Opini oleh Prima Mari Kristanto*)
PWMU.CO – “Kita Amien Rais” bukan ajakan mengkultuskan sosok pribadi Amien Rais. Tetapi “Kita Amien Rais” adalah semangat bersama mewujudkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) menjadi baldatun thayyibatun warabbun ghafur. NKRI Darussalam tata tentrem kerta raharja.
Dalam kapasitasnya saat ini sebagai Ketua Presidium Alumni Aksi Bela Islam, kiprah Amien Rais dirasa mengusik penguasa. Mengusik bukan usil apalagi iseng sekedar numpang tenar sebagai oposan yang kritis. Beliau sudah melewati masa itu semua. Ijtihad politik untuk menjadi RI-1 sudah lewat sejak tahun 2004.
(Baca: Din Syamsuddin Anggap Tuduhan KPK pada Amien Rais Tendensius dan Tidak Etis)
Prof Dr M Amien Rais MA senantiasa menginspirasi seluruh bangsa bukan hanya warga Muhammadiyah dalam mencermati kondisi sosial politik kebangsaan. Masa kepemimpinan beliau yang singkat sebagai Ketua (Umum) Pengurus Pusat Muhammadiyah (1995-1998) bukan berarti sesingkat itu pengabdiannya pada Muhammadiyah. Sebelum menjadi Ketua PP Muhamamdiyah, dia tercatat menjadi Ketua Majelis Tabligh pada periode kepemimpinan KH Azhar Basyir (1990-1995) dan periode sebelumnya pada kepemimpinan KH AR Fachrudin.
Jiwa dan semangat Muhammadiyah telah membentuknya menjadi pribadi kritis dan dinamis menyikapi situasi sosial politik nasib bangsa, negara bersama rakyatnya. Tokoh agama menjadi aktor kritis nasib bangsa bukan hal baru apalagi tabu.
Kemerdekaan Mesir diperjuangkan antara lain oleh ormas Islam Ikhwanul Muslimin dengan tokohnya Hassan Al Bana. Gerakan Satya Graha India dipimpin tokoh agama Hindu Mahatma Gandhi. Revolusi Islam Iran 1979 dipimpin tokoh agama Ayatollah Khomeini. Revolusi putih Philipina yang menumbangkan Ferdinand Marcos 1986 dikomando pemimpin umat Katholik Filipina Kardinal Sihn.
(Baca juga: Ada Upaya Busuk Menuduh Amien Rais Korupsi)
Di antara gerakan nasionalisme berbasis agama tersebut, gerakan Ikhwanul Muslimin sebagai gerakan yang memikat hati Amien Rais. Keterikatan hati Amien Rais pada gerakan Ikhwanul Muslimin di Mesir disajikan dalam bentuk disertasi doctoral beliau di Chicago University USA. Disertasinya yang cukup terkenal, berjudul: The Moslem Brotherhood in Egypt: its Rise, Demise, and resurgence (Organisasi Ikhwanul Muslimin di Mesir: Kelahiran, Keruntuhan, dan Kebangkitannya kembali).
Perlahan tapi pasti setelah menyelesaikan studi S-3 di USA tahun 1984 Amien Rais berkhidmad dalam dunia akademis (UGM) dan Persyarikatan Muhammadiyah. Sikap kritisnya pada situasi dan kondisi ala sikap sosial politik Indonesia disampaikan dalam bingkai keilmuan dan keislaman sebagai wujud amar makruf nahyi munkar. Sikap kritis yang tidak dilakukan oposisi yang emosional dan asal beda.
Jauh sebelum saat ini dan Reformasi 1998 Amien Rais telah meniupkan wind of change – angin perubahan pada 1993. Tepatnya pada Sidang Tanwir Muhammadiyah di Surabaya tahun 1993 menyampaikan wacana suksesi kepemimpinan nasional. Di mana tahun 1993 sebagai kali kelima Presiden Soeharto menjadi mandataris MPR hasil Sidang Umum MPR 1993.
(Baca juga: Kisah Amien Rais yang Gagal Disingkirkan Soeharto pada Muktamar Muhammadiyah Aceh)
Wind of change yang beliau hembuskan semakin kencang pada 1998 pada saat Asia termasuk Indonesia mengalami krisis moneter yang berlanjut pada krisis multidimensi. Bersamaan dengan krisis multidimensi tersebut Presiden Soeharto kembali mendapat mandat MPR melalui Sidang Umum MPR 1998 sebagai mandataris MPR 1998-2003. Gelombang reformasi secara masif membuat Presiden Soeharto menyerahkan kepemimpinan nasional pada wakil presiden BJ Habibie.
