warganegara Indonesia seutuhnya. Seperti mimpi memang dan kini menjadi kenyataan.
Setelah bermalam di asrama Smamda Boarding School, saya sempat kaget. Pukul 06.00 di Sidoarjo langit sudah terang benderang dan kesibukan warga terlihat jelas. Berbeda di Malaysia. Di waktu yang sama, langit masih gelap dan belum terlihat aktivitas masyarakat. Selain itu, teman-teman baru saya sangat baik. Demikian pula dengan guru-guru saya—di asrama dan sekolah—juga sangat baik. Saya seperti berada di rumah sendiri.
Masih banyak sebenarnya yang ingin saya ceritakan. Tapi tidaklah mungkin. Namun saya berharap saya bisa merintis masa depan yang lebih baik di sini. Doa saya juga untuk teman-teman SIJB, semoga seperti saya. Merintis masa depan yang lebih baik di Indonesia. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni