PWMU.CO – Kekuasaan menggoda, Abdul Mu’ti: Muadzin Muhammadiyah semakin sering didengar. Itu diungkapkan saat perayaan Milad Ke-111 Muhammadiyah, Sabtu (11/11/2023).
Acara digelar Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) di Aula Mas Mansur, Gedung Muhammadiyah Jawa Timur, Jalan Kertomenanggal IV/1 Surabaya.
Sekretaris Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Prof Dr Abdul Mu’ti MEd menjadi pembicara dalam Diskusi Panel Muhammadiyah dan Dinamika Politik Jelang Pilpres 2024 bersama Peneliti Politi Utama BRIN Prof Siti Zuhro.
Menurut Abdul Mu’ti, kegelisahan Muhammadiyah selama ini sudah disuarakan sejak Tanwir 2009 di Lampung. Kita mulai mengkritisi persoalan rendahnya visi dan karakter bangsa. Dan Muhammadiyah menawarkan solusi konkret terhadap berbagai persoalan menyangkut gejala stagnasi birokrasi dan berbagai hal, yang dalam pandangan Muhammadiyah memang membuat kita ini tidak mampu untuk mencapai cita-cita pendiri bangsa.
“Muhammadiyah dalam Sidang Tanwir di Samarinda menawarkan berbagai solusi dalam sistem ketatanegaraan kita, agar kita berada pada khittah sebagai bangsa Indonesia. Supaya kita dapat mencapai cita-cita itu dengan sebaik-baiknya,” ujarnya.
Tapi memang banyak yang kemudian mengkritik Muhammadiyah. Karena apa? Itu kan suara ‘muadzin’. Sekarang suara muadzin agak populer. Ketika muadzin mengumandangkan adzan maka ada yang mendengarkan dan ada yang tidak. Dan lebih banyak yang tidak langsung mendengarkan. Tetapi itu harus kita lakukan.
“Khittah Muhammadiyah yang disampaikan sangat mendalam dalam perspektif historis filosofis oleh Ketua Umum PP Muhammadiyah Prof Haedar Nashir, maka bagaimana kita mengoperasionalkannya dalam politik yang sekarang ini terjadi,” ajaknya.
Bahwa kita memang ada politik dinasti. Sehingga kalau bercanda dengan kolega, apa kaitannya antara darah dan jabatan. “Ada yang mendapatkan jabatan dengan menumpahkan darah. Ada orang yang mendapatkan jabatan karena berdarah-darah. Dan ada yang mendapatkan jabatan berbekal hubungan darah,” ucapnya disambut tawa peserta perayaan milad.
“Yang terjadi memang seperti itu, tapi itu tidak khusus untuk seseorang, karena yang seperti itu juga banyak. Tapi kita tidak boleh kemudian mengentertain berbagai persoalan itu tanpa memberikan solusi. Itulah yang menjadi ciri Muhammadiyah,” tambahnya disambut tepuk tangan hadirin.
Dua Putusan Strategis
Karena itu, lanjutnya, di tengah berbagai tantangan yang ada, Muktamar Ke-48 Muhammadiyah di Surakarta, ada dua keputusan isu strategis, yang sangat keras menurut Abdul Mu’ti, menyangkut isu kebangsaan.
“Yaitu suksesi kepemimpinan 2024 dan proses demokrasi yang harus berjalan di tahun 2024. Mengapa saya katakan keras? Muhammadiyah waktu itu mengangkat, karena, pertama, ada pihak-pihak yang berkeinginan untuk menunda pemilu,” jelasnya.
Bahkan sempat mengkritik, kalau pemerintah atau presiden tidak boleh diperpanjang, mengapa Muhammadiyah memperpanjang? Itu argumen yang pro waktu itu begitu.
“Muhammadiyah memperpanjang dari 2020 menjadi 2022, kenapa kami tidak boleh memperpanjang? Jawabannya karena Muhammadiyah bukan negara. Itu cara saya menjawab argumen yang tidak konstitusional,” ungkapnya.
Kedua, sambungnya, ada upaya untuk tiga periode. “Tafsirnya sudah dicari itu, termasuk tafsirnya fi dhalalim mubin itu,” tawa peserta pun kembali pecah. “Mencoba memaknai dua periode dan setelah itu dapat dipilih kembali, itu dicari tafsirnya,” imbuhnya.
Dia memaparkan, kalau sampai lebih dari dua kali maka itu pelanggaran konstitusi yang luar biasa. Dan kami menyampaikan dengan berbagai macam cara, dengan bahasa halus. Kami kira pemimpin itu belajar dari pemimpin sebelumnya.
“Seandainya Pak Harto berhenti pada 1997, dan tidak terpengaruh rayuannya Pak Harmoko, saya kira tidak akan ada reformasi itu. Dan Pak Harto akan seperti Ibu Kartini yang harum namanya itu,” ulasnya disambut gerrrr hadirin.
“Tetapi kekuasaan ‘kan memang menggoda. Walau mungkin Pak Harto tidak ingin, tapi orang-orang sekelilingnya itu akan banyak kehilangan hal ketika Pak Harto tidak memimpin lagi,” jelasnya.
Baca sambungan di halaman 2: Indonesia Masa Depan Tergantung Menteng Raya 62 dan Cik Ditiro