PWMU.CO – Ditanya soal Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) Mahfud MD menjawab bahwa bisa saja membuat kesepakatan baru, maksudnya membuat UU baru.
Hal itu mengemuka dalam Dialog Terbuka Muhammadiyah bersama Calon Pemimpin Bangsa yang diadakan oleh Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah di Auditorium KH Ahmad Azhar Basyir MA, Gedung Cendekia, Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), pada Kamis (23/11/2023).
Calon wakil presiden (cawapres) dengan nomor urut tiga ini menegaskan hukum bisa berubah dan berganti sesuai kesepakatan baru yang dibuat. ”Nah kalau saudara mengeluh tentang persoalan-persoalan saat ini mari besok kita buat kesepakatan baru,” ujarnya.
Prof Ibnu Sina Chandranegara yang menjadi panelis di bidang hukum menanyakan, dalam UU ASN yang baru TNI dan Polri dimungkinkan masuk lagi ke jabatan sipil seperti tertuang tertuang pada pasal 19 (2) yang berbunyi, “Jabatan ASN tertentu dapat diisi dari prajurit TNI dan anggota Polri.
Mahfud menjelaskan memang soal UU ASN sangat problematik. ”Dulu kita di zaman reformasi itukan TNI Polri itu sudah dipisah. Sudah oke. Kemudian TNI kembali ke barak, tidak boleh masuk lagi ke jabatan-jabatan sipil,” jelas Mahfud.
Tetapi, lanjutnya, dalam hal tertentu terkadang diperlukan, misalnya irjen (inspektur jenderal). Kadangkala itu memerlukan satu orang yang sangat kuat. “Nah oleh sebab itu di dalam undang-undang itu diberi ruang, tidak mengharuskan,” kata Mahfud.
Pilih DPR yang Aspiratif
Mahfud menerangkan, UU ASN mengatur anggota TNI-Polri hanya dapat mengisi jabatan di beberapa kementerian/lembaga sipil. Antarta lain Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Hukum dan HAM, serta Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan yang ia pimpin.
Dia menyebutkan, anggota TNI-Polri itu pun hanya dibolehkan mengisi jabatan di tingkat eselon I, bukan jabatan-jabatan di bawahnya. “Itu pun sudah pada tataran eselon I, tidak boleh ke bawah diisi TNI. Nah, itu pembatasan yang sekarang karena itu merasa masih dibutuhkan, baik oleh DPR maupun oleh pemerintah sendiri,” jelasnya.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi ini pun menekankan ketentuan itu terbuka untuk diubah karena hukum adalah hasil kesepakatan masyarakat yang bisa berubah-ubah. Oleh sebab itu, ia mengimbau masyarakat untuk memilih anggota DPR serta presiden yang sesuai dengan aspirasi masing-masing agar hukum yang dihasilkan seiring dengan aspirasi masyarakat.
“Pilih DPR-nya yang cocok dengan aspirasi sodara, pilih presidennya yang cocok dengan aspirasi Saudara, itu semua diolah, tidak ada sesuatu yang berlaku abadi di dalam hukum itu,” kata dia. (*)
Penulis Nabillah Amira Firdausi Editor Mohammad Nurfatoni