Di Korean Internasional School, Metode STEAM Digunakan sejak Kelas I; Oleh KH M. Fahri SAg MM Direktur Pesantren Entrepreneur Muhammadiyah (PEM) Gondanglegi
PWMU.CO – Seusai awarding International Robotic Competition Guangzhou China 2023 yang berakhir manis dengan raihan gold medal, saya bersama dua santri yang juga siswa SMK Muhammadiyah 7 (Mutu) Gondanglegi, Hafiz Maulana Fernando dan Al Alifia Nadhira Akbar, tidak segera pulang ke Tanah Air.
Teringat kuat sabda Nabi Muhammad SAW, “Utlubul ‘ilma walau bissyiin” (tuntutlah ilmu sampai ke negeri China), saya bersama rombongan meluangkan waktu berkunjung dan belajar manajemen sekolah ke Korean Internasional School (KIS) di Shenzen Guangdong.
Pagi buta Selasa (26/9/2023), saya dan rombongan check out dari Hotel Lavande Guangzhou. Taksi yang dicarter Chairman IYRA Indonesia, Mr. Firdiyanto sudah menunggu di depan hotel. Saya mengabadikan momen penting ini untuk foto bersama sebelum meninggalkan Guanzhou. Buat kenangan, siapa tahu suatu saat nanti bisa kembali ke negeri Panda.
Mendapat penjelasan tempat yang akan dituju, sopir taksi asli Guangzhou China, Mr. Xaunzhi, langsung tancap gas. Tak banyak yang bisa kami perbincangkan selama perjalanan, karena ia tak begitu paham bahasa Inggris dan kami pun juga tak begitu paham bahasa China. Satu-satunya cara, kami pakai Google Translit dari bahasa Inggris ke bahasa China via handphone. Bila sangat terpaksa, bahasa ‘tarsan’ pun juga digunakan.
Selama perjalanan Guangzhou-Shenzen, kami disuguhi pemandangan yang luar biasa indah dan menginspirasi. Dari dalam mobil, saya dapat melihat gedung-gedung menjulang tinggi. Apartemen berjejer dan tertata rapi. Jalan halus, mulus dan terpelihara. Pohon hijau tumbuh subur sisi kanan kiri jalan.
Demikian pula jembatan penghubung antar wilayah; panjang, lurus, berkelok dan berkilo-kilo. Bahkan gunung ditembus jalan terowongan yang artistik, bersih, rapi dan terang benderang. Saya yang asli Arudam (Arek Madura), melihat jembatan Suramadu yang kita banggakan selama ini, terasa kecil bila dibandingkan dengan infrastruktur yang ada di negeri Tirai Bambu.
Tiga setengah jam lebih perjalanan Guangzhou-Shenzen, setelah mampir beberapa saat di Weeemake dan Makerfire, produsen robot dan drone education terkemuka dunia, saya dan rombongan akhirnya sampai di Korean International School yang lebih dikenal dengan sebutan KIS.
Principal KIS Joseph Youngjin Suh, sudah menunggu kehadiran kami di tangga masuk kampus. Didampingi para wakilnya yang sebagian besar orang Korea, Joseph mengajak kami ke ruang meeting principal di lantai tiga. Sebagaimana pada umumnya, tanpa acara seremonial yang “ribet” seperti di Indonesia, perbincangan langsung masuk pada konten inti dan esensial.
Seusai memperkenalkan diri, Mr Joseph, demikian ia dipanggil, menyampaikan profil sekolahnya. KIS, katanya, didirikan orang Korea yang bertinggal di China. Sekolah ini menginduk pada KIS yang berpusat di Korea. KIS Mengelola jenjang pendidikan tingkat elementry school (SD) scendary school (SMP) dan senior school (SMA). “Kapan kita bisa mendirikan KIS cabang Indonesia, “seloroh Mr. Joseph menawari kami untuk bekerja sama dengannya.
Baca sambungan di halaman 2: Corporate Culture of KIS