Pasca pemerintahan Presiden Habibie menyelenggarakan Pemilu 1999 semakin lengkap peran Amien Rais dalam mengawal reformasi dalam kapasitasnya sebagai Ketua MPR, saat itu masih sebagai lembaga tertinggi negara. Berbagai macam produk reformasi pada periode 1999-2004 tidak lepas dari supervisi lokomotif reformasi. Salah satu produk reformasi yaitu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada tahun 2003 diharapkan menjadi lembaga pemutus rantai korupsi yang profesional.
Sebagai tokoh reformasi yang ikut membidani lahirnya KPK, Amien Rais sangat paham segala fungsi, tugas, dan kewenangan KPK “seharusnya”. Ketika KPK bergeser peran seolah-olah ditengarai menjadi alat penguasa, Amien Rais dengan enteng menyambut tuduhan yang dialamatkan KPK kepadanya. Bola liar yang digulirkan oknum Jaksa KPK perihal tuduhan pak Amien Rais terlibat korupsi alat kesehatan Siti Fadillah Supari berbuntut panjang. Pihak KPK mulai gelagapan saat mereka yang diduga terkait dana tersebut di antaranya Soetrisno Bachir dan Siti Fadillah Supari melakukan bantahan.
(Baca juga: Amien Rais: Jokowi Jangan Main-Main dengan Kekuasaan Allah)
Sontak tuduhan itu membuka mata khalayak tentang upaya kriminalisasi terhadap pihak-pihak yang kritis terhadap pemerintah. Sebelum Amien Rais ada Habieb Rizieq, Bahtiar Nasir, Kivlan Zein dan lain-lain termasuk musisi Ahmad Dhani. Dukungan wajib diberikan kepada tokoh-tokoh ulama dan non-ulama yang peduli terhadap nasib bangsa dan negara. Seorang komisioner Komnas HAM Natalius Pigay yang penganut Katolik tidak segan menunjukkan keberpihakannya pada kriminalisasi ulama. Tidakkah seorang muslim khususnya warga Muhammadiyah berpihak pada mereka yang kritis terhadap nasib bangsa dan negara?
Kita yang menginginkan pemerintahan berjalan baik. Kita yang menginginkan negara memihak pada rakyat. Kita yang menginginkan reformasi 1998 berjalI Darussalam tata tentrem kerta raharja.
Dalam kapasitasnya saat ini sebagai Ketua Presidium Alumni Aksi Bela Islam, kiprah Amien Rais dirasa mengusik penguasa. Mengusik bukanan on the track. Kita yang gundah dengan proyek reklamasi teluk Jakarta. Kita yang menginginkan kriminalisasi terhadap ulama segera dihentikan. Kita yang menginginkan Al Haq tegak di NKRI diatas Al Bathil. Kita Amien Rais!
(Baca juga: 5 Tausiyah Kebangsaan Amien Rais untuk Pembentukan Karakter Bangsa)
Sikap kritis Amien Rais mewakili sikap seluruh elemen bangsa termasuk umat Islam yang menginginkan Pancasila sebagai dasar negara diamalkan secara murni dan konsekuen. Pancasila dengan Ketuhanan Yang Maha Esa pada sila pertama menempatkan Tuhan sebagai ruh dalam menjalankan Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
Bagaimana mungkin agama dipisahkan dari politik penyelenggaraan negara? Kalimat tauhid dan dua kalimat syahadat pada bingkai lambang Persyarikatan Muhammadiyah menjadikan warga Muhammadiyah tidak pernah bermasalah dan mempermasalahkan Pancasila. Justru menjadi terusik ketika dzat Tuhan dikesampingkan dalam ber-Bhinneka Tunggal Ika.
Selayaknya segenap warga Muhammadiyah peduli akan nasib bangsa dan negara yang agak aneh akhir-akhir ini. Ramadhan sebagai bulan instrospeksi, muhasabah, dan memohon kepada Allah SWT untuk keselamatan pemimpin-pemimpin Islam. Cinta Tanah Air bagian dari iman tidak cukup hanya slogan. Peduli nasib bangsa dan negara bi idznillah sebagai manifestasi perwujudan iman jika dilakukan dengan cara serta niat yang baik dan benar. Kita Amien Rais! Anda juga kan? Wallahu alam Bishshawab – Alhaqqu Mirabbika Falaa takunanna minal mumtarin. [*]
*) Prima Mari Kristanto, warga Muhammadiyah Lamongan dan aktivis Lembaga Dakwah Kampus Universitas Airlangga 1997-2002