PWMU.CO – PUSAD (Pusat Studi Anti Korupsi) dan Demokrasi Universitas Muhammadiyah Surabaya merilis hasil survei politik dinasti, Jumat (27/10/2023).
Survei dilakukan 14-22 Oktober 2023 terhadap 1.075 responden yang tersebar secara proporsional di 38 kabupaten/kota di Jatim. Usia responden 17-40 tahun.
Hasilnya sebanyak 41 persen pemilih muda Generasi Z ternyata tidak peduli dengan isu politik dinasti yang belakangan ini menjadi berita besar di media menjelang pendaftaran Capres-Cawapres Pemilu 2024.
Peneliti Utama PUSAD Radius Setiyawan menjelaskan, hasil lainnya para pemilih muda Jatim 33 persen tidak percaya dengan politikus yang terkait politik dinasti. Sebanyak 26 persen percaya dengan politikus terkait politik dinasti.
Radius Setiyawan mengatakan, politik dinasti dalam konteks demokrasi menarik untuk menjadi pembahasan.
Ia menjelaskan, politik dinasti dipahami sebagai proses reorganisasi kekuasaan melalui perubahan model politik baru dengan pelembagaan kekuatan pemilik modal yang memperlihatkan oligarki kekuasaan dan berpengaruh dalam struktur sosial dan negara dalam demokrasi Indonesia.
Dari hasil survei Pusat Studi Anti Korupsi ini, sambung dia, kalau dikaitkan dengan pemilih muda di Jatim harus menjadi perhatian.
”Demografi pemilih di Jawa Timur pada Pemilu 2024 didominasi pemilih produktif berusia 17-40 tahun atau kelompok pemilih Generasi Z dan generasi milenial,” katanya.
Dari total 31.402.838 Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu 2024 di Jawa Timur sebesar 51 persen adalah pemilih muda. Yaitu sebanyak 16.001.790 orang.
Capres-Cawapres
Walaupun penelitian ini menyebut 41 persen responden tidak peduli dan 33 persen tidak percaya politikus terkait politik dinasti ternyata soal elektabilitas menurut pemilih muda dalam survei ini pasangan Capres-Cawapres Prabowo-Gibran justru unggul sebesar 35 persen.
Elektabilitas pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud MD sebesar 31 persen dan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar 24 persen.
Radius menjelaskan, tujuh alasan pemilih muda Jatim menolak politik dinasti. Pertama 30,60 persen masyarakat tidak percaya karena menghambat proses kaderisasi kepemimpinan.
Kedua, 28 persen masyarakat tidak percaya karena kinerja calon pemimpin sebelumnya yang buruk dan tidak ada dampak terhadap pembangunan.
Ketiga 27 persen masyarakat tidak percaya karena menghambat fungsi check and balance antara eksekutif dan legislatif.
Keempat, 25,10 persen masyarakat tidak percaya karena kecenderungan diskriminatif terhadap minoritas politik.
Kelima 24 persen masyarakat tidak percaya karena kinerja pemimpin sebelumnya yang memiliki kedekatan dengan calon cenderung menyalahgunakan wewenang.
Keenam 23,10 persen masyarakat tidak percaya karena kecenderungan mengarah pada otoritarianisme. Terakhir 20,5 persen masyarakat tidak percaya karena cenderung melanggar Hak Asasi Manusia (HAM).
Teknik pengambilan sample memakai multistage random sampling. Lokasi diambil di semua kecamatan di Jawa Timur, sebanyak 38 kabupaten/kota. Masing-masing daerah survei diambil 4-5 kecamatan untuk dijadikan sample penelitian.
Sampel tiap kecamatan dibagi secara proporsional berdasarkan jumlah pemilih di tiap kecamatan dan kelurahan yang dijadikan lokasi penelitian.
Margin toleransi sebesar 3 persen dengan tingkat kesalahan penelitian mencapai 5 persen. Editor Sugeng Purwanto