PWMU.CO – Inilah yang terjadi jika 3 alumni yang mewakili beberapa dekade angkatan diberi kesempatan memberikan kesan dan pesan dalam acara Reuni Nasional Alumni SMP Muhammadiyah IV Pangkatrejo, Kecamatan Maduran, Kabupaten Lamongan, Rabu (28/6). Berbagai cerita menarik akhirnya terungkap.
Jakfar yang mewakili angkatan dekade 60-an misalnya merasa seperti mimpi bisa berjumpa dengan guru-gurunya yang masih hidup dan hadir di acara tersebut. Dia juga mengungkapkan bagaimana perjuangan bisa bersekolah di Pangkatrejo.
(Baca: Dihadiri mulai Angkatan 1969, 1000 Alumni SMPM IV Pangkatrejo Lakukan Reuni Nasional)
Pria asal Desa Pesanggrahan Kecamatan Laren—10 km dari Pangkatrejo—berkisah bahwa dulu saat bersekolah dia harus berjalan kaki. “Saya harus berjalan kaki seminggu sekali dari Pesanggrahan ke sini melalui jalan setapak yang masih jeblok (becek),” kisahnya. Di Pangkatrejo dia ditampung oleh pimpinan Muhammadiyah.
“Tapi semua itu tidak menjadi hambatan karena saya ingin mengubah nasib, saya ingin menjadi maju. Saya tak mau berhenti (sekolah) karena kalau saya berhenti pendidikan, saya akan kembali ke desa menjadi buruh tani sebab saya dari keluarga sangat amat miskin dan tidak ada yang lebih miskin dari saya.”
(Baca juga: Inilah 5 Keunikan Reuni Nasional Alumni SMPM IV Pangkatrejo Lamongan dan Lewat WhatsApp, Para Alumni Galang Dana untuk Almamater)
Jakfar merasa bahwa pendidikan yang dia dapatkan bersama 20 kawan seangkatannya di SMPM IV membuat hidupnya sukses. “Angkatan saya, angkatan 70, 100 persen sukses. Seratus persen sukses di sini jangan dilihat secara materi. Tapi saudara saya Mulyani ini sukses mengembangkan Muhammadiyah sehingga besar di Pangkatrejo. Ada lagi saudara saya Arifin di Keduyung yang juga mengembangkan Muhammadiyah di sana,” kata Jakfar yang juga bercerita bahwa dari 20 kawannya itu, 30 persen sudah almarhum.
Dia mengatakan, sukses itu dia raih berkat jasa guru-gurunya, juga pimpinan Cabang Muhammadiyah Pangkatrejo. “Apa yang menjadi ajaran guru-guru menjadi acuan hidup saya sampai saat ini dan ke depan,” ungkapnya sambil menjelaskan bahwa dalam urusan ubudiyah dia mendapat pelajaran berharga dari seorang guru bernama Thohir dan tentang semboyan hidup dia peroleh dari seorang guru Budairi yaitu man sara ‘ala ad-darbi washala (siapa berjalan pada jalan-NYA, dia akan sampai).
Mustakim mengaku, meskipun dari latar belakang ekonomi yang kurang mampu tapi beruntung masih punya guru-guru yang selalu memotivasi untuk mempunyai cita-cita setinggi-tingginya. “Dan kita harus mau berusaha menggapainya,” ujarnya.
Sementara itu Imam Syaukani, yang mewakili angkatan 70-an, bercerita bahwa saat di SMPM IV dia pernah menjalani masa belajar selama 3 semester. “Sebab perpenjangan masa belajar di zaman (Menteri Pendidikan dan Kebudayaan) Daud Yusuf. Sehingga kelas 1 saya tempuh 1,5 tahun,” ujar Imam yang juga bercerita bahwa pada masanya pernah pindah tempat sekolah karena gedung SMPM IV sedang direnovasi.
(Baca juga: Dahsyatnya School Art Festival di Sekolah Muhammadiyah yang Pernah Nyaris tanpa Murid Ini)
Yang juga berkesan bagi Imam adalah ketakan di kepala (serupa jeweran pada telinga) guru tafsir bernama Sobar, karena tidak bisa menghafalkan Alquran. “Ternyata alhamdulillah berkat ketakan itu saya sekarang bisa ngetaki orang-orang Surabaya,” ujarnya. Maksudnya, Imam sekarang bisa seperti Sobar yang mengajarkan ilmu tafsir di Surabaya.
Imam juga merasa bangga bahwa sejak usia TK dia sudah bersekolah di Muhammadiyah. “Saya mulai TK Aisyiyah, MIM Pankaterejo, SMP Pangkatrejo, SMA Parengan. Saya di hanya di negeri Cuma di S1 saja. Untuk S2 dan S3 saya tempuah di Muhammadiyah,” ujar Imam.
(Baca juga: Saat Ujian di SMPM 4 Maduran Bernuansa Kompetisi Antarpedagang)
Saya hanya berharap agar pelestarian SMP Muhammadiyah IV ini tanggungjawab kita bersama. “Kita tidak akan menjadi kacang yang meninggalkan lancaran,” pesan Imam. Dia berharap SMPM IV tetap jaya dan menjadi motor penggerak, serta alumni-alumni tetap menjadi orang-orang hebat di tempatnya masing-masing.
Selain ketiga perwakilan itu, masing-masing angkatan juga mengekspresikan rasa bahagia dalam pertemuan itu dengan beragam cara seperti mengenakan seragam khusus per angkatan. Selain itu beberapa angkatan masih melanjutkan dengan pertemuan per angkatan usai acara. (MN/Uzlifah)